Senin, 30 Agustus 2010

Sukses Tatkala Sejawat Bertumbangan

Kala peternak sapi lain berkeluh-kesah lantaran harga anjlok, dia malah memanfaatkan peluang yang terbuka.

Awal tahun ini harga sapi potong memang bikin peternak mengurut dada. Bagaimana tidak bila harga komoditas andalannya itu merosot sampai di bawah biaya pemeliharaan sampai, Rp21.000 per kg hidup. Harga ini berkutat cukup lama sehingga banyak peternak gerah dan menuding kebijakan pemerintah kurang berpihak kepada mereka. Baru akhir bulan silam, harga membaik. “Saat ini (27/8) harga sudah naik, Rp22.000—Rp23.000 per kg,” ungkap Ilham Akhmadi, SE, peternak dan pemotong sapi di Pleret, Bantul, Yogyakarta kepada AGRINA.

Harga yang demikian rendah membuat banyak peternak menanggung rugi besar. Tak sedikit dari mereka yang berhenti beternak. Tidak demikian dengan Ilham. Berbekal teknologi dan manajemen yang baik, pemilik 250—300 ekor sapi ini mampu bertahan dengan mencapai biaya cukup efisien.

Ketika harga pasaran berkisar Rp22.000—Rp23.000 per kg hidup, biaya penggemukannya sebesar Rp23.000—Rp25.000, termasuk biaya tenaga kerja Rp2.000 dan kayu Rp1.000. Lho, apa hitungannya masuk? “Masih masuk karena ADG-nya (average daily gain-pertambahan bobot harian) 1,8—2. Begitu juga pas harga Rp21.000 juga masih masuk karena harga bakalannya juga lebih rendah, Rp20.000,” kata bos CV Restu Bumi ini.

Hitung-hitung dengan waktu penggemukan yang sama, empat bulan, bobot panen lebih tinggi. Akhirnya dia tetap meraup untung. Apalagi ayah dua anak ini juga menjual sapi dalam bentuk karkas sehingga memotong margin pedagang perantara. Akhir bulan lalu, harga karkas di Yogya mencapai Rp44.000—Rp45.000 per kg setara Rp58.000—Rp60.000 per kg daging.

Pakan Direbus

Lantas, apa rahasia Ilham bisa tetap bertahan? Selain integrasi bisnis penggemukan dan pemotongan juga sistem pemberian pakan. Pakan untuk sapinya direbus dulu. Perebusan ini meningkatkan kecernaan protein sampai 30%, menghilangkan zat antinutrisi, membunuh patogen, meningkatkan palatibilitas pakan, mempertinggi konsumsi pakan, meningkatkan kecernaan sumber energi, dan membuat kotoran tidak bau.

Perebusan dilakukan untuk bahan-bahan berantinutrisi tinggi seperti bekatul dan kulit kedelai. Onggok juga direbus tetapi buat menghilangkan bau yang tidak disukai sapi. “Memang ada tambahan biaya perebusan per ekor Rp500,” bebernya. Ini tetap dilakukannya karena hasilnya memang sangat memuaskan. ”Untuk sapi yang bagus, dengan perebusan pakan, ADG-nya bisa 2, sedangkan yang tidak direbus hanya 1,2,” lanjutnya.

Pengusaha yang mulai beternak sejak 1988 ini tak pelit berbagi racikan pakannya. Seekor sapi berbobot 450 kg per hari dijatah 2 kg kleci (kulit kedelai), 6 kg bekatul, 6 kg singkong segar, 10 kg onggok basah, suplementasi tetes tebu dan 15 kg hijauan. Untuk sapi berbobot 350 kg ke bawah jumlah ransum hanya separuhnya. Selain, singkong segar dan hijauan, semua bahan pakan tersebut direbus hingga matang. Kecuali ADG lebih tinggi, proporsi karkasnya juga lebih tinggi, masing-masing 56%—59%. “Sedangkan sapi pada umumnya hanya 50% karkas,” ujarnya bangga.

Dengan proporsi karkas 6%—9% lebih tinggi ini, maka jika proporsi karkasnya diasumsikan sama-sama 50%, peternak lain menjual sapinya dengan harga Rp23.500 per kg, sedangkan Ilham melepas sapinya dengan harga Rp26.500 per kg. Jadi, perebusan pakan mendongkrak pendapatan Rp3.000 per kg hidup.

Pengalamannya mengajarkan, peternak haruslah berjiwa bisnis dan mengaplikasikan teknologi pengolahan pakan. Siapa tertarik meniru jejaknya?

Faiz Faza (Yogyakarta)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain