Senin, 30 Agustus 2010

Si Montok Ikon Kota Banjarnegara

Sepintas lalu perawakan domba ini persis babi. Badannya gilig gemuk ditumbuhi bulu putih tebal, kakinya pendek, dan kuat. Bobotnya bisa sampai 140 kg.

Pipinya tembem, tidak tirus seperti layaknya domba atau kambing lokal lainnya. Bulu-bulu di wajahnya bisa memanjang hingga menutupi seluruh wajah. Domba ini persilangan antara domba jantan eks Tapos, Bogor, Jabar, yang dulu diperbantukan almarhum Presiden Soeharto ke Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jateng, dengan domba lokal Dieng. Konon domba eks Tapos tersebut hasil perkawinan silang antara domba Suffolk dengan Texel.  Dua-duanya berasal dari negara empat musim, yaitu dari Inggris dan Belanda.

Bobot sampai 140 kg

Domba ini memang istimewa montok. Muhammad Faizin, Ketua Kelompok Peternak Mantap di Batur mengatakan, pada umur dua tahun domba jantan umumnya bisa mencapai bobot 100 kg dan betina 80 kg. Bahkan, domba jantan yang bagus tak kurang dari 140 kg. Domba ini biasanya dijadikan pejantan.

Proporsi dagingnya (bukan karkas yang masih bertulang) juga tinggi. “Berat 100 kg, dagingnya 42 kg. Dagingnya lebih empuk tapi lemaknya lebih tinggi. Untuk sate lebih bagus,” terang Faizin. Sayang, kulitnya tipis sehingga harganya murah. “Paling harganya Rp10.000, sementara kulit domba lokal Rp30.000 per lembar,” tambahnya. Menurut dia, jumlah domba ini di Kecamatan Batur sekarang mencapai 16.000 ekor.

Faizin mulai beternak pada 1984 dan kini memelihara 50 ekor. Berdasarkan pengalamannya, domba Batur mulai dapat dikawinkan pada umur 8 bulan saat si betina mencapai bobot 50—60 kg. Satu ekor pejantan mampu mengawini 10 ekor betina. Betina bunting selama lima bulan dan rata-rata jumlah anaknya 1,5 ekor per kelahiran.  Domba biasanya dijual selepas sapih pada umur 4—5 bulan. “Untuk yang bagus, harganya Rp800 ribu sampai Rp1 juta,” lanjutnya.

Harga domba Batur terbagi dalam empat kelas. Kelas satu dihargai Rp4 juta—Rp5 juta per ekor. Domba kelas satu ini berciri-ciri dada dan kepala besar serta bulu yang lebat. Oleh peternak, domba ini diandalkan sebagai penghasil daging dan bulu (wol) yang baik. Bobotnya lebih dari 100 kg.

Kelas dua berbobot di atas 80 kg. Harganya Rp1,5 juta—Rp2 juta per ekor. Berikutnya, kelas tiga berbobot 70—80 kg. Pasarannya sekitar Rp1 juta per ekor. Kelas empat dihargai di bawah Rp1,5 juta. Sampai sekarang sistem pemasaran domba ini masih dengan metode taksiran, bukan kiloan.

Harga tersebut akan naik sampai 30% menjelang Hari Raya Idul Adha. Pada umumnya pembeli mencari domba umur setahun dengan bobot 60-70 kg dengan harga Rp2 juta. Namun, kata Faizin, untuk kelompok menengah ke atas, seperti dosen Undip langganannya, memilih yang berbobot 90 kg dengan harga Rp2,5 juta--Rp3 juta per ekor.

Harga akan mulai turun saat bulan Suro karena tidak ada hajatan. Namun, penurunan ini relatif. Jika pada saat Suro persediaan rumput banyak, harga tidak turun karena banyak orang beli untuk dipelihara. Peternak pun bisa menahan tidak menjualnya lantaran pakan mudah didapat. Bertahannya harga ini juga terbantu sifat domba yang eksotis sehingga pembeli menjadikannya kelangenan. Tak pelak harganya lebih tinggi ketimbang untuk konsumsi.

Perawatan Mudah

Sehari seekor domba dewasa membutuhkan 6—8 kg rumput segar. “Domba ini segala macam rumput mau. Rumput gajah atau rumput biasa semua mau. Kasih pakannya pagi dan sore,” ujar Faizin. Kemudian dua kali seminggu diberi suplemen dedak jagung. Jatahnya setiap kali sebanyak 6 kg untuk 20 ekor berbagai umur. Total biaya pakannya mencapai Rp1.000—Rp1.500 per hari per ekor.

Mengenai pencegahan penyakit, Faizin dan kawan-kawannya hanya berkonsentrasi pada gangguan cacing. Untuk itu, domba diberi obat cacing enam bulan sekali.

Faizin menjelaskan, di wilayah Batur terdapat 13 kelompok ternak yang memelihara domba ini. Salah satunya Kelompok Mantap beranggotakan 27 orang dengan populasi 100 ekor. Kelompok ini pernah meraih predikat Kelompok Peternak Terbaik pada 2003.

Saat ini, sambung Faizin, domba Batur sudah menjadi ikon Kabupaten Banjarnegara atau Provinsi Jateng pada umumnya sehingga ada upaya pelestarian. “Yang bagus-bagus tidak dijual lebih dulu, tapi dikembangkan,” papar peternak yang juga petani kentang seluas 5 ha itu.

Selain untuk konsumsi, domba Batur juga dapat dijadikan hewan kesayangan karena performanya memang menyenangkan.  Karena terbatasnya populasi, maka pemasarannya juga masih terbatas. “Baru Wonosobo dan Temanggung. Tetapi, juga sudah sampai Medan, Jawa Barat dan Jawa Timur,” ungkap Faizin.

Meskipun pemeliharaannya mudah, domba berbulu tebal yang tidak bertanduk ini tampaknya hanya cocok dibudidayakan di daerah dingin. Batur sendiri berada di Pegunungan Dieng dengan ketinggian 1.663 m dpl dan suhu 18oC. Seperti tetuanya, bulu domba ini perlu dicukur lima bulan sekali. Sayangnya sampai sekarang di sana belum berkembang industri pengolahan bulu domba.

Faiz Faza (Yogyakarta)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain