Kecintaannya pada anggrek sempat terganjal kesibukan mendampingi suami. Kini dia bertekad jadikan Indonesia pemain utama bisnis anggrek dunia.
“Sekarang saya bisa meluangkan banyak waktu mengurusi society (masyarakat) anggrek di Indonesia,” ujar Mufidah sesaat setelah terpilih kembali sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) periode 2010—2015. Pasalnya, sejak Jusuf Kalla tak lagi menjabat Wakil Presiden tentu kiprah perempuan penyuka warna ungu ini dalam mengembangkan dunia anggrek tak bakal terganjal lagi oleh kesibukannya mendampingi tugas sang suami.
Kesibukannya dulu itu pula, seperti diakui Ida, sapaan kesayangan keluarga untuknya, yang membuat beberapa program PAI yang harus dilakukan ketua umumnya tak terlaksana dengan baik. Toh, tanpa segan-segan Mufidah mengakui hal itu dan meminta maaf kepada seluruh anggota PAI yang hadir dalam munas itu.
“Memang, kepengurusan waktu itu masih jauh dari sempurna,” ucap Ida yang memegang teguh prinsip hidup sederhana, bersahaja, dan berusaha untuk selalu tenang itu. Saat terpilih lagi inilah dia menyampaikan tekadnya untuk menyejahterakan petani anggrek Indonesia.
Dukungan Pemerintah dan Investor
Menjadi suatu keprihatinan besar bagi Mufidah jika bangsa ini belum bisa jadi pemain utama anggrek internasional meski memiliki potensi luar biasa. Apalagi, anggrek terbilang jenis tanaman hias yang paling banyak pecintanya di Indonesia. "Usaha agribisnis anggrek berpotensi besar untuk berkembang di Indonesia dan di pasar internasional asalkan ada dukungan pemerintah," katanya seraya menambahkan, “Sebab, potensi anggrek Indonesia kaya dengan sumber daya genetikanya.”
Dari data yang ada, menurut wanita kelahiran Sibolga 12 Februari 1943 ini, jumlah spesies alam anggrek dunia mencapai 25.000 spesies yang tersebar di berbagai belahan dunia dunia. “Sebanyak 5.000 spesies alam tumbuh di Indonesia,” ujarnya.
Mufidah juga menyayangkan banyak di antara anggrek spesies alam negeri ini yang dibawa ke mancanegara. Modusnya bukan hanya pencurian dan penyelundupan, tapi juga ulah para penggemar anggrek itu sendiri yang memberikan peluang kepada orang luar untuk membawa anggrek-anggrek asli Indonesia tersebut.
Karena itu, dia berharap lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam negeri bisa berpartisipasi mengembangkan nilai tambah untuk meraih daya saing anggrek Indonesia di pasar internasional. “Saya berharap peranan para investor untuk menanamkan modalnya di bidang pengembangan anggrek dan meminta pemerintah agar menyediakan regulasi yang kondusif bagi penanaman modal di Tanah Air, khususnya dalam pengembangan anggrek,” kata bunda lima anak --Muchlisah Jusuf, Muswirah Jusuf, Imelda Jusuf, Solichin Jusuf, dan Chaerani Jusuf-- ini.
Jatuh Hati
Sejatinya, kecintaan Mufidah pada tanaman hias --termasuk anggrek-- dan tanaman buah terbawa dari sang ayah, H. Buya Mi’ad. Ayahnya dulu memang selalu menghabiskan waktunya dengan berkebun seusai kesibukannya mengajar. Dan sudah lebih dari 20 tahun lalu, nenek tujuh cucu ini jatuh hati kepada anggrek. Buktinya bisa kita lihat di pekarangan rumahnya yang ditanami beragam anggrek. “Bunga anggrek adalah tanaman yang indah dan menawan,” tuturnya sekali waktu.
Diakui Mufidah, awalnya pengetahuan tentang anggrek sangat minim. Namun, dia selalu menyempatkan diri belajar mengenai cara-cara perawatan anggrek kepada ahlinya. Maka, di mana saja, kapan saja, setiap ada kesempatan untuk mempelajari seluk-beluk anggrek, dia tak akan melewatkannya.
Didorong kecintaannya itulah Mufidah tak segan-segan turun tangan sendiri merawat koleksi anggrek di pekarangan dan kebun rumahnya. Pengoleksi anggrek dendrobium dan phalaenopsis ini meyakini tanaman anggreknya akan tumbuh sempurna jika dirawat pemiliknya sendiri dibanding diserahkan perawatannya kepada orang lain. Terbukti saat waktunya tersita untuk mendampingi suaminya menjalankan tugas negara, sejumlah tanaman anggrek miliknya mati meskipun sudah ada petugas yang merawatnya.
Memperluas Lapangan Kerja
Pada Juli 2006, Mufidah pun didaulat menjadi Ketua Umum DPP PAI. Saat itulah, kecintaannya kepada anggrek semakin besar dan mendalam. Kesempatan itu juga dipergunakannya dengan sebaik-baiknya untuk melihat dari dekat perkembangan tanaman hias kebanggaan Indonesia ini. Bahkan, dia dengan tegas menolak jika hanya sekadar dijadikan simbol di perhimpunan tersebut.
“Memang, tidak banyak waktu saya ketika itu untuk mengikuti seluruh kegiatan PAI di Tanah Air,” katanya. Karena itulah kemudian Mufidah menunjuk rekannya, Rossi Anton Apriyantono, untuk menjadi pelaksana harian di DPP PAI. Tujuannya agar kegiatan dan perkembangan dunia anggrek, baik di daerah maupun di pusat tetap terpantau.
Meski beberapa waktu cukup sibuk, bukan berarti Mufidah menelantarkan sejumlah agenda organisasi yang dipimpinnya. Setiap ada kesempatan melakukan kunjungan daerah mendampingi suami, misalnya, dia akan memanfaatkannya untuk mendatangi kebun-kebun anggrek yang tersebar di berbagai pelosok. Dia tak sungkan untuk bertukar pikiran mengenai permasalahan anggrek dengan para petani, baik itu petani yang menjadi anggota PAI maupun yang bukan anggota.
Dalam berbagai kesempatan kunjungan ke daerah itu, Mufidah pun selalu terlihat antusias mengamati berbagai koleksi anggrek yang dipajang pada acara-acara pameran tanaman hias ataupun langsung di kebun-kebun anggrek milik petani yang disambanginya. Bahkan, Mufidah kerap terlihat bertanya kepada petani anggrek perihal budidaya dan perkembangan anggrek mereka.
Biasanya, Mufidah akan menyempatkan pula membeli beberapa batang tanaman anggrek untuk menambah koleksi pribadinya. ”Ke depan, saya berharap kegiatan ini bisa jadi usaha agribisnis yang mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat,” katanya penuh semangat.
Tri Mardi Rasa