Dengan modal awal dua cincin emas seberat 14 g, kini usaha sapi perah milik Erif Kemal Syarief mencapai ratusan ekor. Saat yang lain mengeluh, usahanya terus maju dan memecahkan rekor se-Jabar.
Semua warga desa pasti siap memberi tahu di mana letak peternakan Erif Kemal Syarief (47) saat kita berkunjung ke Kampung Paragajen, Desa Cibeureum, Cisarua, Bogor. Di kawasan berhawa sejuk yang dikenal sebagai surganya minuman olahan berbahan dasar susu itu, nama Erif amat kondang. Kabarnya, dia pelopor pembuatan beragam minuman berbahan dasar susu, seperti yoghurt, susu pasteurisasi, juga camilan seperti kerupuk susu, dodol susu, dan kue-kuean dari susu di sana.
Saat ini, peternakan sapi perah Erif dihuni sekitar 200-an ekor. Untuk mengurusnya, ada 23 karyawan. Padahal, saat pertama kali memulai hanya ada 4 ekor sapi. Ia juga mampu melalui masa sulit yang pernah mendera peternak pada 1989 ketika harga susu jatuh. Kala itu, banyak peternak lain menyerah.
Cincin untuk modal
Semua bermula pada 1985, ketika Erif memutuskan berusaha sapi perah. Untuk modal awal, ia menjual dua cincin emas 14 g miliknya. Hasilnya ia belikan 4 ekor dara sapi perah. “Saya beli dari Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani Cisarua, Bogor,” kenang Erif saat berbincang dengan AGRINA di peternakannya.
Setahun berusaha, Erif yang pernah menjadi karyawan KUD tersebut dipercaya Bank Bukopin menerima kredit Rp10 juta guna pengembangan usaha. “Saat itu, susu dihargai Rp125 per liter dan produksi saya hanya 30 liter per hari. Cuma cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” lanjutnya.
Masa itu kondisi peternak tertekan. Semua mengeluh, “Sudah keluar modal banyak, tapi harga susu masih rendah.” Satu per satu peternak berguguran. Toh, lelaku berkumis ini tak menyerah. Keluhan peternak lain justru membangkitkan semangatnya.
Berselang empat tahun, kepiawaian Erif mengelola sapi terendus BRI. Bank ini menawarkan bantuan modal usaha Rp100 juta. Erif pun membeli lagi 25 ekor sapi dari KUD Giri Tani. “Kualitas sapi dari situ sangat bagus,” katanya.
Pada 1994, ketekunannya berbuah penghargaan se-Jawa Barat dan Bogor sebagai peraih top rekor satu ekor sapi menghasilkan 60 liter susu per hari. “Ini berkat kerja keras, pemilihan bibit dan bakalan berkualitas baik, serta IB tepat waktu,” beber Erif tentang rahasia suksesnya.
Namanya kian dikenal sehingga banyak peternak ingin “berguru” kepadanya. “Banyak yang jadi Erif 1, Erif 2, dan Erif seterusnya,” ujarnya seraya tersenyum. Tiga tahun kemudian, usahanya berkembang karena harga susu naik jadi Rp1.600 per liter. “Saya bisa produksi 19 liter per hari,” ujarnya.
Menembus badai krisis
Saat negeri ini dilanda krisis moneter, Erif terkena imbasnya. Ia sempat kebingungan membayar gaji pegawai. “Dari mana bisa bayar kalau harga susu rendah?” ujar bapak dari 8 bersaudara ini. Dalam situasi itu, ia mampu mencari jalan keluar dengan cara menjual susunya ke Taurus Dairy Farm, seharga Rp2.400 per liter, dari 1999 hingga 2001. Padahal, kualitas susu peternakan Erif yang juga ketua kelompok badan penyuluh peternakan ini terbilang tinggi karena mengandung bakteri hanya berkisar 90.000—120.000 sel per ml. Jauh lebih bagus dari batasan Standar Nasional Indonesia yang satu juta sel per ml.
Toh, musim berganti. Dan saat kondisi perekonomian membaik, Erif mampu menjual susunya ke Cimory, pengolah susu di Cisarua, Bogor, dengan harga menawan, Rp4.300 per liter.
Tak puas sampai di situ, sang istri, Tuti, juga terus mencari ide baru demi mengembangkan usaha. Salah satu wujud kreativitasnya adalah mengembangkan industri olahan susu seperti yoghurt. “Pas musim liburan, banyak wisatawan domestik singgah membeli minuman ini,” tutur ibu tamatan Snakma itu.
Syaiful Hakim, Agung Christiawan