Senin, 2 Agustus 2010

Jangan Ragu Santap Daging Sapi

Kabar beredarnya daging impor ilegal yang tidak halal mestinya tak perlu membuat gundah. Pasalnya, daging sapi yang berasal dari RPH pada umumnya baik dan halal.   

Kegundahan masyarakat itu tentu saja wajar. Maklumlah, negeri ini dihuni penduduk muslim terbesar di dunia. Sekitar 200 juta dari 237 juta penduduk negeri ini, berdasar sensus BPS 2010, beragama Islam, yang amat mementingkan kehalalan makanan yang dikonsumsi. Jadi, tak mengherankan bila sampai masyarakat waswas saat membeli daging lantaran isu daging yang masuk secara gelap ke negeri ini.

Namun, kekhawatiran tadi semestinya ditepis. Soalnya, daging sapi yang beredar di berbagai tempat penjualan di Tanah Air terbilang baik dan terjamin kehalalannya. Paling tidak, karena daging-daging sapi itu umumnya berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang telah mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dari Dinas Peternakan.

Sejumlah pengelola RPH yang ditemui AGRINA pun dengan tegas menjamin kehalalan daging sapi yang dihasilkannya. Sebab, semua proses pemotongan di RPH tersebut sudah sesuai prosedur MUI. “Yang kami lakukan, pertama  sekali kami datang ke MUI untuk minta sertifikasi halal. Lantas, MUI melakukan survei atas proses pemotongan hewan yang kami lakukan,” ujar Juan Permata Adoe,  Wakil Ketua KADIN yang juga pemilik RPH. “Setelah itu, baru keluar sertifikat.”

Sertifikat halal MUI itu harus diperbarui dua tahun sekali. “Demikian pula tukang potong kami, mereka harus punya izin khusus MUI,” tambah Juan. 

Hal serupa dilaksanakan di RPH yang dikelola PT Wabin Jayatama. “Di sini, semua proses pemotongan berdasar ketentuan halal MUI,” ujar Agus Tjatur R., Plant Manager PT Wabin Jayatama. Dijelaskan oleh Agus Tjatur, pemotongan pun dilakukan berdasarkan ISO-22000:2005 yang dikeluarkan Dinas Peternakan. “Para pemotong pun memegang izin MUI sebagai pemotong yang sah,” ujarnya.

Bukan hanya sertifikat MUI yang diperlukan untuk menjalankan RPH. Masih ada Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang harus didapatkan dari Dinas Peternakan. NKV bisa diperoleh setelah Dinas Peternakan melakukan audit atas fasilitas, peralatan, dan bangunan RPH. NKV itu mesti ditinjau enam bulan sekali. “Kami dinyatakan lulus level 1, artinya produk daging sapi kami berkualitas ekspor,” ujar Agus Tjatur yang RPH-nya memotong sekitar 45 ekor sapi per hari.

Proses Pemotongan

Proses pemotongan sapi di RPH-RPH tadi bisa dengan mudah dicermati. Lihat saja proses di RPH yang dikelola PT Wabin Jayatama. Pertama sekali, sapi dipingsankan dulu menggunakan alat pemingsan. Lantas, untuk memastikan sapi hanya pingsan, diperiksa pupil matanya, apakah masih bergerak atau tidak.

Setelah dipastikan pingsan, baru dilakukan pemotongan pada tiga saluran di tubuh sapi, yaitu saluran pernapasan, saluran aliran darah, dan saluran makanan. Setelah itu, darah sapi ditiriskan dengan cara menggantung tubuh sapi pada kaki belakangnya.

Proses selanjutnya adalah pengulitan dengan cara menarik kulit sapi menggunakan alat khusus, lalu membersihkannya dengan pisau. Pengulitan berlangsung dalam tempo 70 detik per ekor sapi. Lantas dilanjutkan pemotongan bagian kaki dan kepala.

Sedangkan pengeluaran jeroan dilakukan dengan cara membagi bagian tubuh sapi jadi dua dengan split saw. Setelah itu dicuci dan dikikis untuk menghilangkan lemak. Lalu daging sapi tadi dimasukkan dalam chiller bersuhu di bawah 10oC selama minimal 12 jam. Tujuannya membuat daging lebih empuk.

Setelah semua proses di RPH yang berlokasi di Serang, Jabar, itu selesai, lantas karkas dibawa ke Cikupa, Tangerang. Di sini, karkas dihilangkan tulangnya, lalu dikemas, kemudian disimpan di freezer (dilakukan quick frezing dengan suhu minus 35oC). Selanjutnya, daging didistribusikan ke So Good Food sebagai konsumen tunggal RPH tadi. Sedangkan jeroan dijual ke pemborong dari pasar tradisional.

Jangan Sungkan Bertanya

Jika daging sapi yang berasal dari RPH telah memenuhi persyaratan halal MUI dan NKV dari Dinas Peternakan, jelas daging sapi itu bisa dinyatakan ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).sebagai persyaratan bagi produk pangan yang beredar di Indonesia, baik untuk produk domestik maupun impor.  

Lantas, bagaimana cara mengetahui apakah daging yang dibeli halal atau tidak? Secara kasat mata, tentu tak akan bisa membedakannya. Namun, jika dalam kemasan, konsumen bisa melihat adakah plakat halal yang ditempel pada kemasannya.

Selain itu, konsumen bisa pula melacak stempel RPH pada daging. Tapi, jurus yang paling andal justru bertanya kepada penjual, seperti disarankan Dr. Drh. Denny W. Lukman, M.Si, ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB “Pak, daging ini halal atau tidak?”  Pasti si penjual akan segera memberi penjelasan panjang-lebar. Itu saja.

Syaiful Hakim, Mahmudah, dan Yuwono Ibnu Nugroho

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain