Senin, 2 Agustus 2010

Waralaba Quick Chicken Menebar Kelezatan Ayam Goreng Lokal

Setelah melalui pahitnya buka-tutup gerai, akhirnya Bedi berhasil membuka 92 gerai di empat provinsi.”Kompetitor tak akan ngejar,” ujarnya.

Jelas, pilihan berbisnis produk ayam tentu bukan tanpa alasan. H. Bedi Zubaedi menjatuhkan pilihan itu karena potensi pasar fried chicken alias ayam goreng sangat besar. Pasalnya, 60% orang Indonesia menyukai daging ayam dan didukung bahan baku yang mudah didapat di pasar lokal.

Quick Chicken, demikian Bedi menamai gerai pertama yang didirikannya pada  2000 di Yogyakarta. ”Saya rasa, fried chicken makanan kita semua. Anak-anak, remaja, pelajar, mahasiswa, sampai orang tua suka produk ayam,” ucap Bedi saat ditemui AGRINA seusai menjadi pembicara pada acara Indonesia Agribusiness 2010 Expo di Surabaya (24/7).

Murah Meriah  

Di Kota Pelajar itu Bedi membidik konsumen dengan menetapkan harga amat terjangkau. ”Mungkin masyarakat belum menemukan, pada 2008 kami jual ayam, nasi, dan es teh manis hanya Rp5.500. Ini diterima semua kalangan,” kenangnya. Saat ini menu yang sama dibandrol Rp9.000.

Kecuali harga murah dan produk berkualitas baik, variasi menu selain ayam goreng cukup banyak. ”Kami juga jual burger, fried fries, steak, nasi goreng, mi goreng, dan tiap enam bulan mengembangkan produk baru, layanan memuaskan, bisa cepat sesuai namanya quick, lokasi mudah dijangkau,” tambah Presiden Direktur PT Quick Makmur Sejahtera ini.

Toh, jalan sukses Bedi tak selalu mulus. Dia pun sempat melewati perjuangan buka-tutup gerai. Misalnya, karena lokasi yang dipilih ternyata sepi pembeli. Mencapai posisi cukup stabil pada 2005, tapi ia belum berani mewaralabakan gerainya. Ia berdalih, kalau sampai gerai ditutup hanya pihaknya yang menanggung risiko, itu bukan mitra. Hingga 2008, jumlah gerainya baru 22 unit.

Pada tahun itulah Quick Chicken mulai diwaralabakan. ”Kini sudah 92 gerai dan sejauh ini profit,” ujarnya bangga.  Dari 92 gerai, hanya 32 miliknya, selebihnya dikelola mitra. Sebarannya, sebanyak 33 gerai di seputar DI Yogyakarta dan Jateng, 55 gerai di Jatim, dan 4 gerai di Jabar. Tahun ini Bedi menargetkan 120 gerai dengan menggarap pasar Jabar, Banten, Lampung, dan Sumsel.

Syariah atau Waralaba

Perkembangan pesat itu tak terlepas dari daya tarik bisnis yang ditawarkan Bedi. ”Ini waralaba dengan harga terjangkau dan kompetitif. Ada dua bentuk, waralaba atau syariah. Syariah dalam arti kami tidak ambil royalty fee, tapi bagi profit,” tutur pria energik ini.

Lebih rinci, Bedi menjelaskannya. Luas gerai berkisar 100—200 m2. Jangka waktu kerja sama 5 tahun. Hak penggunaan nama dipatok Rp25 juta per 5 tahun. Royalty fee 5%. Bila memilih kerja sama syariah, pembagian keuntungannya 30% (pemilik) : 70% (mitra/investor). Jadi, hitung punya hitung, ”Capital investment-nya kurang-lebih Rp250 juta. Deposit 20% dari target sales (penjualan) untuk pembelian bahan baku, opening fee Rp7 juta untuk area Jateng dan Jatim. Return of Investment (ROI) 13—26 bulan. Minimal target sales Rp90 juta per bulan,” urai Bedi.

Selain itu, kelebihan waralaba Quick Chicken adalah sistemnya yang sudah teruji dan teraplikasi, manajemen andal dan profesional, ada pelatihan untuk karyawan secara berkala, dukungan tim litbang, serta selalu ada inovasi baru.

Terkait bahan baku, Bedi bekerja sama dengan Suri Chicken, pemasok ayam pedaging. Bahan baku ayam harus segar dan halal, serta saat pengiriman harus tertutup es. ”Terima ayam langsung kami taruh di freezer. Kami bumbui selama 8 jam harus tetap di freezer. Resep bumbu utama dari kami semua, tapi bahan lain yang mudah dicari bisa disiapkan mitra sesuai speknya. Satu gerai rata-rata 50 ekor ayam. Tahun depan, insya Allah, ada pemrosesan bumbu dan ayam dari pusat Yogya, cabang tinggal goreng.”

Agar rasa seragam, diterapkan kontrol berlapis-lapis. Termasuk dalam penggorengan, dipasang suhu 340oC  dan timer 14 menit. Begitu bunyi, tinggal angkat.

Siap Jadi Pengusaha

Lantas, bagaimana saran Bedi untuk mitranya supaya sukses? Pertama, persiapan mental menjadi pengusaha. ”Banyak orang punya uang tapi tak kuat jadi pengusaha. Kalau punya mental kuat, pasti ulet dan kerja keras. Rasa takut itu sangat normal, tapi jangan dibesar-besarkan, harus dikontrol untuk kemajuan. Takut rugi harus dilawan dengan kerja nyata,” tandas bapak asli Tanah Pasundan ini.

Selanjutnya, lokasi. Untuk bisnis restoran, ada empat syarat, ”Pertama lokasi, kedua lokasi, ketiga lokasi, dan keempat lokasi. Itu yang harus diikuti dulu.” Lokasi yang bagus bisa dilihat kasat mata, misalnya dekat bank, perkantoran, sekolah yang bagus, dekat keramaian, dekat ruko. Kurang-lebih seperti itu. “Dengan harga (menu) segini, tak perlu takut,”ujarnya optimistis.

Terkait lokasi, kadang lokasi bagus bisa berubah jadi tidak bagus. Contohnya, dia pernah membuka gerai di pinggir jalan ramai. Lalu ada perubahan jalur lalu lintas sehingga jalan itu sepi. Tak pelak, gerainya tutup. Risiko seperti ini tetap ada. ”Kalau sepi, kami bantu semaksimal mungkin relokasi tanpa bayar fee lagi,”  janjinya.

Untuk menghindari kerugian mitra, pihaknya menetapkan jarak terdekat minimal dua kilometer. Tentu, untuk pembukaan gerai baru ada survei lokasi dan calon konsumen.

Menyiasati kompetitor, Bedi mengatakan, ”Kita kembali pada penerapan quality, disiplin, service, dan cleanness, juga promosi.” Namun, ia yakin waralaba internasional tak akan bisa masuk. ”Investasinya sekian miliar, sementara daya beli rendah, dia harus jual satu porsi Rp9.000. Sementara di Quick Chicken Rp9.000 bisa dapat dua porsi nasi, ayam dua, es teh manis dua, nggak akan bisa ngejar, memang bukan segmennya,” tuturnya.

Indah Retno Palupi (Surabaya)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain