Selama ini masyarakat kurang bergairah menanam jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel. Maklumlah, harga biji jarak kering paling banter Rp500 per kg. Namun, di Muko-muko animo masyarakat sangat tinggi karena menikmati harga Rp1.500 per kg.
Melihat kenyataan hasil budidaya jarak pagar (Jatropha curcas) terpadu di Muko-muko, Menteri Pertanian Suswono sangat optimistis pengembangan tanaman ini untuk bahan baku biofuel sebagai energi alternatif. “Setelah melihat ini, saya masih memiliki harapan terhadap pengembangan tanaman jarak pagar sebagai bahan bakar minyak (BBM) alternatif jika semua daerah bisa membangunnya secara terintegrasi dengan produk ikutan, seperti sabun, kompos, pakan ternak dan sebagainya," kata Suswono ketika meninjau perkebunan tanaman jarak terpadu seluas 140 ha di Desa Pasar Sebelah, Padang Paneak, Kab. Muko-muko, Bengkulu, Kamis (22/05).
Pengembangan Terpadu
Suswono menambahkan, potensi dan prospek tanaman jarak di daerah masih ada, asal pemerintah daerah serius mengembangkannya dengan memberdayakan petani. "Kerja keras pasti akan membuahkan hasil. Soal pasar jangan khawatir, dengan sendirinya akan muncul jika pengembangan jarak dengan produk ikutan bisa dilaksanakan dengan baik," ujarnya. Program pengembangan tanaman apapun asal dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan akan berhasil, sebab produk-produk ikutannya bakal memberikan nilai tambah bagi petani dan pemasukan pendapatan bagi daerah.
Hilman Manan, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian, menjelaskan, Indonesia kini membutuhkan pengembangan energi terbarukan, sebab 20 tahun mendatang tidak bisa lagi mengandalkan minyak bumi dan gas. Sebab itu, Ditjen PLA akan mendorong petani di lahan marginal untuk mengembangkan tanaman jarak dan pupuk kompos. “Muko-muko bisa dijadikan sebagai daerah percontohan pengembangan tanaman jarak di Indonesia,” ucapnya.
Sementara, Ichwan Yunus, Bupati Muko-muko, mengatakan, program pengembangan tanaman jarak secara terintegrasi memberi nilai tambah dan banyak manfaatnya untuk rakyat. Seperti kompos dari limbah biofuel karena pupuk kimia selain harga mahal juga petani sering kesulitan mendapatkannya. Lalu ampas-ampas limbahnya juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi, sebab Indonesia sampai sekarang masih mengimpor daging.
Ichwan menjelaskan, Pemkab Muko-muko bersama petani mengembangkan jarak pagar terpadu sebagai salah satu cara mengatasi kemiskinan dan krisis energi berbasis bahan bakar minyak bumi secara nasional. Sebagai wilayah yang 55% desanya masih tergolong tertinggal, pengembangan jarak pagar terpadu di kabupaten belia ini menjadi upaya menyejahterakan rakyatnya.
Muko-muko yang mempunyai lahan marginal 29.926 ha berpotensi besar mengembangkan jarak pagar terpadu guna meningkatkan pendapatan petani. Hingga saat ini, dari target penanaman seluas 250 ha, 140 ha di antaranya sudah ditanami di area pulau yang dikelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pasar Sebelah, terdiri dari 20 ha merupakan demplot pada 2008, dan 120 ha demplot 2009. Sisanya 110 ha ditanami masyarakat SP trans dan masyarakat di sekitar Pasar Sebelah, Muko-muko.
Guna menjamin harga panen, Bupati Muko-muko mengeluarkan surat edaran yang menyatakan, GAPOKTAN Pasar Sebelah dan Pemda siap membeli biji jarak dengan harga Rp1.500 per kg. Gapoktan Pasar Sebelah inilah yang mengelola industri jarak terpadu di Kec. Mukomuko Utara. Di sini juga dibangun pabrik pengolahan biji jarak menjadi biodiesel. “Dalam lima tahun mendatang, kami akan kembangkan dalam skala industri,” tandas Ichwan.
Susi H. dan Humas Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA), Kementerian Pertanian