Senin, 21 Juni 2010

Burger Jamur Berawal dari Penulisan Buku

Siapa sangka bisnis olahan jamur Masruum Burger berawal dari sebuah perjalanan tema bab demi bab penulisan buku.

Ceritanya, Syammahfuz Chazali, sang pemilik ditawari menulis buku tentang prospek bisnis jamur. Pemenang pertama Business Plan Pemuda Tingkat Nasional Kementerian Pemuda dan Olahraga 2008 ini tentu ingin memberikan produk buku yang berbeda. Bab mengenai hasil olahan dan pemasarannya harus dibuat menarik.

Saat itu ide Syam, begitu sapaannya, melayang ke burger sebagai produk jamur yang eksotis. Karena belum ada burger yang seratus persen patty-nya berbahan jamur, maka ia bersama teman-temannya melakukan riset. Hasilnya ternyata memuaskan. Mereka pun akhirnya kepincut sendiri untuk menjadikannya sebuah bisnis. Bukunya sendiri sudah memasuki cetakan ketiga dan diedarkan hingga Malaysia.

Seratus Persen Jamur

Ketika ditawari menulis buku pada 2008, Syam belum punya ilmu apa pun tentang jamur, tapi ia tetap menyanggupinya. Memang, intelegensia bisnisnya telah terasah. Apalagi setelah mampu menemukan dan memproduksi kotoran sapi sebagai bahan gerabah organik yang mengantarkannya mendapat anugerah Pemuda Andalan Nusantara dari pemerintah. Untuk produksi bahan ini, pihaknya sudah diminta China dan Australia untuk mempresentasikan penalaran ilmiahnya dan telah mendapat pesanan 60 ton per hari dari Brunei Darussalam.

Untuk proses penulisan buku, langkah pertamanya adalah membuat kumbung berkapasitas 10.000 baglog jamur tiram bersama teman-temannya melakukan riset pada bab budidaya. Selain untuk penelitian sekaligus juga untuk usaha. Intinya, dia harus tahu persis tentang budidaya jamur yang ditulisnya. Setelah itu mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian UGM ini ingin melakukan terobosan pada produk olahan dan pemasaran. Maka dirujuklah burger yang lebih modern. Sebab, selama ini olahan jamur masih sebatas menjadi masakan tradisional semacam sate, tongseng, gudeg, atau keripik.

Riset pun dibuat karena belum ada referensi burger yang patty-nya secara keseluruhan berasal dari jamur. “Burger yang selama ini mengaku dari jamur, patty-nya masih menggunakan daging karena membuatnya susah. Jika kita ingin nol persen daging, maka seratus persen jamur tiram,” ungkapnya.

Masruum Burger 

Yakin bahwa burger jamur akan mendapatkan tempat bagi kaum muda, terutama kalangan  yang diet lemak dan vegetarian, maka dibentuklah CV Masruum Indonesia untuk mengelola bisnisnya. Rilis produk dilakukan November 2009 dan gerai pertama dibuka Desember 2009 di Yogyakarta. Menyusul Solo pada Februari 2010 dan kembali mendirikan sebuah gerai (outlet) di Kota Gudeg pada April silam. Meskipun relatif baru dan masih dalam fase pengenalan produk, omzet penjualannya sudah lumayan tinggi. “Rata-rata Rp400 ribu—Rp600 ribu per outlet per hari,” hitungnya.

“Kami mengangkat healthy burger low cholesterol dan healthy choice dengan sayuran organik serta racikan mayonise nan menggiurkan. Mayonise kami hand made,” ujar Syam bangga. Berdasarkan analisis laboratorium, burger jamur produksinya memang rendah lemak. Kandungan patty burgernya 40,23 % air, 3,2% mineral, 9% protein, 4% serat kasar, 3,18% lemak, 40% karbohidrat, dan 0,26% kalsium. Produk yang ditawarkan adalah masruum burger, masruum crispy, sandwich dan hot sosis. Harganya pun terjangkau, hanya Rp6.000—Rp10.000 per porsi.

Peluang Bisnis

Selain menjual produk, CV Masruum Indonesia juga menawarkan sebuah peluang  bisnis (business opportunity). Syam memberi kesempatan kepada mitra yang mau bergabung untuk mengembangkan brand Masruum Burger secara bersama dalam suasana kekeluargaan. Untuk paket gerobak senilai Rp6 juta—Rp10 juta, corner (outlet beruangan) Rp50 juta, dan master franchiser Rp100 juta selama lima tahun.

Paket gerobak senilai Rp6 juta berlaku di Yogyakarta, sedangkan di Jateng Rp10 juta. Investasi sebesar itu dipergunakan untuk  commitment fee Rp3 juta, royalty fee 5% dari omzet setelah tiga bulan berjalan, pembelian bahan baku dari manajemen, seperti bun (roti) , patty, saos, mayonise dan pembungkus.

Fasilitas yang diperoleh berupa satu unit counter atau gerobak Masruum Burger, paket perlengkapan counter yang terdiri dari satu buah kompor, dua tabung gas ukuran tiga kilo, tiga buah alumunium boks ukuran sedang dan sebuah yang ukuran kecil, dua capitan, pisau, dan susuk. Selain itu, juga dua buah seragam karyawan, paket bahan produksi pemakaian rutin, paket promosi counter berupa banner, pelatihan karyawan, info inovasi terbaru dari Masruum Burger, konsultasi, asistensi survei lokasi dan buku prosedur operasional.

Pada kerjasama ini pihak Masruum tidak akan mendikte mitra dalam hal pengembangan produk. “Bisnis ini tidak menekankan bahwa founder (pendiri) memiliki otoritas dalam meng-create pengembangan produk. Para mitra dapat mengusulkan pengembangan produk dalam presentasi baik itu pemilik cabang, counter maupun karyawan. Segi kebersihan, rasa, bentuk serta kemampuan perusahaan menjadi pertimbangan baku dalam penilaian hasil pengembangan tersebut. Saat ini sudah 10 orang yang indent untuk bergabung,” bebernya. Sehingga sebuah produk baru dapat dikembangkan dari hasil kesepakatan bersama.         

Syam menilai peluang yang ditawarkannya akan berkembang karena burger jamur terbilang inovasi terbaru dalam makanan dan belum banyak kompetitor. Pangsa pasar yang terus tumbuh, produk berupa burger cepat saji, sehat, bergizi dan lezat, bahan baku murah, mudah didapat, dan bisa disuplai secara rutin. “Dan proyeksi balik modal relatif cepat antara 1—2 tahun,” jelas pemuda yang juga menyelenggarakan pelatihan ini.

Di tangan Syam, jamur tiram ternyata dapat diolah menjadi beraneka macam bisnis, yaitu buku, pelatihan, gerai, business oppotunity, dan sewa-menyewa kumbung. Dan karena budidaya jamur dapat dilakukan oleh hampir semua orang, ia juga memberi pelatihan untuk siswa di sekolah luar biasa (SLB). “Namun untuk  pengembangan lebih lanjut saya harus menunggu mereka lulus dulu,” ungkap pemuda asal Medan ini sambil tersenyum.

Faiz Faza (Yogyakarta)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain