Pedagang daging ayam semestinya tidak memanfaatkan formalin untuk mengawetkan dagangannya. Cuka bisa menjadi pengganti yang lebih aman bagi konsumen.
Daging ayam termasuk produk pertanian yang sangat mudah rusak. Dalam waktu 5—6 jam setelah dipotong, daging akan membusuk bila tanpa bahan pengawet dan disimpan dalam suhu ruangan. Pertumbuhan satu bakteri bisa mencapai 1 miliar sel selama 10 jam. Padahal pada daging itu pastilah lebih dari satu bakteri yang menempel.
Karena itu, pedagang yang tidak mau rugi dan tidak bertanggung jawab kepada konsumennya memilih jalan pintas dengan memberikan formalin pada daging ayamnya. Menurut salah satu pelaku bisnis ayam, di pasar tradisional 80% daging ayam yang dijual segar menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Padahal formalin adalah bahan pengawet mayat dan termasuk racun yang paling karsinogenik (menyebabkan kanker).
Untuk mempertahankan kesegaran daging ayam atau memperpanjang masa simpannya bisa ditempuh dua cara. Menempatkannya dalam freezer usai dipotong dan dibersihkan atau menggunakan pengawet yang aman, misalnya asam asetat alias cuka.
Mudah dan Murah
Asam asetat atau cuka (C2H4O2) merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Cuka juga dihasilkan berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan termasuk hasil samping dari pembuatan bir dan anggur.
Menurut Darmono, Ahli Peneliti Utama (APU), bidang toksikologi di Balai Besar Penelitian Veteriner-Bogor, cuka juga bermanfaat mengurangi jumlah bakteri penyebab pembusukan serta bakteri patogen seperti Salmonella sp. “Biasanya bakteri Salmonella itu cenderung ada di bagian paha dan punggung,” ungkapnya. Karena itulah cuka dapat memperpanjang masa simpan daging ayam.
Namun perlu diperhatikan konsentrasinya agar rasa ayam tidak berubah. Darmono menjelaskan, cuka dengan konsentrasi 24% bisa mengawetkan daging ayam tanpa menyebabkan perubahan citarasa. Untuk membuat cuka dengan konsentrasi keasaman 24% itu tidak begitu sulit. Cukup homogenkan satu kilo cuka dengan dua liter air. Ayam yang akan diperpanjang masa simpannya, direndam ke dalam larutan tersebut selama 15 menit.
Cara tersebut sudah dipraktikkan industri penghasil ayam sebelum didistribusikan ke pasar tradisional. Ayam diawetkan harus yang benar-benar masih segar. Pasalnya, lebih dari tiga jam, daging ayam sudah pasti terkontaminasi bakteri Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan Escherischia coli.
Selain mudah, harga cuka sangatlah murah dan dapat dijangkau semua kalangan. Sebagai perbandingan, harga formalin Rp6.600 per liter, sedangkan harga cuka Rp6.000 per botol. Untuk mendapatkan formalin biasanya pedagang memperolehnya dari toko kimia, sementara cuka bisa dibeli warung maupun toko kelontong. “Itulah keunggulan cuka, mudah dan murah,” ujar Darmono.
Tidak Berbahaya
Daging ayam yang diawetkan dengan cuka berkonsentrasi 24% itu bisa bertahan sampai 24 jam dalam suhu 37oC (suhu dalam ruangan). Sayang, kata Darmono, metode pengawetan yang mudah dan murah ini belum banyak diketahui pedagang.
Sebagian orang, lanjut Darmono, menganggap formalin lebih menguntungkan daripada cuka. Namun mereka tak pernah menyadari daging ayam bercampur formalin itu sangat membahayakan bagi yang mengonsumsinya. “Coba bayangkan bila bahan pengawet mayat itu masuk kedalam tubuh kita,” tukasnya.
Karena itu, peneliti tersebut menyarankan penggunaan cuka yang memberi manfaat sama dan aman bagi konsumen. Efek yang ditimbulkan dari cuka paling hanya rasa masam. Ketika dicuci maupun direbus, rasa masam itu akan berkurang. Saat ini sudah banyak pedagang bakso yang juga memanfaatkannya sebagai pengawet bakso.
Agung Christiawan