Hal ini dilakukan dengan mengaplikasikan karbon organik ke dalam media budidaya.
Amonia di dalam media budidaya pada awalnya sangat diperlukan untuk menumbuhkan fitoplankton (algae). Tanpa N anorganik (salah satunya amonia), tidak mungkin fitoplankton dapat tumbuh dan stabil. Jadi, keberadaan amonia dengan kadar tertentu sangat diperlukan dalam menjaga kestabilan plankton.
Sumber amonia dapat berasal dari pupuk anorganik seperti urea, ZA dan NPK. Sedangkan yang berasal dari pupuk atau bahan organik antara lain hasil fermentasi (protein): tepung ikan, tepung kedelai, dan kompos (termasuk pupuk kandang).
Dengan pemberian pakan secara terus-menerus dan tanpa adanya pergantian air, akan terjadi penumpukan amonia di dalam air tambak. Bila konsentrasinya berlebih (NH3 lebih dari 0,1 ppm atau bagian persejuta), akan berpengaruh terhadap kesehatan udang. Karena itu, amonia merupakan parameter yang harus dipantau terus, terutama bila menerapkan sistem tanpa atau sedikit ganti air atau teknologi bioflok.
Pakan yang efisien
Udang mendapatkan sumber energi terutama dari protein dalam pakannya. Bila manusia dan mamalia dalam ekskresinya mengeluarkan urine (urea) dan burung mengeluarkan asam urat, maka udang dan ikan mengeluarkan N dalam bentuk amonia melalui insangnya. Pakan udang yang mengandung protein 35% atau lebih, hanya 17% yang diubah menjadi daging dan sisanya terbuang, yang sebagian besar dalam bentuk amonia.
Kandungan protein merupakan faktor yang menentukan harga pakan. Semakin tinggi kandungan proteinnya, semakin mahal harga pakan. Karena itu, penggunaan pakan harus seefisien mungkin. N yang dikeluarkan akan mencemari air dan berpengaruh terhadap kehidupan udang di dalam tambak. Daya racun amonia sangat tergantung pada pH (derajat keasaman) dan temperatur air.
Dalam budidaya udang tanpa atau sedikit ganti air dan menerapkan teknologi bioflok (dengan menerapkan bakteri heterotrofik) umumnya pH air relatif lebih rendah daripada sistem terbuka (konvensional) sehingga sangat membantu dalam menekan daya racun amonia. Sebab, makin rendah pH, persentase amonia (NH3) semakin kecil.
Mengurangi amonia
Amonia merupakan senyawa yang umum terdapat dalam tambak udang intensif sebagai sisa metabolisme udang. Konsentrasinya harus dikendalikan atau diupayakan serendah mungkin agar kehidupan udang cukup aman. Total amonium nitrogen (gabungan amonium dan amonia) diupayakan maksimum 2 ppm atau bagian persejuta, sedangkan amonia (NH3) kurang dari 0,1 ppm atau bagian persejuta.
Ada lima cara untuk mengurangi amonia dalam air tambak yaitu :
1. Pengenceran
Cara ini umum diterapkan dalam sistem konvensional, yaitu membuang air dan mengganti dengan air yang baru. Dengan demikian, maka akan terjadi pengenceran sehingga kandungan amonia dalam air tambak menurun dengan sendirinya.
2. Foto-ototrof (dengan Algae)
Algae akan menggunakan amonia saat fotosintesis dan mengubahnya menjadi protein (dalam sel algae)
Amonia + karbon dioksida + H2O à protein algae + Oksigen
3. Kemo-ototrof (dengan bakteri nitrifikasi)
Amonia dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas sp. kemudian dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter sp.
Amonia + oksigen à nitrit
Nitrit + oksigen à nitrat
Agar proses nitrifikasi berjalan baik, beberapa syarat harus dipenuhi antara lain, pH air sekitar 7—8,5; kandungan oksigen cukup tinggi (minimal 4 ppm); ada substrat untuk penempelan bakteri; tersedia Ca yang cukup; dan semakin rendah bahan organik semakin cepat laju nitrifikasi.
4. Heterotrof (dengan bakteri heterotrof (Bioflok))
Dengan penambahan karbon organik (tepung tapioka, tepung terigu, molase), amonia akan diubah menjadi bakteri heterotrof oleh bakteri. Syaratnya, C/N ratio harus lebih dari 10 dan cukup oksigen.
Karbon organik + amonia à sel mikroba (bakteri)
Pada nilai C/N ratio yang rendah, mikroba yang berkembang cenderung memanfaatkan senyawa N organik (asam amino, protein, amina) sebagai sumber N dalam mensintesis protein. Sedangkan pada nilai C/N ratio yang tinggi, mikroba yang berkembang menggunakan N anorganik (amonia dan nitrat) sebagai sumber N dalam menyusun protein dalam selnya. Namun apabila nilai C/N ratio terlalu tinggi akan berakibat terhambatnya proses penguraian bahan organik karena kekurangan unsur N (Van Wyk, 2006).
5. Penambahan bahan pembantu
Amonia juga dapat dikendalikan dengan mengaplikasikan bahan pembantu seperti: zeolite (kerjanya sangat dipengaruhi oleh salinitas), arang aktif, dan ekstrak tanaman yucca.
Karbon organik
Dengan menerapkan teknologi bioflok, amonia bisa dikendalikan dengan mengaplikasikan karbon organik ke dalam media budidaya. Caranya, ukur kandungan total amonia (TAN) dalam air tambak. Selanjutnya diberi perlakuan karbon yang dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
KH = 20 x TAN
KH : karbohidrat (karbon organik) dalam bentuk tepung yang mempunyai kandungan C 50%.
TAN: total amonia nitrogen (yang dapat diukur dengan test kit amonium atau spektrofotometer).
Misalnya, hasil pengukuran TAN sebesar 0,2 ppm. Maka kebutuhan karbohidrat (misal tepung tapioka) adalah 4 ppm (= 20 x 0,2 ppm). Bila menggunakan molase, jumlah yang dibutuhkan dua kali lipatnya karena kandungan C organik dalam molase sekitar 24%.
Untuk mencegah munculnya amonia karena menggunakan pakan berprotein tinggi (C/N ratio kurang dari 10), nilai C/N ratio harus ditingkatkan menjadi 20, yang berarti C harus ditambahkan. Penggunaan karbohidrat untuk meningkatkan nilai C/N ratio akan diuraikan dalam artikel edisi berikutnya.
Suprapto
Tim Teknis Shrimp Club Indonesia (SCI)