Kejeliannya memilih segmen konsumen ayam mendatangkan keuntungan.
Peternak ayam, khususnya pedaging, hampir selalu dihadapkan melemahnya permintaan pada tiap pertengahan tahun bersamaan anak-anak masuk sekolah. Tidak ingin mengalami nasib yang sama, Achmad Sanusi memilih menekuni bisnis ayam dari sisi rumah pemotongan. Warga Kampung Sawah, Desa Sukmajaya, Kecamatan Cibinong, Bogor ini menggarap konsumen daging ayam yang menyukai ukuran kecil, 5—6 ons. Padahal umumnya pelaku bisnis rumah potong ayam (RPA) mengambil ayam ukuran 1,2—1,6 kg per ekor.
Pilih Ayam Kecil
Arsat, demikian Achmad ia biasa disapa, mendirikan RPA pada 2003. Bermodalkan kepercayaan dari para peternak ia pun mendapatkan modal awal berupa ayam hidup sebanyak 500 ekor. “Saat itu saya meraup untung hingga Rp2 juta,” ungkapnya sambil tersenyum. Ketika ditanya latar belakangnya menggarap segmen ayam kecil, ia mengaku semata-mata hanya ingin membuat pasar tersendiri. “Ini saya sebut kecil-kecil cabe rawit karena biar kecil yang penting menguntungkan,” cetus ayah dua anak ini.
Dalam sehari Arsat mampu menjual 1.000—2.000 ekor. “Saya menjual ayam tersebut ke pedagang olahan ayam ungkep, pedagang pecel ayam, dan pasar pucung,” tuturnya. Salah satu pelanggannya adalah Ikhsan. Pedagang ayam ungkep yang sudah berjualan selama lima tahun ini menghabiskan lebih dari 50 ekor per hari. Bila pesanan sedang melimpah, 100 ekor pun tandas. Ia membandrol ayam hasil olahannya seharga Rp3.000 per potong dan menaikkannya Rp5.000 kalau banyak pesanan. Untungnya, aku Ikhsan, tidak banyak, sekitar Rp1.000 per potong.
Arsat ternyata tidak khusus menjual ayam kecil tapi juga yang berbobot 1,5—1,8 kg per ekor. Kisaran harganya Rp13.500 per ekor, jauh lebih murah ketimbang ayam kecil yang dibandrol Rp15.000 per kg (dua ekor). Hal ini karena memang tidak mudah memperoleh pasokan ayam kecil karena banyak peternak tidak mau menjual pada umur dua mingguan. “Jadi, jangan heran dengan harga segitu, dagingnya pun segitu juga,” ujarnya sambil tertawa.
Sistem Longyam
Untuk mengambil ayam dari peternak, Arsat tidak sembarangan. Misalnya, bobot ayam maksimal 6 ons, ayam tidak terlihat pucat, lincah, dan bebas dari antibiotik. Sewaktu mengambil ayam dari peternak banyak yang mati dalam perjalanan. Ayam mati ini diberikan kepada ikan yang ada di bawah kandang penampungan (sistem longyam). Ayam tersebut direbus dulu baru dimasukkan ke kolam. Alasannya, ikan tidak akan menyisakan daging ayam sehingga tidak menimbulkan bau tak sedap.
Dalam menjalankan bisnisnya, Arsat dibantu istrinya yang menangani soal keuangan. Kendati menolak menyebut keuntungan pastinya, pria kelahiran 1976 ini mengaku dari bisnisnya ia sudah mampu membeli rumah, mobil, dan motor. Kunci suksesnya untuk memulai bisnis RPA, kata dia, adalah kerja keras dan telaten. “Yang penting inget keluarga karena kita cari nafkah untuk keluarga juga,” tutur pria jebolan STM jurusan mesin di Bogor. Ia masih menyimpan rencana membangun RPA lagi di kawasan Cibinong guna memperluas jaringan pasarnya.
Agung Christiawan