Keberhasilan penerapan teknologi bioflok sangat tergantung pada sumberdaya manusia, fasilitas budidaya, daya dukung tambak, dan lingkungannya.
(Bagian 3 dari seri tulisan Teknologi Bioflok)
Penerapan teknologi bioflok diawali dengan pemberian pakan dan tambahan C organik, aerasi yang cukup, dan tidak membuang air. Penumpukan bahan organik dalam kondisi teraduk dan cukup oksigen merangsang perkembangan bakteri heterotrof (yang tidak mampu menyusun zat anorganik menjadi zat organik sehingga membutuhkan organisme lain untuk mendapatkan makanannya) dan membentuk flok dengan bahan organik sebagai inti flok. Plankton yang awalnya didominasi algae berangsur-angsur digeser oleh flok yang ditandai dengan kematian plankton dan timbulnya banyak busa di permukaan air tambak.
Flok yang terbentuk dalam air tambak (media budidaya) memainkan peran penting di antaranya, memperbaiki mutu air (menstabilkan pH, menekan amonia), mendaur ulang limbah (bahan organik dan amonia), menghasilkan makanan (berupa protein sel tunggal) dan memperbaiki rasio konversi pakan (feed conversion ratio-FCR), serta menekan kasus penyakit dan menyehatkan udang.
1. Bioflok memperbaiki dan menstabilkan mutu air
Proses perombakan bahan organik secara aerob menghasilkan mineral anorganik yang sangat penting untuk kestabilan fitoplankton. Senyawa karbondioksida yang dihasilkan akan menurunkan pH (derajat keasaman) dan alkalinitas. Dominasi bioflok dalam kolom air akan menyebabkan pH air relatif lebih rendah dengan goncangan yang sangat kecil. Hal ini lebih menguntungkan karena dengan pH yang lebih rendah persentase amonia (NH3) menjadi lebih kecil sehingga lebih aman dari ancaman amonia.
Air tambak yang didominasi mikrobial flok sangat stabil dan jarang terjadi kematian massal sehingga kehidupan udang menjadi lebih baik karena tidak sering stres. Tidak seperti pada air yang didominasi plankton, sering terjadi overblooming (perkembangan plankton yang berlebihan) dan kematian massal sehingga kualitas air menjadi goncang dan udang menjadi stres, tidak mau makan, dan mudah terserang penyakit.
2. Bioflok mendaur ulang limbah
Bahan organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang, plankton yang mati, dan amonia akan didaur ulang menjadi protein. Sementara amonia yang berlebih dan larut dalam air dapat dinetralkan dengan menambahkan karbohidrat ke dalam air sehingga amonia dan karbohidrat akan diubah menjadi protein oleh bakteri yang ada dalam flok. Besarnya karbohidrat yang diperlukan untuk menetralkan amonia sangat tergantung pada kandungan total amonia di dalam air tambak. Menurut Avnimeleh (2009) dalam presentasinya, besarnya karbohidrat yang diperlukan dihitung dengan rumus :
KH = 20 x TAN
KH : karbohidrat yang diperlukan (ppm)
TAN : hasil pengukuran total amonium (ppm)
Jadi, limbah tambak yang berupa kotoran udang, plankton yang mati, sisa pakan, dan amonia didaur ulang menjadi protein yang bermanfaat bagi hewan pemakan detritus seperti udang vanname.
3. Bioflok sebagai makanan udang dan memperbaiki FCR
Dengan adanya proses daur ulang senyawa nitrogen oleh bioflok menjadi protein sel dan dapat dimakan oleh udang, maka efisiensi pakan semakin meningkat. Para ahli bioflok mengatakan, kandungan nutrisi dalam bioflok sangat bagus. Kandungan proteinnya cukup tinggi dan kaya mineral sehingga dapat memperbaiki FCR.
Berdasarkan pengalaman, dengan penerapan teknologi bioflok dalam budidaya vanname, FCR lebih rendah 0,1--0,2 dibandingkan sistem konvensional. Bila harga pakan udang vanname Rp10.000,00 per kg, maka akan dapat menghemat biaya Rp1.000—Rp2.000.
4. Bioflok mencegah penyakit dan menyehatkan udang
Bioflok yang baik tersusun dari banyak bakteri yang menguntungkan. Bakteri-bakteri tersebut di samping memperbaiki mutu air dan mendaur ulang limbah menjadi makanan tambahan, juga dapat menekan perkembangan bakteri merugikan (patogen) di dalam air (lingkungan) tambak seperti vibrio melalui persaingan substrat dan media, serta menghasilkan eksoenzim dan bakteriosin (antibakterial).
Di samping itu, biopolimer yang dihasilkan bakteri pembentuk flok atau yang disebut poly â-hydroksi butirat (PHB) bila termakan oleh udang atau ikan, maka akan mengalami proses hidrolisa oleh enzim pencernaan dan menghasilkan asam butirat yang dapat berfungsi menekan bakteri patogen di dalam pencernaan. Dengan demikian bioflok dapat mencegah (mengurangi risiko) penyakit serta menyehatkan bagi udang.
Meskipun demikian, tidak berarti dengan menerapkan teknologi bioflok pasti terhindar dari serangan penyakit dan sukses produksi. Semua tergantung pada kemampuan sumberdaya manusia dalam penguasaan teknologi, fasilitas budidaya, daya dukung tambak, dan lingkungan atau kawasannya.
Suprapto Tim Teknis Shrimp Club Indonesia