Dari pondok pesantren yang berjuang untuk memenuhi kebutuhannya menjadi penggerak agribisnis sayuran dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.
Nama KH Fuad Affandi dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ittifaq kini memang sangat populer sebagai penggerak agribisnis sayuran dataran tinggi. Bersama lima gabungan kelompok tani (gapoktan) di sekitar ponpes, Mang Haji, demikian ia lebih sreg disapa, menyuplai 3—4 ton sayuran per hari. Sebanyak 25 jenis sayuran semi organik merambah gerai-gerai Hero, Makro, Diamod, Yogya, dan Ramayana yang ada di Bandung dan Jakarta. Bila rata-rata harga sayuran tersebut Rp3.000 per kg berarti omzet Rp270 juta per bulan.
Omzet tersebut diciptakan dari sayuran yang ditanam di lahan milik ponpes 14 ha dan warga sekitar yang mencapai 300 ha. Omzet ini menjadi sumber penghasilan minimal 400 petani. Termasuk juga dapat menjamin penghidupan 326 orang santri yang umumnya kaum dhuafa di dalam ponpes. Bila ditambah anggota keluarga petani, ribuan orang bergantung pada kegiatan ekonomi yang diawali Mang Haji sejak 1970-an.
Mulai dari Lima Komoditas
Bermula dari kebutuhan untuk mencukupi kehidupan para santri yang mondok tanpa biaya sepeserpun, Mang Haji memutar otaknya. Terinspirasi oleh lokasi ponpesnya yang berada di ketinggian 1.400 m, maka agribisnis sayuran dataran tinggi menjadi pilihan yang paling cocok.
Hanya berbekal pendidikan sampai kelas 4 SD, ia merasa tak cukup cakap membudidayakan sayuran. Karena itu ia tak segan-segan menimba ilmu ke Balai Penelitian Sayuran Lembang, Bandung. Dengan prinsip sedikit teori, banyak praktik, kyai yang gemar membaca ini pun akhirnya mahir bertanam.
Ketika teknik budidaya telah dikuasai, giliran pasar yang menantang jiwa wirausahanya. Dari 1970 hingga 1993, lima hingga sepuluh macam sayuran dikembangkannya bersama para santri. Mereka ini dilibatkan bekerja di agribisnis sejak jam tujuh pagi hingga sebelas siang sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Namun tidak semua produksi dapat dipasarkan.
Kyai tradisional yang berpikir progresif dengan paradigma lintas mazhab, lintas etnik, dan lintas agama ini pun melebarkan jaring pemasarannya. Ia gencar mengikuti berbagai pameran dan seminar untuk memperkenalkan produknya. Upayanya berbuah manis ketika pada 1994 ia berhasil menggaet pengelola pasar modern.
Dari pasar modern itu pula Mang Haji mencoba bertanam komoditas-komoditas sayuran yang lain. Dalam rangka menjaga pasokan ke pasar yang menuntut persyaratan lebih ketat ketimbang pasar tradisional ini, ia menerapkan 3 K: kualitas, kontinu, kuantitas. Maksudnya, kualitas harus sesuai standar yang diminta, pasokannya harus berkesinambungan, dan dalam jumlah mencukupi.
Merangkul Warga
Untuk melayani permintaan pasar yang makin besar, pria menginjak usia 70 tahun ini mengajak kerjasama warga sekitarnya. Mereka mengelola lahan yang telantar di sekitar Rancabali secara bersama-sama. Agar memenuhi 3 K tadi, ia dan gapoktan mitranya mengatur pola tanam dan waktu panen. Bila dalam hari-hari biasa jumlah permintaan berkisar sampai 4 ton per hari, maka pada saat bulan Ramadan meningkat sampai tiga kali lipat.
Kelancaran kerjasama juga didukung oleh sistem kerjasama yang dibangun ayah lima putri ini dengan mitra distributornya. Harga ditentukan 15 hari sebelum pengiriman produk oleh kedua belah pihak, sedangkan pembayaran dilakukan 15 hari sekali.
Untuk mengelola ratusan juta rupiah itu, Mang Haji mendirikan lembaga keuangan pondok pesantren yang bertujuan untuk menyimpan uang hasil pendapatan dari distributor yang sebelumnya melewati bank-bank. Dari sinilah para santri dan warga yang terlibat dalam agribisnisnya dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan sistem simpan pinjam.
Meski kini sukses telah diraih, Mang Haji tetaplah pria yang tampil bersahaja. Semangat belajarnya seolah tak termakan usia. Untuk memperdalam usaha agribisnis dalam ponpesnya, ia masih menyempatkan diri mengikuti pelatihan- pelatihan pertanian hingga ke Singapura, Jepang dan Belanda.
Baginya, melakukan agribisnis pertanian merupakan sesuatu yang bisa memberikan manfaat bagi para petani dan menyejahterakan ribuan warga serta mengubah pandangan tentang petani itu tidak miskin.
Teguh Setiawan (Kontributor Bandung)
BIODATA
Nama Lengkap : KH. Fuad Affandi
Tempat/Tanggal lahir : Bandung, 20 Juni 1940
Isteri : Hj. Sa’adah
Anak : 5 orang, semua perempuan
Latar belakang pendidikan : SD (sampai kelas 4)
Alamat : Jl. Ciburial Desa Alam Endah, Kec. Rancabali, Kab.
Bandung, Telp. (022) 85920526, 5928320