Dengan menggunakan ATV, empat kegiatan di kebun kelapa sawit dapat berjalan lebih cepat dan lebih efisien sehingga sangat menguntungkan bagi perusahaan.
Tidak semua perkebunan kelapa sawit memiliki areal yang datar dan keras. Rata-rata 10%—20% jalan di areal kebun sulit dilalui kendaraan. Kondisi ini membuat operasional kebun terhambat. Termasuk di dalamnya, menyebabkan 10—60 ton tandan buah segar (TBS) per hari terhambat pengangkutannya ke pabrik kelapa sawit (PKS). Bahkan, pada musim hujan, hasil panen itu bisa tidak terangkut sama sekali dan dibiarkan membusuk karena medan terlalu berat bagi kendaraan biasa. Padahal, salah satu penentu kualitas minyak sawit adalah kecepatan TBS mencapai pabrik pengolahan. Maksimal dua hari sejak dipotong, TBS harus sudah diproses. Lebih dari itu, buah menurun kualitasnya karena sudah masam.
Menurut Indra Gumay Putra, kendaraan jenis all terrain vehicle (ATV) dapat melengkapi jenis kendaraan di dalam kebun sehingga operasional kebun lebih efektif dan efisien. ATV yang bodinya kompak dan kecil ini bisa hilir mudik dalam berbagai aktivitas, mulai dari pembibitan, penanaman, pemupukan, sampai pengangkutan hasil panen.
Pengalaman Lapangan
Manfaat penggunaan ATV dirasakan Sahsudin yang mengelola transportasi dan alat-alat berat di kebun sawit PT Sago Nauli di Desa Sinunukan, Kec. Sinunukan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. “Banyak sih manfaatnya setelah memakai ATV karena rata-rata jalan kita ini gambut, jadi kalau hujan kendaraan tidak bisa lewat,” ia mengungkap pengalamannya kepada AGRINA.
Lebih jauh Sahsudin menjelaskan, sebelum menggunakan ATV, pihaknya memanfaatkan traktor besar. Dengan kondisi jalan kebun yang sebagian besar merupakan gambut itu, penggunaan traktor besar menyebabkan jalan-jalan cepat rusak. Padahal biaya perawatan jalan ini cukup mahal. “Satu ruas jalan, setiap hari dirawat oleh tiga hari orang kerja, ya Rp90.000 biayanya. Ruas jalan di kebun ‘kan banyak sekali karena luas kebun kami 10.000 hektar,” imbuhnya.
Dalam aktivitas sehari-hari, lanjut karyawan yang sudah 14 tahun bekerja di perusahaan ini, ATV digunakan untuk mengangkut bibit saat penanaman, pupuk, dan buah. Di kebun pembibitan tidak perlu ATV karena lokasinya di tanah mineral dan jaraknya tidak jauh sehingga mereka memanfaatkan bak terbuka untuk mengangkut bibit siap tanam ke tempat pengumpulan bibit. “Untuk mengecer bibit ke lokasi penanaman ini ATV yang angkut,” katanya.
Berdasarkan hitungan pria asli Lampung ini, bila cara manual, biaya langsir (mengangkut bibit ke lokasi tanam) mencapai Rp500 per bibit. Sementara kalau dinaikkan ATV, satu kali angkat bisa mengangkut 40 bibit. “Hitungan efisiensinya per 1.000 pokok (batang), dengan ATV satu hari selesai (6—7 jam). Kalau dengan cara manual, bisa 3—4 hari baru selesai,” ujarnya. Jika dibandingkan secara kasar, biaya angkut bibit manual per 1.000 bibit sebanyak Rp500 ribu, sementara dengan ATV, biaya hanya untuk bahan bakar 4 liter per jam sebanyak Rp144 ribu. Jadi, “Kelebihannya, lebih murah dan bibitnya pun tidak rusak karena diangkat-angkat,” tandasnya.
Sementara itu dalam urusan pemupukan, ATV diperankan juga sebagai pengangkut pupuk. Kalau dipaksakan dengan traktor besar, memang 3 ton pupuk bisa terangkut sekaligus, tapi konsekuensinya jalan-jalan kebun rusak. Untuk menghindari kerusakan jalan, pengangkutan pupuk dengan traktor ini hanya sampai ke tempat penumpukan. Dari sini ke jalur pemupukan dekat tanaman, pekerja menggunakan sepeda dan kereta-kereta sorong. Dengan adanya ATV, pupuk dapat diangkut dari lokasi penumpukan sampai ke jalur pemupukan secara lebih efektif dan irit waktu.
“Karung goni pupuk ‘kan 50 kg isinya. Nah, satu kali angkut ATV bisa muat sampai 400 kg dalam kondisi jalan parah sekali. Kita bisa mencapai target pemupukan per hari. Kalau sebelumnya, besok harinya baru selesai target karena terlambat di pengeceran. Jadi setelah ada ATV, jalan tidak ada masalah, pemupukan pun tercover,” tegas ayah dua anak itu. Memang ATV yang berbobot 350—360 kg termasuk pengendaranya, dan berdaya angkut 350—500 kg, dapat berwira-wiri secara leluasa di dalam kebun tanpa merusak jalan.
Sahsudin melanjutkan penuturannya tentang kegiatan panen. “Dulu kami pakai John Deer (traktor) yang besar, muat 3 ton, tapi ya itu jalan kita hancur semua. Terus kita coba pakai sepeda, biayanya mahal karena hitung borongan. Setelah ada ATV, pengangkutan TBS dapat lebih cepat dari Tempat Penumpukan Awal (TPA) ke TPA Pengumpulan,” ujarnya. Berdasarkan sejumlah manfaat yang telah dirasakan itulah, menurut Sahsudin, pihaknya akan menambah jumlah ATV dua unit lagi.
Sesuai Spek
Sebagai produsen ATV, pihak Yamaha merancang kendaraan ini secara cermat agar dapat mengatasi permasalahan di perkebunan. Indra Gumay yang menjabat Assistant Manager ATV Division Head PT Yamaha Motor Kencana Indonesia itu memaparkannya lebih jauh.
Bodi ATV ini kompak dan ringan. Ukurannya, panjang 2.065 cm, lebar 1.180 cm, tingi 90,5 cm, bobot kosong 274 kg, dan kapasitas bahan bakar 20 liter. “Pertama orang lihat mengatakan, lho kok kecil. Justru kecil ini kelebihannya,” ucap Indra.
Sistem transmisinya otomatis, dua pilihan bisa berpenggerak dua roda (two wheel drive) atau empat roda (four wheel drive) dengan sekali sentuh tombol. Sistem suspensinya yang independen membuat ATV bergerak stabil dan nyaman. Selain itu sistem kemudinya electric power steering sehingga ringan dikendarai.
Dengan spek seperti itu, ATV sesuai namanya, dapat bergerak lincah di segala medan. Jalan-jalan kebun yang terlalu sempit untuk kendaraan lain dapat dilewatinya. Pun jalan menanjak, bertingkat, berlubang-lubang, juga lahan gambut tanpa efek menghancurkan jalan, dapat ditaklukkannya dengan mudah dan cepat. Operasional kebun pun lancar, efektif dan efisien.
Peni SP, Ridwan Harahap