Senin, 26 April 2010

Beli Rumah dari Ayam

Bermimpi untuk memiliki rumah sendiri diwujudkan dengan beternak ayam.

Gulung tikar seorang peternak ayam tidak hanya bisa terjadi lantaran melambungnya harga sarana produksi dan peraturan daerah yang kurang kondusif tetapi juga akibat musim pancaroba. Pada musim seperti ini banyak peternak merugi karena banyak ayamnya yang mati. Peternak punya kiat sendiri-sendiri untuk mengatasi kendala itu agar usahanya tetap mendatangkan keuntungan. Salah satunya yang sukses adalah Bahruddin, peternak ayam broiler di daerah Kampung Sawah, Kecamatan Cikaret, Bogor, Jabar.

Bangun Kandang

Pada 2005, Bahruddin mengundurkan diri sebagai anak kandang di peternakan ayam milik Bambang di Depok, Jabar. Ia lalu mencoba beternak sendiri pada lahan seluas 700 m2. Jumlah ayamnya saat itu hanya sekitar 500 ekor. “Maklumlah Mas, saya ‘kan hanya bermodal kecil,” Bahruddin mengawali ceritanya kepada AGRINA.

Lulusan STM Mesin ini menerapkan ilmu yang diperolehnya semasa bekerja di peternakan mulai dari manajemen kandang sampai diagnosis penyakit. Proses budidaya relatif berjalan lancar. Ketika waktu panen kian dekat, ia mengaku sempat kebingungan harus menjual ayamnya ke mana. Beruntung akhirnya ia bertemu pedagang sebelum panen. “Alhamdulillah, waktu itu saya dapat pelanggan tidak hanya pedagang ayam di pasar saja tapi juga pengusaha katering di Bogor,” tutur bapak dua anak ini.

Setelah semua ayamnya terjual, Bahruddin mencoba meningkatkan populasinya menjadi 2.000 ekor dengan membuat kandang di atas lahan milik mertua seluas 800 m2. Modal yang digelontorkannya cukup banyak, mencapai Rp25 juta hanya untuk kandang. Di bawah kandang dibuat kolam lele. “Jadi, selain bisa panen ayam, juga bisa panen lele,” lanjutnya.

Kecuali sukses beternak ayam dan memelihara lele, pria yang hobi mancing ini memendam cita-cita untuk memiliki rumah sendiri, karena, “Saya lima tahun menginap di Pondok Indah  Mertua (PIM),” tuturnya sambil tersipu malu. Setahap demi setahap ia mengembangkan populasi ayamnya. Dua minggu sekali ia berbelanja anak ayam sebanyak 1.000 ekor.

Selama mengembangkan ternak ayamnya, Bahruddin merambah ke pasar-pasar untuk mencari pelanggan. Agar ayamnya tidak terlalu banyak di kandang ia juga merangkul enam pedagang ayam goreng di pinggir jalan seputaran Cibinong. “Setiap pedagang gerobak dorong pesan 10 ekor per harinya,” ungkapnya.

Lambat laun usaha Bahruddin sukses. Ia selalu menyisihkan laba dari usahanya sampai terkumpul sejumlah uang. Tabungannya lalu ini dibelikan tanah seluas 1.000 m2. Di atas tanah ini ia membangun rumah dan lima kandang berkapasitas 50.000 ekor sehingga ia mampu memboyong keluarganya pindah dari Pondok Indah Mertua. “Walau gubuk yang penting rumah sendiri,” ucapnya merendah.

Perjuangan ayah dari Fauzi ini belum lagi usai. Saat membangun rumah, ia mengaku banyak menghadapi cobaan yang menguras kantongnya. Mulai dari biaya pendidikan anaknya masuk SMA hingga penjualan ayamnya yang menurun. Sampai-sampai ia berutang kepada pemasok sarana produksi. “Saat itu saya hanya bisa berdoa, dan berdoa kepada Allah SWT,” tukasnya mengenang masa pahitnya.

Angin segar pun bertiup. Pria berkumis ini akhirnya mendapat pinjaman dari bank sebesar Rp50 juta sehingga bisnisnya pun kembali lancar. Saat ini ia mengelola populasi sebanyak 100 ribu termasuk milik mertuanya. Omzetnya juga membaik sampai Rp10 juta per bulan.

Efek Terapi dari Antibiotik

Salah satu kunci sukses Bahruddin dalam beternak adalah pilihannya pada jenis antibiotik untuk menjaga kesehatan ayamnya dari dampak perubahan iklim. Memang tidak semua ayamnya dapat bertahan. Saat bertemu AGRINA pertengahan bulan ini, ia mengaku sudah 20 ekor ayamnya mati.

Bahruddin mengandalkan antibiotik Cyprotylogrin untuk mencegah serangan bibit penyakit. Komposisi produk keluaran PT Agrinusa Jaya Santosa ini terdiri dari cyprofloxacine dan tylosin tartrate. Ia menggunakan produk ini pada ayam umur 1—2 minggu. Aplikasinya seminggu tiga kali berturut-turut umur 1, 2, 3 hari dan 15, 16, 17 hari. Dengan begitu, ayamnya yang dipanen umur 30 hari dengan bobot 1,7 kg per ekor aman dari kemungkinan residu antibiotik.

Antibiotik ini memberikan efek terapi yang memuaskan, di antaranya tingkat kematian rendah, persentase kesembuhan tinggi, dan konversi pakan lebih baik. Produk ini mengatasi gangguan penyakit ngorok (chronic respiratory disease-CRD kompleks), snot (coryza), dan kolikobasilosis.

Agung Christiawan

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain