Sebagai pioner pengembangan usaha sidat, BLU Karawang menyiapkan tiga hektar areal khusus bagi budidaya ikan tak bersisik ini.
Di Pulau Jawa, Karawang terbilang salah satu lokasi ideal pengembangan budidaya perikanan air tawar. Tercatat, ada sekitar 15.567 ha areal potensial yang tersebar di sembilan kecamatan. Nila, bandeng, udang, rumput laut, dan sidat merupakan komoditas andalan wilayah yang masuk pantai utara Jawa ini.
Di antara semua komoditas yang dihasilkan, Anguilla spp. alias sidat yang terbilang spesial. Selain budidayanya terbilang masih jarang dilakukan, ikan mirip ular ini juga bernilai jual super tinggi. Apalagi sidat jenis bicolor, Jepang sangat butuh pasokan banyak. Tiap tahun permintaan dari Negeri Sakura itu terus meningkat dan diperkirakan mencapai 100 ribu ton. Pasar lain yang butuh banyak sidat adalah Amerika, Singapura, Hongkong, Timur Tengah, dan Eropa.
Adalah Balai Layanan Umum (BLU) Pandu Karawang yang menjadi pioner pengembangan budidaya ikan berjuluk moa ini. Sejak 2007, balai yang dulu bernama Tambak Inti Rakyat tersebut telah secara rutin mengekspor sidat khususnya jenis bicolor.
Harga Tinggi
I Made Suitha, Kepala BLU Karawang, menyatakan, harga idat bicolor memang tak setinggi sidat marmorata. Di pasaran, sidat bicolor dihargai Rp75.000 per kg, dengan bobot layak konsumsi lebih dari 500 g per ekor. Sedangkan harga sidat marmorata dapat mencapai Rp120 ribu—Rp130 ribu per kg. Namun, ”Pasar Jepang lebih menyukai bicolor dan permintaanya sangat tinggi tiap tahun, belum lagi ditambah pasar Hongkong, Korea, dan Taiwan,” bebernya.
Selain karena pasokannya seret, melambungnya harga sidat melambung tak terlepas dari kandungan nilai gizinya yang luar biasa. Dari 100 g daging sidat, terkandung 1.337 mg DHA, 742 UI EPA, dan 4.700 UI Vitamin A. Kandungan DHA-nya jauh lebih besar ketimbang ikan salmon dan tenggiri yang masing-masing hanya 820 mg dan 748 mg. DHA merupakan asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang yang berperan penting dalam perkembangan otak. Zat ini sangat baik bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan.
Tak hanya sampai di situ, sidat juga kaya asam lemak tak jenuh. Ikan bertelinga ini dapat menjadi makanan utama yang dapat mengenyangkan, tapi tak bakal membuat tubuh melar. Sidat pun dijuluki ginseng air lantaran memberikan efek positif bagi stamina dan dipercaya menghambat proses penuaan.
Sistem Indoor
Masih menurut Suitha, sejak direvitalisasi dan diubah menjadi BLU pada 2004, pihaknya berupaya mengembalikan kejayaan seperti pada era udang windu. Salah satu langkahnya melalui pengembangan sidat. Meski komoditas udang tak ditinggalkan, tapi menurutnya, saat ini sidat mendapat perhatian lebih.
BLU Karawang, lanjut dia, mulai memfokuskan usaha budidaya sidat sejak 2006. Setahun berselang, BLU ini berhasil mengekspor sidat ke Jepang dan Australia. “Target kita bisa menghasilkan 20 ton sidat per petak atau satu kuintal per minggu,” ungkapnya.
Berbeda dengan usaha budidaya sidat yang biasa dilakukan, BLU Karawang memilih menggunakan bak di dalam ruangan (indoor). Alasannya, jika menggunakan bak di luar ruangan, kualitas warna kulit sidat bicolor cenderung berubah. Padahal pasar Jepang mematok standar kualitas sangat ketat.
Menurut Muhamad Nurdin, Kepala Tehnik Usaha Budidaya BLU Karawang, budidaya sidat bicolor di bak luar ruangan dapat melunturkan zat pigmen sidat. Alhasil, warna kulit bagian punggungnya berubah menjadi abu-abu. Sejatinya, “Sidat bicolor itu bagian punggung berwarna hitam dan bagian perut berwarna putih. Kalau warnanya sudah berubah, otomatis pasar menolak,” jelasnya.
Dari total 340 ha areal BLU Karawang, lanjut Nurdin, pihaknya menyediakan tiga hektar khusus bagi pengembangan sidat. Dari luasan tersebut, 600 m² digunakan untuk pembangunan 20 bak. “Sidat memang salah satu komoditas unggulan kami. Untuk itu kami serius mengembangkannya. Kami juga buat patung sidat di pintu gerbang sebagai tanda bahwa sidat adalah ciri khas kami,” paparnya.
Nurdin menambahkan, ke depan bukan hanya sidat bicolor yang akan dikembangkan tapi juga jenis marmorata untuk mengantisipasi permintaan pasar. Pasalnya, pasar sidat marmorata juga cukup menganga. Apalagi ditunjang harga jualnya yang lebih menarik.
Pelatihan
Lebih jauh Nurdin menjabarkan, keberadaan BLU Karawang sedikit banyak telah mengubah kegiatan perikanan masyarakat Karawang. Jika sebelumnya usaha budidaya dilakukan secara tradisonal, maka kini warga sekitar BLU perlahan beralih menerapkan teknologi. “Kami memang berkomitmen untuk melakukan transfer teknologi guna perkembangan budiaya perikanan. Ini ‘kan juga sejalan dengan target KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang ingin menggenjot produksi sektor budidaya,” ungkapnya.
Untuk itu pihaknya terbuka bagi masyarakat umum yang berminat magang atau mengikuti pelatihan budidaya. BLU Karawang menggandeng pula para calon pensiunan dari KKP untuk mengikuti pelatihan budidaya. “Keberhasilan dari kami adalah bagaimana masyarakat umum, lebih-lebih warga sekitar BLU untuk mendapatkan kesejahteraan dari transfer ilmu yang kami berikan,” ungkapnya bijak.
Selamet Riyanto