Bermimpi untuk menjadi peternak besar dan sehat diwujudkan dengan kerja keras.
Banyak motivator memberikan semangat, jangan takut bermimpi besar. Ini pula yang mungkin membuat Samsudin yang mengaku minim pendidikan dan pengetahuan tentang peternakan berani meraih cita-citanya menjadi peternak ayam broiler besar di daerah Bintaro, Tangerang, Banten.
Pada 1995, Samsudin hanyalah seorang pengepul kotoran hewan (kohe) di daerah Bintaro. Dalam seminggu ia menampung 15 karung kohe yang didapatnya dari peternak ayam petelur dan broiler bernama Johny. Kohe itu dijualnya kepada petani untuk dijadikan pupuk tanaman. Harganya Rp4.000 per karung. “Dalam sebulan saya mampu meraih omzet Rp700 ribu,” tutur Sam, begitu sapaan akrabnya, kepada AGRINA.
Setahun kemudian, Samsudin dipercaya untuk mengurus ternak ayam Johny. Sambil berdagang ia pun belajar cara beternak dengan memelihara ayam-ayam tersebut. “Itung-itung cari sampingan, yang penting dapur bisa ngebul,” ujar mantan tukang ojek ini.
Dua tahun belajar beternak, pada 1988 Samsudin membuat kandang sendiri seluas 800 m2 berkapasitas 1.000 ekor. Bekas kondektur bus ini bekerja keras mengurus peternakan ayam broilernya dibantu saudaranya. Kerja kerasnya tak sia-sia. Setahun berlalu, populasi ayamnya naik menjadi 2.000—2.500 ekor per periode. Selain itu, ia juga mampu membeli tanah sekitar 800 m2 untuk dijadikan kandang ayam.
Sayangnya, tak begitu lama berjaya, pada 2003 Samsudin “dikerjai” oleh seorang tenaga technical service (TS) dari perusahaan obat hewan. Alhasil, 3.000 ekor ayam di kandang mati mendadak karena salah pemberian obat. “Waktu itu saya percaya aja sama TS itu. Saya sampai nangis karena bangkrut,“ kenang pria yang menikah pada umur 32 tahun ini.
Saran Paranormal
Begitu bangkrut, tidak ada satu perusahaan pun yang mau membantu Samsudin sehingg ia beralih profesi menjadi petani penggarap di lahan orang tuanya. Sedikit demi sedikit uang dari hasil buruh tani ia kumpulkan. Saat menjual hasil panen di pasar Bintaro, seorang paranormal sempat memberinya saran. “Sam, lo itu cocoknya di ayam, lo itu nggak cocok jualan sayuran,” ia menirukan kata-kata si paranormal.
Sebenarnya Sam tidak terlalu percaya dengan paranormal itu, tapi ia tetap mencoba melaksanakan saran tersebut. Ia lalu membeli bibit ayam 1.000 ekor dari PT Peternakan Ayam Manggis, perusahaan pembibitan dan pakan ayam. Setiap mendapat keuntungan dari hasil penjualan ayam, ia kembali membeli 1.000 ekor.
Paranormal itu mungkin ada benarnya. Terbukti dengan beternak ayam lagi, Sam mendapat kepercayaan dari PT Peternakan Ayam Manggis. Ia tidak hanya membesarkan ayam tapi juga menjual bibit ayam 20.000 ekor per minggu, dan pakan 200 ton per bulan. Kini Sam memelihara 120 ribu ekor ayam yang tersebar di Bintaro, Depok, Pamulang, dan Gunung Sindur. Omzet juragan ayam ini pun melambung hingga Rp200 juta per bulan.
Kandang Tertutup
Kendala menghampiri Sam kembali. Kali ini lima kandangnya di kawasan Bintaro bakal tergusur oleh proyek pelebaran jalan menuju Bandara Soekarno Hatta. Karena itu, dengan alasan hemat lahan, ia berani menanamkan investasi cukup besar untuk membangun kandang tertutup (closed house system). “Jadi saya bikin kandang tingkat dengan ukuran 7 m x 36 m,” tuturnya sembari memperlihatkan kandang barunya.
Kandang itu akan dilengkapi dengan kipas penyedot udara bermerek Pericoli. Produk buatan Italia ini disuplai PT Agrinusa Jaya Sentosa. Walau harganya terbilang mahal, produk ini memang bagus. Dengan daya 1.000 watt, kipas penyedot udara ini digerakkan oleh motor yang besar, tarikan anginnya kuat, dan tidak berisik. Dengan kandang tertutup, bau amonia yang menyengat di kandang ayam bisa jauh berkurang sehingga ayam lebih sehat dan pertumbuhannya juga lebih cepat.
Agung Christiawan