Pasar bebas Asean-China (AC-FTA) disepakati tahun 2000 dan diberlakukan penuh sejak 1 Januari 2010. Mulai Januari lalu total 7.306 pos tarif telah menjadi 0%. Di luar ribuan item di atas, masih terdapat 228 pos tarif yang perlu dibicarakan ulang karena berdampak buruk pada industri dalam negeri. Ada pula sejumlah komoditas yang dinyatakan peka dan berkepekaan tinggi yang tarifnya akan diturunkan sedikit demi sedikit pada 2012, 2015, 2018. Namun harap diketahui, bahwa dari daftar yang berkepekaan itu, hanya empat yang dari pertanian, yakni beras, gula, jagung, dan kedelai. Tarifnya cuma boleh turun jadi 5% pada 2015.
Maka Prof. Bungaran Saragih, Menteri Pertanian RI 2000-2004, dalam diskusi di “Sinar Harapan” 9 Maret lalu, mengatakan, sektor pertanian adalah yang paling siap menghadapi pelaksanaan penuh AFCTA 1 Januari 2010 karena telah melakukan “pekerjaan rumahnya”. Sebagai menteri pertanian saat itu, ia telah menggariskan strategi, kebijakan, dan program, yang dilaksanakan sejak 2001. Sayangnya, tidak diteruskan secara konsisten oleh pemerintahan berikutnya sehingga masih ada sejumlah sektor yang belum siap dan minta waktu.
Menurut Prof. Bungaran, dalam produk industri kita bisa saja kurang kompetitif, bahkan kedodoran dibandingkan produk China, tapi dari segi agribisnis kita surplus. Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dalam wawancara dengan AGRINA juga mengingatkan, China adalah pasar yang terbesar di dunia, dalam konteks ukuran dan pertumbuhan, “Kalau kita tidak manfaatkan rugi”. Tapi yang dipandang dengan penuh kekhawatiran oleh pelaku pelaku bisnis di dalam negeri adalah tentang daya serbu produk industri maupun komoditas pertanian China ke sini. Dengan kesepakatan early harvest package, sejak 2004 buah-buahan China sudah masuk, dan jeruk dari China lebih murah ketimbang jeruk asal Medan.
Bayu Krisnamurthi mengatakan, kita harus menempuh langkah cerdas di dua sisi. Satu sisi, memanfaatkan pasar di China, di sisi lain bisa berdaya saing di pasar dalam negeri. Memanfaatkan pasar di China, harus melihat celah pada geografi dan kondisi empat musim di sana. Kita harus pandai mengidentifikasi diferensiasi itu. Di dalam negeri harus diperhatikan daya saing dari cost effective dan cost efficient. Atau memaksa mereka menambah ongkos melalui ketentuan label atau keharusan menggunakan bahasa Indonesia.
Mayjen TNI Purn.Sudrajat, mantan Dubes RI untuk China dalam diskusi di “Sinar Harapan”, melihat penguatan daya saing global dengan penataan lahan dan kawasan industri, pembenahan infrastruktur dan energi, pemberian insentif (pajak maupun non pajak), membangun kawasan ekonomi khusus (KEK), perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga, pembenahan sistem logistik; perbaikan pelayanan publik, penyederhanaan peraturan, peningkatan kapasitas ketenagakerjaan. Pengamanan pasar domestik dilakukan dengan mengawasi ketat ketentuan impor dan ekspor, Surat Keterangan Asal barang (SKA) dari negara-negara mitra FTA, kepatuhan SNI, kandungan isi, kadaluarsa, dan sebagainya. Juga bisa dengan instrumen perdagangan yang diakui WTO. Lalu pengawasan peredaran barang di pasar lokal yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri, kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia. Promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres No 2 tahun 2009), menjalankan program 100% cinta Indonesia dan Industri Kreatif (Inpres No.6/2009).
Patut pula disimak apa yang dikatakan Wakil Presiden Boediono ketika membuka Agrinex 2010, 12 Maret lalu, masih ada kesenjangan antara sektor pertanian dengan perekonomian kita secara keseluruhan. Agribisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi. Koneksi antara pertanian, manufaktur, jasa, dan lain-lain. Ada lagi “soal lama” yang ia dengungkan, bahwa kita ketinggalan dalam infrastruktur fisik di bidang industri dan pertanian. Juga infrastruktur di bidang kelembagaan dan kebijakan, sumberdaya manusia, serta infrastruktur pemasaran guna menyambung petani dan pasar. Pemerintah bertekad mengerjakan hal ini dalam program lima tahun ke depan.
Masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus kita selesaikan dalam menghadapi ACFTA dan pasar dunia.
Daud Sinjal