Hingga 25 Maret lalu, paguyuban pedagang dan pemotong ayam se-DKI masih melakukan demo. Mereka tetap menuntut Perda DKI No.4 Tahun 2007 dicabut.
Sejumlah masyarakat pelaku usaha perunggasan yang tidak sejalan dengan Program Pemda DKI (Perda No.4/2007), tetap ngotot minta pencabutan peraturan tersebut. Pasalnya, menurut pendemo, aturan tersebut membuat para pedagang ayam merugi karena ayam yang dijual sudah tidak segar lagi.
Beberapa aksi penolakan ditunjukkan beberapa waktu lalu oleh ratusan pedagang ayam yang menggelar demo di depan Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat (23/3). Tak puas sampai di situ, ratusan anggota masyarakat paguyuban pedagang dan pemotong ayam se-DKI Jakarta kembali menggelar aksinya di depan Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan (25/3).
Tentu, banyak juga pelaku bisnis perunggasan yang pro terhadap kebijakan Premprov DKI itu. Kalangan peternak maupun pedagang ayam yang berada di pinggiran Jakarta menanggapi perda itu sebagi sebuah peluang bisnis. Salah satunya diakui oleh Heri Wiyoso Tri Kuncoro, pengusaha ayam beku di Cinere, Depok, Jabar. ”Secara nggak langsung ini adalah peluang untuk mengembangkan usaha kami,” tutur lulusan dokter hewan jebolan UGM
Demikian juga Heri Wibowo, peternak asal Bogor, Jabar. Ia mengaku siap dengan adanya perda ini. Dan seandainya kebijakan ini sampai ke pinggiran Jakarta seperti Bogor, ia mengaku lebih senang. “Karena kami lebih gampang menyediakan stok bagi konsumen,” akunya. Hingga kini, ia terus menyelaraskan antara kebutuhan pasar dengan kapasitas produksinya. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi penurunan terhadap penjualan ayamnya.
Tak hanya Tri dan Heri yang mengaku siap, Jajat Mulyana, pemilik Kelompok Besar Usaha Tani Muslim (KBTM) pun mengaku tidak ada masalah menjelang diberlakukannya perda tersebut. “Walaupun ada Perda DKI itu, bisnis unggas tetap menjanjikan. Konsumen pun tak akan berpindah hati bila sudah menjadi langganan. Rezeki itu ‘kan sudah ada yang mengatur,” ujarnya via telepon selular.
Strategi Jitu
Mereka yang berada di pinggiran kota bukan hanya berkata siap. Mereka sudah mempersiapkan beberapa program yang akan diluncurkan seandainya aturan tersebut merembet hingga pinggiran kota Jakarta. Ini terbukti bahwa orang yang di daerah pinggiran sudah mempunyai strategi jitu untuk mengembangkan usahanya.
Seperti yang akan dilakukan Tri, jauh sebelum ada Perda DKI, ia sudah memproduksi ayam beku. Ia memiliki pendingin (freezer) berkapasitas 200 ekor. Tak hanya itu, ia pun menambahkan kotak pendingin (cool box) di setiap motor yang digunakan untuk menjajakan dagangannya. Sejalan dengan itu ia pun melakukan edukasi via telepon. Ia ceritakan kepada pelanggan kelebihan dari produk ayamnya guna meningkatkan penjualan.
Lain halnya dengan Heri, ia berencana membuat rumah potong ayam skala besar dengan fasilitas freezer dan cool box untuk di mobil dan motor. Dalam rangka mendongkrak angka penjualan ayamnya, ia juga akan memfasilitasi para buruh penangkap ayam dengan boks berpendingin untuk berjualan ayam beku.
Hal yang sama dilakukan Jajat. Pria ini berencana membangun rumah potong yang dilengkapi freezer, dan cool box pada motor. Ia juga akan melebarkan bisnis ayam goreng di daerah Cibinong dan Depok dengan harga yang terjangkau untuk kalangan menengah ke bawah.
Agung Christiawan, Selamet Riyanto