Pemberlakuan Perda No.4/2007 secara konsisten kayaknya memang kudu ditunda. Ada dua penyebab utamanya, yakni masih belum siapnya seluruh fasilitas pendukungnya, dan masih perlu waktu untuk pembelajaran kepada masyarakat konsumen maupun pelaku usahanya. Perda DKI Jakarta No. 4/2007 tentang Pengendalian, Pemeliharaan, dan Distribusi Unggas, dan SK Gubernur DKI No. 1627/2009 tentang relokasi rumah pemotongan ayam liar di Jakarta harusnya berlaku mulai 24 April 2010. Aturan itu melarang ayam hidup berkeliaran atau diangkut antar-pasar atau ke konsumen.
Perda 4/2007 lahir di tengah berjangkitnya flu burung. Model pencegahan dan pengendalian ancaman zoonosis seperti ini telah diterapkan di Thailand yang terserang wabah avian influenza H5N1 pada 2003. Penyebab utama merebaknya flu burung diketahui karena virusnya leluasa di udara terbuka saat unggas-unggas itu dalam pengangkutan antar-peternakan dan pasar. Opsi terbaik mengatasinya adalah pemberlakuan sistem tertutup total sehingga lingkungan bisa terjaga dan kontak dengan burung liar atau pembawa patogen dari luar bisa dicegah. Dengan kasus flu burung itu, Indonesia, seperti juga Thailand, harus mampu menjamin keselamatan dan mutu pangan dengan good agricultural practices dan/atau bio-security yang menganut prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points). Prinsip zero-risk yang diadopsi FAO dari NASA itu berlaku untuk negara-negara anggotanya.
Namun tentunya prinsip-prinsip tersebut tidak bisa serta merta diterapkan tanpa sarana dan prasarana pendukung, lebih-lebih tanpa kesadaran bersama masyarakatnya. Perda 4/2007 mengharuskan kegiatan pemotongan ayam di ibukota di lima rumah pemotongan ayam (RPA), tapi ternyata belum kesemuanya siap. Belum pula terbangun jalinan rantai pendingin (utamanya di 153 pasar tradisional di Jakarta) yang mendekatkan produknya ke konsumen. Pun mayoritas konsumen masih meyakini bahwa ayam segar adalah yang di pasar tradisional atau yang baru dipotong. Buktinya, 600 ribu ayam yang dipasok setiap hari untuk Jakarta adalah ayam hidup. Yang dibekukan jauh lebih sedikit, yaitu yang dijual di pasar modern.
Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan DKI Jakarta drh. Edy Setiarto, mengakui penerapan Perda 4/2007 masih akan memakan waktu. “Tapi lebih baik, kalau serempak bulan April mungkin akan chaos”. Tanggal 24 April, katanya, mulai dilakukan penataan, secara bertahap selama enam bulan. Mudah-mudahan akhir tahun selesai semua dan awal tahun depan sudah berjalan. Ia menunjukkan alasan kuat mengapa penataan harus dilakukan. Yakni, kepentingan konsumen akan ketersediaan pangan yang sehat, bersih, aman, utuh, dan halal. Tingkat itu belum tercapai sampai sekarang. Pengusaha juga jangan sampai hancur oleh terpaan flu burung, ayam tiren, formalin, yang menyebabkan harga turun. Restrukturisasi dan relokasi ke RPA akan melindungi mereka. Aspek lainnya yang penting adalah menjaga lingkungan.
Pengusaha sebenarnya lebih senang jualan ayam beku, seperti dinyatakan Heri Wibowo dari Bogor, yang mengharapkan aturan ini bisa merembet sampai ke kotanya. Yang akan mendorongnya membangun RPA berkualitas dan menfasilitasi penangkap-penangkapnya dengan mobil dan motor yang ada cool box-nya. Sedangkan drh. Hari Wiyoso, pengusaha ayam dari Depok melihat Perda 4 itu menguntungkan baik pengusaha maupun konsumen. Pasokan ayam bisa terus tersedia karena berapa pun besar panennya pasti terserap. Tidak busuk karena dibekukan dan disimpan di freezer. Harganya bisa stabil.
Yang ia khawatirkan adalah bakul yang terlalu kecil bisa mati. Tapi ada solusinya, yakni dengan kredit lunak atau secara patungan membeli freezer kecil seharga Rp1,5 juta— Rp3 juta. H. Mufti ZA, pengelola Sukahati Poultry Shop, Tasikmalaya, bahkan mengatakan, pengusaha di daerah yang memasok Jakarta bisa saja patungan membeli kulkas kualitas bagus berkapasitas 1 ton seharga Rp12 juta—Rp16 juta. Dinas pertanian setempat, katanya, sudah memberi gambaran tentang membuat rumah potong milik bersama. Sebelum dikirim ke Jakarta dipotong dulu di situ, sedangkan penjualannya bisa masing-masing. Jadi, mengutip Hari Wiyoso, kalau edukasinya benar, tidak akan jadi masalah, kalau semua bisa jalan bareng, mereka bisa cepat berubah.
Daud Sinjal