Senin, 15 Maret 2010

Mencegah Kresek dan Blast

Kondisi tanaman padi yang sangat bervariasi di lapangan membuat siklus perkembangan hama dan penyakit tidak terputus. Tak heran jika serangannya dari waktu ke waktu bertambah hebat.

Saat ini petani padi di Nusatenggara Barat (NTB) menghadapi serangan penyakit blast yang disebabkan cendawan Pyricularia oryzae. “Serangan blast di daerah kami ini sangat tinggi. Bisa lebih dari 50% tingkat serangannya,” tegas Masujam, PPL di Desa Lenangguar, Kec. Lenangguar, Sumbawa Besar, NTB. Ditambahkannya, dari 800 ha sawah petani binaannya hampir tidak ada yang bebas dari serangan blast.

Sedangkan Jatim memasuki musim tanam kedua pada musim hujan atau musim transisi, petani menghadapi serangan penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight/BLB) atau kresek yang disebabkan bakteri Xanthomonas campestris. Pengamatan lapang pada musim yang sama tahun lalu menunjukkan hampir di seluruh areal pertanaman padi terserang BLB dengan tingkat serangan sekitar 30%. Akibatnya terjadi penurunan hasil 10%—20%.

Serangan pada Fase Bunting

Menghadapi kedua penyakit ini petani sangat resah karena belum ada solusi yang jitu. Gejala blast terdiri dari dua macam, yaitu blast daun dan blast  leher malai. Pada tanaman yang terserang penyakit blast daun, terjadi busuk daun yang dimulai dengan adanya bercak berbentuk belah ketupat, kemudian bercak meluas mengikuti urat tulang daun. Tanaman tampak seperti terbakar. Pada tanaman yang telah keluar malai, serangan terjadi di leher malai disebut blast leher malai. Leher malai yang terserang berwarna cokelat, mengkerut, mudah patah, sehingga malai tidak terisi penuh, bahkan hampa.

Sedangkan gejala BLB diawali bercak kelabu umumnya di bagian pinggir daun. Pada varietas padi yang rentan, bercak berkembang terus dan akhirnya membentuk hawar. Lebih lanjut pertanaman terlihat kering seperti terbakar. Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman.

Serangan kedua penyakit paling umum terjadi saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga atau fase bunting sekitar 40 hari setelah tanam (HST). Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit di lapang, kelembapan tinggi, hujan angin, dan pemupukan N yang berlebihan dapat meningkatkan keparahan serangan penyakit.

Pencegahan Kuncinya

“Sekarang Bayer sedang mengembangkan produk yang namanya Nativo 75 WG.  Nativo adalah fungisida tapi terdaftar juga untuk mengendalikan bakteri X. campestris,” jelas Jarot Warseno, Rice Crop Manager Bayer CropScience. Ditambahkannya, memang Nativo tidak bekerja langsung sebagai bakterisida tapi mampu mencegah serangan bakteri.

Nativo memiliki dua bahan aktif, yaitu tebukonazol 50% dan trifloksistrobin 25%. Tebukonazol, tambah Jarot, sudah kuat untuk mengendalikan hampir semua penyakit padi, kecuali blast dan BLB. Blast dikendalikan langsung dengan trifloksistrobin. Sedangkan BLB dicegah oleh trifloksistrobin dengan cara meningkatkan metabolisme tanaman sehingga daya tahannya meningkat terhadap serangan BLB.

“Oleh karena serangan blast dan BLB muncul pada umur tanaman padi 40 HST, maka  pencegahan dengan aplikasi Nativo dilakukan pada tanaman umur 30 HST. Dan kembali diulang pada umur tanaman 40 HST. Sedangkan di daerah endemik, perlu ditambah penyemprotan ketiga pada umur tanaman 50 HST. Dosisnya harus tepat, yaitu 200 g/ha,” jelas Jarot panjang lebar. 

Untung Jaya

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain