Ancaman penyakit flu burung bagi ternak unggas maupun peternaknya menuntut keterpaduan langkah pengendalian dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan.
Keganasan penyakit avian influenza (AI) alias flu burung di Kabupaten Sukabumi sejak 2003 hingga awal 2010, menurut Bupati Sukabumi Sukmawijaya, telah menyebabkan kematian pada unggas sebanyak 427.565 ekor. Kecuali itu, penularannya pada manusia menyebabkan 36 orang diduga meninggal akibat penyakit ini.
Pada tataran nasional, bahkan global, jumlah korban manusia dikhawatirkan semakin besar bila virus influenza A subtipe H5N1, penyebab flu burung itu mengalami percampuran genetik sehingga bersifat mudah menular pada manusia. Karena itu dua kementerian teknis, Pertanian dan Kesehatan mencanangkan gerakan nasional “Peternak Sehat, Ternak Sehat” di Kampung Sadamukti, Desa Tenjolaya, Kec. Cicurug, Sukabumi (5/2).
Mengambil tempat di Ponpes Tarbiyatul Falah, di dekat lokasi peternakan Kelompok Peternakan Rakyat Ayam Kampung Sukabumi (KEPRAKS), acara tersebut dihadiri Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, Mentan Suswono, Bupati Sukabumi Sukmawijaya, dan Kadisnak Sukabumi Asep Sugianto juga sejumlah peternak anggota KEPRAKS serta undangan lainnya.
Menurut Menkes, “Gerakan nasional ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama peternak dan meningkatkan produktivitas peternakan di desa melalui model kegiatan keterpaduan Peternak Sehat dan Ternak Sehat.” Sementara itu, Mentan Suswono, mengatakan, gerakan nasional ini sebagai upaya pemerintah untuk melakukan restrukturisasi perunggasan, termasuk unggas lokal di pedesaan. “Restrukturisasi hendaknya diartikan bukanlah pemusnahan, melainkan penataan kembali secara menyeluruh mulai dari sektor hulu, budidaya, hilir, struktur kelembagaan, dan struktur pembiayaan,” ucap Suswono.
Teknis Pelaksanaan
Sektor budidaya unggas sampai sekarang masih rawan penularan dan menjadi sumber penyakit sehingga dilakukan penataan wilayah dan kawasan serta penerapan tatacara beternak yang baik. Karena itu pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Penataan Pemeliharaan Unggas di Pemukiman dan Restrukturisasi Perunggasan sebagai pedoman.
Unggas nonras, khususnya ayam kampung, kebanyakan dipelihara dalam skala kecil, berkeliaran tidak dikandangkan, lokasinya tersebar di dekat pemukiman. Ini perlu diubah menjadi usaha skala menengah, semi intensif dikandangkan, dan terkonsentrasi dalam satu kawasan formal yang memiliki kepastian hukum. Dengan begitu, peternak unggas lokal dapat meraih keuntungan layak dan mampu berkontribusi dalam ketahanan pangan. Dan yang tak kalah pentingnya, mereka dan masyarakat sekitarnya terhindar dari ancaman virus flu burung.
Itu pula yang hendak dicontohkan pemerintah di Tenjolaya. Pemerintah merelokasi peternakan ayam kampung milik anggota KEPRAKS menjauhi pemukiman ke tengah persawahan sejauh sekitar dua kilometer. Di sini akan dibangun 10 unit kandang kelompok, masing-masing berkapasitas 2.000 ekor. Ayam-ayam milik peternak dan masyarakat dipindahkan ke kandang tersebut dan dipelihara dengan memenuhi kaidah budidaya yang benar.
Saat pencanangan, satu kandang percontohan yang dibangun secara swadaya sudah berdiri. Menurut Ade M. Zulkarnaen, Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI) yang juga Ketua KEPRAKS, “Pembangunan kandang lainnya dengan dana pemerintah akan selesai Maret 2010.” Peternak dan warga sekitar pemilik ayam kampung yang ingin menitipkan ternaknya harus memenuhi syarat, seperti wajib jadi anggota KEPRAKS. Sebagai kompensasinya, hasil penjualan ternak nantinya dipotong biaya pemeliharaan.
Agung Christiawan