Sabtu siang 11 Oktober 2003, di atas kapal perang RI (KRI) Dalepele di Teluk Tomini (wilayah perairan Gorontalo, Sulut, Sulteng), Fadel Muhammad mendampingi Presiden Megawati Sukarnoputri mencanangkan Gerakan Pembangunan Nasional Kelautan dan Perikanan (Gerbang Mina Bahari). Ketika itu Fadel di tengah periode pertama jabatannya sebagai Gubernur Gorontalo (2001-2006). Tujuh tahun kemudian saat masih menjalani masa jabatannya kedua sebagai gubernur, ia diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Fadel segera saja menyatakan siap menjalankan tugas barunya. "Saya telah berhasil menaikkan kesejahteraan nelayan di Gorontalo menjadi Rp1,6 juta per bulan. Sementara di Indonesia saat ini penghasilan para nelayan rata-rata hanya Rp1 juta," klaimnya. Dia akan menerapkan cara di Gorotalo tersebut untuk meningkatkan pendapatan para nelayan nasional yang berjumlah 24 juta orang dan rata-rata berpenghasilan rendah.
Jumat, 13 November 2009, Fadel kembali ke Gorontalo. Kali ini ia sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan untuk secara langsung mencanangkan Program Minapolitan. Dia menginginkan provinsi yang pernah dipimpinnya itu sebagai wilayah percontohan di sektor perikanan, baik budidaya maupun tangkap. Minapolitan adalah kawasan yang secara spesifik mengembangkan perikanan sebagai ekonomi basisnya. Dalam program 100 hari kementeriannya, dilakukan pemberdayaan di 56 kabupaten/kota di 33 provinsi. Juga penyediaan prasarana fisik di lima pelabuhan perikanan UPT pusat dan 25 pangkalan pendaratan ikan UPT daerah, pelepasan varietas ikan nila BEST dan Larasati.
Ciri utama Program Minapolitan adalah satu desa satu pasar (ikan). “Kalau program satu desa atau kelurahan ada pasar atau tempat transaksi produk perikanan, dampaknya luar biasa,” kata Victor Nikijuluw, Direktur Usaha dan Investasi, Ditjen P2HP, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Program one village one market (OVOM) ini bukan hanya tugas pemerintah tapi juga swasta. Menteri Fadel menyebutkan tentang dukungan tiga pihak, yakni kesiapan balai-balai benih, dukungan perguruan tinggi dan dukungan masyarakat termasuk swasta (Tempo, Inforial, 8 Februari).
Victor Nikijuluw lebih merinci pada empat jalur mengembangkan OVOM. Pertama, revitalisasi pasar tradisional. Kedua, membangun pasar baru. Ketiga unit mobil (berpendingin), yang bergerak dari satu desa ke desa lain. Keempat, dengan sistem waralaba, mendorong swasta membangun waralaba. Kalau terobosan ini berhasil, maka setiap desa atau kelurahan ada pasar atau tempat transaksi produk perikanan.
Namun ada pesan cukup penting yang terselip pada wawancara AGRINA dengan Dr. Nikijuluw. Penting karena menyangkut persoalan yang sudah akut di negeri ini, yakni persoalan ketersediaan. Ketersediaan yang bukan semata karena kelangkaan produksinya, tapi kelemahan pada rantai distribusi dan logistiknya. Atau apa yang dikenal sebagai manajemen rantai pasokan.
Memang Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak bisa mensukseskan Minapolitan tanpa dukungan kerjasama kementerian-kementerian teknis yang lain. Bagusnya, kita memang mengenal kelebihan seorang Fadel Muhammad dalam berkomunikasi dan menggalang kerjasama dengan siapa pun yang terkait kepentingannya. Dengan Menteri Pekerjaan Umum ia berhasil mendapatkan komitmen untuk membenahi infrastruktur perikanan yang mencapai Rp1,7 triliun. Dengan Kementerian Pertanian akan lebih digalakkan keterpaduan antara Program Agropolitan yang sudah ada selama ini dengan kelautan dan perikanan. Ia juga sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan untuk penambahan anggaran yang dapat dicairkan cepat (Januari 2010). Tinggal dibicarakan dengan Komisi IV DPR.
Dalam kaitan minapolitan diharapkan derap langkah bersama dengan Kementerian PU, Pertanian, Keuangan, Komisi IV DPR, pengusaha, nelayan tradisional, para pemangku kepentingan perikanan budidaya dan tangkap ini bisa lebih terfokus pada penanganan ketimpangan-ketimpangan antara produksi, rantai distribusi di Nusantara ini. Jalan, dermaga pendaratan, rantai cold storage, penghapusan restribusi yang memeras nelayan dan transportasi produk perikanan. Ini tentunya harus berlaku juga bagi agropolitan atau pun food estate, termasuk prosesing dan manufakturingnya.
Daud Sinjal