Kabupaten paling timur Indonesia ini semakin menunjukkan kesiapannya sebagai lokasi pengembangan food estate.
Dengan luas 45.075 km2 dan cadangan lahan pertanian 2,5 juta ha menjadikan Merauke potensial dikembangkan sebagai kawasan pangan. Lahan yang tersedia di sana terdiri dari lahan basah 1,937 juta ha dan lahan kering 554,5 ribu ha. Topografi areal tersebut hampir semuanya datar.
Lahan basah potensial dijadikan sawah tersebar di sembilan distrik (kecamatan), yaitu Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Jagebob, Sota, Muting, Elikobel, Ulilin, Okaba, dan Kimaam. Dari potensi tersebut, sampai sekarang baru dimanfaatkan 30.000 ha. “Kenapa kita harus kelaparan kalau ada tanah pertanian luas di Merauke,” cetus Johanes Gluba Gebze, Bupati Merauke.
Sebelum pemerintah pusat membuat program food estate, Pemda Merauke sudah lebih dulu memiliki program pembangunan pertanian jangka panjang. Program itu dipadukan dalam konsep Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). “Diharapkan, program ini mampu menggerakkan dan mengundang berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pengembangan pangan dan energi berbasis pangan di Merauke,” Omah Laduani Ladamay, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Merauke menjawab AGRINA.
Sejumlah pihak swasta tergiur berinvestasi di sana. Namun mereka mengeluhkan fasilitas infrastruktur kurang memadai. Pemda Merauke pun tak tinggal diam. Salah satu langkah nyata adalah melakukan rapat koordinasi di lokasi (21—23/1). Semua kementerian terkait dan swasta diajak duduk satu meja berdiskusi mencari jalan keluar bagi kendala investasi. Bagaimana hasilnya?
Perhatian Khusus
Masalah ketahanan pangan dan energi, mendapat perhatian spesial dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan Food Estate termasuk lima unggulan program 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu II. Hal tersebut diungkapkan Prof Dr. Jusuf, Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi. “Presiden begitu concern dan serius terhadap masalah ketahanan pangan dan energi. Presiden juga sangat menginginkan Indonesia suatu saat bisa menjadi pemasok pangan dunia,” ucapnya.
Saat dimintai komentarnya mengenai kesiapan Merauke, Jusuf berpandangan positif. Menurut dia, adanya komitmen dari presiden dan pemda adalah modal. Apalagi, kondisi lahan Merauke sangat potensial dan semangat masyarakat setempat begitu tinggi. “Ini jadi menarik, presiden mendukung, pemda dan masyarakat juga mendukung. Tinggal menyatukan persepsi antara pusat, daerah, dan investor,” paparnya.
Sementara itu Velix Vernando Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah yang juga hadir dalam pertemuan tersebut mencatat empat hal jelang pelaksanaan Food Estate. Yaitu, masalah regulasi, anggaran, pembangunan sosial budaya masyarakat, dan lingkungan. “Penetapan master plan harus jelas dan langkah konkretnya serta memperhitungkan besarnya anggaran,” kata Velix.
Menyangkut anggaran, terutama pembangunan infrastruktur irigasi dan sistem pengairan, Donni Azdan, Direktur Pengairan dan Irigasi, Deputi Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Sarana dan Prasarana juga punya pendapat sama. Menurutnya, pendataan kebutuhan infrastruktur harus cepat dilakukan supaya pemerintah bisa memperhitungkan besarnya investasi. “Seperti yang kita tahu, pemerintah tidak memiliki dana besar,” ujarnya.
Namun Donni memberikan saran, ada baiknya swasta terlibat dalam pembangunan infrastruktur. Kerjasama semacam itu sudah sering dilakukan dalam beberapa proyek. “Untuk lima tahun ke depan rasanya anggaran kerjasama pemerintah dengan swasta akan jauh lebih besar daripada APBN. Sudah saatnya kita melihat potensi untuk penyediaan infrastruktur,” bebernya.
Irigasi dan Rawa
Kesiapan infrastruktur memang sangat penting. Selain kondisi jalan, ketersediaan sistem irigasi akan mempengaruhi kemudahan berusaha. Djaja Mumi, Direktur Rawa dan Pantai, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum mengungkapkan, air di Merauke cukup melimpah. Namun bagaimana air itu bisa sampai ke lahan pertanian masih menjadi tanda tanya.
Untuk itu pihak PU berjanji membantu memperbaiki kondisi sistem pengairan di Merauke. Langkah pertama yang diambil adalah membagi tiga zona pengelolaan berdasarkan pengelompokan distrik dan aksesibilitas. Zona I meliputi Distrik Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Sota, Jagebob, Muting, dan Ulilin. Zona II meliputi Distrik Kurik dan Okaba, serta Zona III meliputi Distrik Kimaam. “Target kita adalah 100 ribu ha areal persawahan dapat teraliri air dengan memanfaatkan sumber air di Merauke, termasuk rawa,” terang Djaja Mumi.
Dalam pengembangan jangka pendek, lanjut dia, akan dilakukan optimalisasi sarana yang sudah terbangun. Di samping itu juga dilakukan rehabilitasi Saluran Topeko-Kurik guna mendukung ketersediaan air di kawasan Wapeko dan sekitarnya. Dibangun pula instalasi pompa pemasukan (intake) Wapeko-Salor 3 untuk mengalirkan air ke lokasi rencana persawahan yang perbedaan ketinggiannya (head) tidak cukup besar.
“Tahun ini kita memiliki dana operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa cukup besar. Bagi Merauke tersedia Rp5 miliar. Memang untuk menjawab ketahanan pangan adalah dengan memanfaatkan daerah rawa seperti Merauke ini,” ungkap Djaja Mumi lebih jauh.
Komitmen
Kendala memang masih banyak, tapi dengan komitmen semua pihak, itu akan menjadi kunci untuk memperbaiki semua. Hal tersebut disimpulkan Hilman Manan, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian, yang juga ketua dalam diskusi tersebut.
Hilman mencatat beberapa hal yang harus cepat terselesaikan jelang realisasi Food Estate. Pertama, program pengembangan pangan ini harus dilakukan dengan skala bertahap agar lebih tepat sasaran. Infrastruktur, kepastian lokasi, dan status lahan menjadi mendesak penyelesaiannya.
Pelaksanaan program ini, menurut Hilman, juga wajib menyertakan petani. Masalah perizinan harus lebih disederhanakan. Ia juga mengimbau pemerintah untuk memberikan insentif bagi swasta yang berinvestasi. “Merauke adalah kawasan andalan subsektor tanaman pangan di wilayah timur. Skala luas dan komersial. Maka kita harus selesaikan permasalahannya. Untuk itu butuh kerjasama semua lini,” tandasnya.
Sementara itu orang nomor satu Merauke, Johanes Gebze, berjanji akan menyelesaikan semua kendala dengan cepat. Ia berharap penunjukan wilayahnya sebagai kawasan pangan dengan berbagai aturannya bisa terealisasi sebagai kado HUT ke-108 Kota Merauke. “Izokad Bekai Izokad Kai artinya kita harus satu hati, satu tujuan. Komitmen bersama untuk kesejahteraan kita semua,” ucapnya bersemangat
Selamet Riyanto