Produk sayuran lokal siap-siap menghadapi gelontoran sayuran impor akibat pemberlakuan perdagangan bebas Asean-China.
Terbukanya pasar Asean-China per 1 Januari 2010 yang ditandai dengan bea masuk nol persen diduga mengancam pasar komoditas sayuran dalam negeri. Berbagai kalangan menilai, kebijakan ini sama saja menyerahkan pasar sayuran lokal ke China. Kekhawatiran muncul lantaran produk sayuran asal Negeri Tirai Bambu itu terkenal murah.
Sehubungan dengan pembebasan bea masuk tersebut, Yul Harry Bahar, Direktur Budidaya Tanaman Sayuran, Ditjen Hortikultura, menuturkan, perdagangan produk sayuran memang pada akhirnya menekankan persyaratan mutu, keamanan pangan, SPS serta jaminan kegiatan produksi dilakukan secara ramah lingkungan.
Sayuran Unggulan
Menurut kalkulasi Yul, sesungguhnya kebutuhan sayuran nasional dapat dipenuhi dari produksi sendiri. Namun akibat pola produksi yang musiman, ketersediaannya tidak merata sepanjang tahun. Saat pasokan lokal seret, masuklah produk impor sebagai substitusi.
Agusman, pengusaha bawang merah di Brebes, Jateng, membenarkan pernyataan Yul tersebut. Bawang merah impor selama ini hanya dijual jika stok bawang merah dari wilayahnya dan Kediri sedang kosong. “Belakangan karena pasokan bawang merah kurang, persediaan bawang impornya jadi bertambah. Saat ini persediaan saya 4 ton bawang lokal, dan 2 ton bawang impor,” akunya melalui telepon.
Untuk menjamin ketersediaan yang merata sepanjang tahun dalam jumlah sesuai kebutuhan, pemerintah telah mengupayakan produksi berdasarkan keseimbangan pasokan dan permintaan.
Menyikapi kondisi pasar yang terbuka ini, Afrizal Gindow, Direktur Pemasaran PT East West Seed Indonesia, berpendapat, Indonesia harus memprioritaskan pengembangan komoditas unggulan. Kriteria unggulan, menurut produsen benih di Purwakarta ini, mengacu pada besarnya pangsa pasar, daya saing, punya nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekosistem.
Afrizal berharap, peningkatan produksi hortikultura terutama diarahkan pada pemenuhan kebutuhan pasar lokal untuk konsumsi, bahan baku industri, dan peningkatan ekspor. “Peningkatan produksi, mutu dan daya saing produk merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan dibarengi dengan upaya pengembangan pasar dan promosi,” sarannya.
Terkait komoditas unggulan, Yul menjelaskan, berdasarkan Kepmentan No. 511 Tahun 2006, pemerintah membina 323 jenis komoditas, terdiri dari buah-buahan 80 jenis, sayuran 60 jenis dan tanaman hias 117 jenis. Unggulan sayuran terdiri dari kentang, cabai merah, bawang merah, kubis, tomat, dan paprika. Saat ini sedang berkembang juga jamur merang.
Di antara keenam unggulan tersebut, berdasarkan data Pasar Induk Kramatjati (PIKJ), Jakarta, yang berhadapan dengan produk impor adalah bawang merah (asal Australia, India, dan Filipina) serta wortel (China).
Di luar ketakutan banjir produk impor, sesungguhnya peluang ekspor sayuran Indonesia juga cukup besar. “Peluang bisnis sayuran kita cukup besar. China sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan sayuran pasar lokalnya,” urai Achmad Pepen Rivani, Direktur Bimandiri, pemasok pasar modern serta eksportir sayuran dan buah-buahan, di Lembang, Bandung. Pemasok sayuran ke China antara lain Singapura, Malaysia, dan Thailand. “Singapura terus teriak kepada Indonesia minta dipasok beragam sayuran. Tapi sampai sekarang, ekspor kita ke Singapura hanya 6% dari kebutuhan total mereka,” akunya.
Yan Suhendar