Dengan melaksanakan rotasi tanam, petani bisa meraup Rp12,5 juta hanya dari kebun seluas 1.000 m2.
Bila perluasan lahan tidak memungkinkan lagi, memaksimalkan pemanfaatan lahan menjadi solusi untuk memperoleh pendapatan yang optimal. Inilah yang dilakukan Kelompok Ragam Usaha Tani (Ragusta) di Desa Bojong, Kec. Kemang, Bogor, Jabar, dalam rangka meningkatkan penghasilan anggotanya dengan mengutak-atik pola tanam beberapa jenis sayuran dataran rendah.
Muhammad Mulya, Ketua Kelompok Ragusta, mengisahkan, dulu petani di daerahnya mengupayakan padi dan jagung. Namun, sejak 1999 banyak di antara mereka yang beralih ke komoditas ke sayuran dataran rendah. Mereka berdalih, padi dan jagung memerlukan syarat budidaya sangat lengkap, waktu produksinya panjang, dan keuntungannya tidak sesuai dengan modal kerja yang dikeluarkan. Apalagi ditunjang semakin menyempitnya lahan pertanian. “Akhirnya, petani di sini banyak beralih yang menanam bayam, jagung manis, dan kangkung,” jelasnya.
Rotasi Tanam
Kelompok Ragusta yang dibentuk pada Juni 2008 kini menaungi 30 petani dengan total kepemilikan lahan sekitar 38 ha. Anggotanya bercocok tanam timun, pare, oyong, kacang panjang, jagung manis, bayam, kangkung, dan terung ungu. Di samping itu mereka juga memelihara ikan dan ayam. “Pola tanam yang diterapkan ketika itu masih tumpangsari antara bayam dan kangkung, serta jagung manis,” jelas Mulya.
Untuk meningkatkan usaha, mereka lalu mengintensifkan penanaman dengan merotasi bayam, kangkung, jagung manis, timun, pare, oyong, dan kacang panjang dalam dua periode, masing-masing 4 bulan dan 7 bulan lalu diakhiri pengolahan lahan selama satu bulan. Menurut Mirza M. Noer, Sekretaris Ragusta, sampai sekarang baru sekitar 10% anggota yang pola tanam tersebut. “Padahal, rotasi tanaman ini telah mampu meningkatkan pendapatan petani 15%—20%,” cetus Mulya.
Rotasi tanaman ini diadopsi dari seorang konsultan asal Belanda awal 2009. Untuk periode pertama, petani menanam kangkung bersama jagung manis. Setelah kangkung habis dipanen dalam 25 hari, digantikan bayam juga umurnya sama. Sementara jagung manisnya baru dipanen saat umur 70 hari. Periode pertama ini berlangsung selama 4 bulan.
Periode selanjutnya ditanam timun dengan umur panen 3 bulan. Giliran berikutnya adalah paria dan kacang panjang yang dapat dipanen dalam 4 bulan. “Periode tanam ini membutuhkan waktu 7 bulan. Sisa satu bulan untuk pengolahan tanah,” terang Mulya.
Setelah menerapkan rotasi tanam ini, Mulya menggambarkan pendapatan seorang anggota yang luas lahannya 1.000 m2. Pada periode pertama petani memproduksi bayam sebanyak 50.000 ikat. Dengan harga jual Rp200 per ikat, ia memperoleh Rp1 juta per periode. Ia juga panen kangkung 10.000 ikat yang laku dijual Rp200 per ikat sehingga menghasilkan Rp2 juta per periode. Sedangkan produksi jagung manisnya satu ton dengan harga jual Rp1.500 per kg memberinya Rp1,5 juta per panen. Bila dijumlahkan, sebanyak Rp4,5 juta masuk kocek si petani.
Dari periode kedua, petani tersebut panen 6 ton timun senilai Rp6 juta, 4 ton paria senilai Rp8 juta, dan 3 ton kacang panjang senilai Rp6 juta. Sehingga total periode kedua memberikan hasil Rp20 juta.
Jika dipotong ongkos produksi untuk 1.000 m2 tersebut sekitar Rp12 juta, maka petani menikmati keuntungan mencapai Rp12,5 juta. “Keuntungan itu tentunya akan lebih besar seandainya rotasi diterapkan pada lahan yang lebih luas lagi,” ucap Mirza.
Yan Suhendar