Kemitraan sebaiknya saling menguntungkan peternak dan perusahaan inti sehingga perkembangan usaha kedua belah pihak semakin pesat.
Bagi yang berminat jadi peternak ayam broiler, kemitraan merupakan pilihan tepat untuk memulai usaha. Kemitraan yang saling menguntungkan akan membuat usaha peternak berkembang cepat. Menurut Achmad Dawami, Senior Vice President PT Primatama KaryaPersada (PKP), salah satu perusahaan kemitraan unggas, “Jika hanya beternak, semua orang mungkin bisa, tapi belum tentu bisa memasarkan. Kemitraan itu akan saling menguntungkan. Perusahaan perunggasan yang bertindak sebagai inti tidak perlu investasi kandang, sedangkan plasma (peternak) tidak perlu berspekulasi terhadap harga produk maupun sapronak,” katanya.
Tiga Pilihan
Paling tidak ada tiga pilihan bagi peternak yang ingin bermitra. Pertama, kemitraan harga kontrak atau garansi. Pemeliharaan ayam berdasarkan kontrak yang ditawarkan perusahaan inti. Perjanjian kontrak tersebut juga memuat harga sapronak, yaitu anak ayam/DOC dan pakan. “Peternak akan memperoleh sisa hasil usaha dari perhitungan penjualan ayam dikurangi biaya-biaya yang diberikan oleh pihak inti. Selain itu juga peternak bisa mendapatkan tambahan dari insentif performa produksi,” ucap Sugiyarto, peternak yang telah menjalin kemitraan dengan PKP di Sukabumi, Jabar.
Sugiyanto memaparkan pola kemitraan kedua, yaitu maklun/upah kerja. Dalam kemitraan ini, peternak akan mendapatkan hasil usaha dari perhitungan biaya upah kerja per ekor ayam yang berhasil dipanen.
Pola ketiga adalah semi kemitraan. Pada pola ini, harga sapronak sudah disepakati dari awal pemeliharaan tetapi harga jual ayam ditentukan pada saat panen disesuaikan dengan kondisi pasar.
Di tempat lain, Ir. Lucky Ranti, pemilik Lucky Ranti Poultry Shop di Tangerang, mengurai tentang beberapa keuntungan kemitraan. Misalnya, modal relatif kecil, dan tugas peternak menyediakan kandang, tenaga kerja, serta pemeliharaan secara maksimal. Keuntungan bisa diprediksi dari masa awal pemeliharaan karena harga sapronak dan harga jual ayam saat panen sudah diketahui. Risiko usaha pun kecil. Kalaupun terjadi kerugian, jumlahnya tidak sebesar jika beternak secara mandiri.
“Selain itu, ada juga bantuan manajemen pemeliharaan dan bantuan operasional. Pihak inti secara rutin mengadakan pendampingan melalui bagian lapangan untuk mendampingi peternak supaya hasil ternaknya optimal,” jelas Lucky, sapaan akrabnya.
Bisa Rugi
Namun, Lucky yang dulu bermitra dengan salah satu perusahaan ini juga mengingatkan agar peternak memahami bahwa dalam kemitraan juga bisa merugi. Kerugian terjadi bila kualitas dan kuantitas sapronak yang diberikan perusahaan inti kurang bagus. Keuntungan peternak juga tidak akan sebesar kalau mandiri ketika harga tinggi karena ada pembagian risiko antara inti dan peternak. Ada pula kasus lain, pembayaran sisa hasil usaha yang lambat, penentuan panen yang dominan ditentukan perusahaan inti, serta fluktuasi harga yang lebih banyak ditentukan perusahaan inti.
Beberapa hal yang patut dipertimbangkan sebelum menentukan bermitra dengan perusahaan inti adalah mencari informasi sebanyak mungkin tentang perusahaan inti tersebut. Usahakan terlebih dahulu mengetahui penggunaan sapronak (pakan, anak ayam), kualitas dan kontinuitas sapronak. “Usahakan juga untuk mendapatkan brosur (penawaran) harga kontrak yang selanjutnya dihitung dan dibandingkan dengan perusahaan inti yang lain,”ucap Lucky melalui telepon.
Jika sudah mantap pilihan intinya, kesuksesan menjadi peternak broiler tinggal tergantung upayanya. Sudah banyak peternak yang sukses menjadi plasma. Misalnya, Supitan, peternak di Talang Jambe, Talang Betutu, Sukaramai, Palembang. Ia memulai beternak ayam pada 1999 secara mandiri dengan populasi 500 ekor. Namun perkembangan usahanya lambat. Karena itu setahun kemudian ia menjalin kemitraan dengan PKP. Kini populasi ayam pria lulusan SD ini mencapai 55.000 ekor.
Demikian pula, Rizal, peternak di Matamerah, Sei Selincah, Kalidoni, Palembang. Sebelumnya ia bekerja di sebuah perusahaan waralaba ayam ternama di Jakarta. Sejak tahun 2000, sarjana hukum ini bergabung pula dengan PKP. Populasi ayamnya pun naik dari 500 ekor menjadi 32.000 ekor. “Akhirnya saya memilih untuk berwiraswasta dengan menekuni usaha ternak ayam ini karena sangat menguntungkan,” tandasnya. Tak berbeda dengan Sugiyarto yang sukses memiliki populasi 50.000 ekor dari hanya 2.000 ekor. Padahal ia baru bermitra selama dua tahun.
Yan Suhendar