Mulai 2005, Sembalun bangkit bersama kentang Atlantik.
“Tahun lalu kita mampu mengirim 2.840 ton kentang Atlantik ke pabrik,“ ungkap Minardi, Ketua Kelompok Horti Sembalun Lawang (Horsela), Kab. Lombok Timur, Nusatenggara Barat. Tak kurang 500 petani terlibat dalam produksi itu dengan luas hamparan 150 ha. Sepanjang tahun ini kelompok yang terbentuk sejak 1998 itu, menargetkan memanen 5.000 ton kentang yang sama.
Pada 2005, kelompok ini menjalin kerjasama dengan PT Indofood melalui sistem kemitraan plasma–inti. Pihak inti menyediakan bibit dan menjamin pasar, sedangkan petani selaku plasma wajib menyetorkan hasil panennya.
Spesial Musim Kering
Awal kerjasama, Horsela hanya diberi kepercayaan menanam sebanyak 200 kg benih kentang Atlantik. Lantaran dianggap berhasil, kelompok ini mendapat mandat lebih. Selang setahun, Horsela diperbolehkan menanam sebanyak satu ton benih. “Hasilnya lumayan bagus, kita bisa panen lebih dari 10 ton. Periode berikutnya kita menanam 8 ton bibit,” tambah Minardi yang mantan perangkat desa tersebut.
Wilayah yang terletak di kaki Gunung Rinjani ini potensial sebagai daerah pengembangan kentang. Dari sisi kualitas, nyatanya tidak kalah ketimbang sentra lain semisal Lembang (Jabar), Dieng (Jateng), dan Malang (Jatim).
Letak geografis membuat daerah ini relatif aman dari serangan hama dan penyakit. Serangan Nematoda Sista Kuning (NSK), si cacing mas, pada tanaman kentang di daerah lain acapkali menyebabkan gagal panen. Namun itu tidak dialami petani Sembalun. Lebih dari itu, dengan pola tanam tepat pada musim kemarau menjadikan desa seluas 11.672 ha ini satu–satunya lumbung kentang Atlantik saat bulan kering.
Lebih jauh Minardi menjelaskan, musim penghujan petani Sembalun menanam padi varietas lokal yang disebut beras merah. Setelah enam bulan masa tanam padi, baru dilanjutkan dengan kentang. ”Jadi saat kita panen kentang, daerah sentra lain tidak bisa panen. Itulah salah satu keunggulan kita,“ terangnya.
“Sembalun bisa dijadikan sentra sayuran dataran tinggi yang komersial untuk pemenuhan pasar dalam dan luar negeri,” ungkap Dr. Ir. Ahmad Dimyati,MS, Dirjen Hortikultura, Deptan. Selain kentang, lanjut dia, komoditas yang bisa dikembangkan di Sembalun adalah bawang putih, paprika, jamur, tanaman hias, dan buah-buahan. Pada 2010, pemerintah akan kembali menggalakkan penanaman bawang putih. “Impor bawang putih akan dibatasi agar petani bergairah menanam bawang putih,” tandasnya.
Banyak Dukungan
Tampaknya, pengembangan kentang, termasuk pembibitan, di Sembalum, semakin fokus dilaksanakan. Hal itu terlihat dari perhatian pemerintah daerah setempat dan yang terkait. Sekarang terdapat sebuah program pengembangan pembibitan kentang di daerah itu yang didanai ACIAR-Australia. Lembaga ini bermitra dengan Department of Agriculture and Forestry Western Australia (DAFWA), Badan Litbang Deptan (Balitsa, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)-NTB), dan Dinas Pertanian NTB. Menurut Dr. Eri Sofiari, Koordinator Proyek ACIAR di Balitsa, program pengembangan pembibitan kentang di Sembalun itu akan berakhir tahun depan.
Lebih jauh Eri menyebutkan, upaya peningkatan produksi dan pengembangan benih kentang Sembalun mulai dilaksanakan sejak 2006. Kegiatan pokok program meliputi survei baseline, interaksi dengan para kontak tani dan tokoh masyarakat, workshop, serta training of trainer (TOT) bagi para petani pemandu, serta melakukan sekolah lapang.
Dalam upaya pengembangan benih, pada 2006 Balitsa mengirimkan 1.500 kg benih G0 Atlantik. Benih tersebut kemudian dikembangkan oleh mitra Indofood di Sembalun. Sedangkan untuk kegiatan sekolah lapang, Balitsa juga mengirimkan 300 kg benih kentang Granola guna diperbanyak para petani. “Pelaksanaan program kentang Sembalun dilaksanakan melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT),” tandas Eri.
Serap Banyak Tenaga Kerja
Pengembangan kentang Sembalun juga mendapat dukungan dari BPTP-NTB dan Badan Litbang Pertanian, Deptan, melalui Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI). Untuk memperlancar aktivitas para petani, P4MI membangun tiga ruas jalan usaha tani dan memperbaiki saluran irigasi.
Sejak ada jalan usaha tani, aktivitas petani makin lancar. Intinya, tanah yang tidak produktif bisa dijangkau dan diubah menjadi produktif. Fasilitas irigasi juga semakin baik. Jangkauan air dari irigasi bisa lebih luas sehingga penanaman bisa dilakukan serempak. “Bila sebelumnya dalam satu hari hanya mampu mengairi satu hektar saja, maka sekarang enam hektar sekaligus,” papar Ir. .Ulyatu Fitrotin dari BPTP-NTB.
“Makin luasnya areal penanaman kentang setelah masuknya program P4MI, menjadikan serapan tenaga kerja semakin banyak,” ucap Ir. Pending Dadih Permana, Kadistan NTB. Tenaga panen misalnya, menurut Minardi, paling sedikit dibutuhkan 300 orang. Ditambah sopir mobil pengangkut panenan dan kuli bongkar muat di pabrik. “Begitu besar perputaran uang dalam bisnis ini dan melibatkan banyak orang,” tambahnya.
Diversifikasi dan Kompos
Keberadaan Program P4MI sedikit banyak mengubah kemampuan teknis petani. Dengan dukungan BPTP dan dinas pertanian, petani bertekad memperbaiki teknologi budidaya kentang dengan pemanfaatan pupuk kompos.
Sembalun yang juga dikenal sebagai wilayah lumbung ternak sapi berpotensi sebagai penghasil kompos. Nyatanya, walaupun masih dalam taraf mencoba, warga Sembulun telah mampu memproduksi sendiri kompos. Pengerjaannya diserahkan kepada kelompok muda tani. Hasilnya lumayan sekitar 100 ton, meski masih jauh dari kebutuhan kelompok Horsela yang sebanyak 750 ton per tahun. Berdasar pengalaman Minardi, penambahan kompos membuat hasil panen meningkat. Jika sebelumnya hanya 23 ton per ha, sekarang bisa mencapai 25—28 ton per ha.
Sekitar 5%—10% hasil panen kentang tidak masuk standar atau kategori below standar (BS). Untuk menyiasatinya, kentang BS tersebut diolah menjadi keripik, kerupuk, dan tepung. Para petani sudah mendapat peralatan, seperti mesin penggoreng, mesin pembuat tepung, dan pengering minyak. Kesemua alat mekanis tersebut dipasok BPTP- NTB melalui program P4MI.
Meski tampak berjalan lancar, berdasar pengakuan Minardi, pihaknya masih terbentur beberapa kendala. Karena memanen setiap hari, ia dan kelompoknya butuh gudang penampungan yang sampai kini belum terbangun. Fungsinya untuk menyimpan kentang sebelum didistribusikan ke pabrik.
Selain itu, pasokan benih juga menjadi hambatan. Kadang inti kesulitan memasok benih, padahal peluang pasarnya besar. “Pabrik siap terima berapa pun besarnya panen kita,“ terangnya. Menurut dia, tersedia areal potensial pengembangan bbenih seluas 50 ha, tapi belum tergarap. Jika bisa dijalankan, diperkirakan dapat menghasilkan sedikitnya 15 ton benih per ha.
Dadang WI dan Yan S.