Senin, 21 Desember 2009

Biogas Energi Pilihan Peternak

Biogas bukanlah hal baru, tetapi menjadi baru diminati ketika masyarakat kesulitan memperoleh bahan bakar. 

Saat susah mendapatkan bahan bakar, seperti minyak tanah dan gas elpiji, orang berpikir adakah alternatif penggantinya? Biogas menjadi salah satu jawaban, terutama bagi wilayah-wilayah yang sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai peternak.

Pemanfaatan biogas seperti itu dilakukan masyarakat di Kampung Cilumber, Desa.   Cibogo, Lembang, Bandung Utara, Jabar, yang sebagian besar berprofesi sebagai peternak sapi perah. Pada 2007, mereka membuat percontohan pembuatan biogas skala rumah tangga guna mengatasi kesulitan memperoleh minyak tanah dan gas elpiji.

Menurut Omon, peternak sapi perah teladan (1994—2000) di daerah itu, peternak mendapatkan tawaran dari pemerintah untuk pengembangan pembuatan biogas. Mereka mendapatkan bantuan berupa unit-unit reaktor. “Bantuan disambut baik para peternak dengan menyediakan  areal sebagai tempat  yang akan dibangun unit-unit reaktor tersebut,” ungkapnya.

Pembuatan Biogas

Omon menjelaskan, proses pembuatan biogas tersebut sederhana saja, dengan memasukkan empat ember (berukuran 25 kg) campuran kotoran ternak dan air ke dalam reaktor yang terbuat dari plastik. Proses itu menghasilkan gas yang cukup untuk kebutuhan masak-memasak selama sehari sehingga peternak tidak perlu mengeluarkan biaya pembelian minyak tanah ataupun gas LPG.

Biogas yang dihasilkan merupakan gas produk akhir pencernaan atau penguraian anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri dalam lingkungan bebas oksigen atau udara. Kandungan biogas itu sendiri berupa metana (CH4, 54%—80%-vol) dan karbondioksida (CO2, 20%–45%-vol).

Bahan baku pembuatan biogas berupa kotoran sapi dan air dengan perbandingan    1 : 1. Ukuran ember berkapasitas 25 kg. “Saya tetap bersemangat setiap hari mencampur dua ember (50 kg) kotoran ternak dengan air berukuran  sama ke dalam drum kecil (penampungan) yang telah terhubung dengan reaktor,” jelas pria berusia 77 tahun ini.

Omon menambahkan, campuran tersebut diaduk rata sampai dapat dipastikan tidak ada lagi kotoran yang masih menggumpal untuk menghindarkan penyumbatan. Kemudian campuran dialirkan ke dalam plastik penampung (reaktor) yang berada pada bak.

Plastik penampung bahan baku itu didesain sedemikian rupa sehingga bahan baku hanya dapat mengisi tiga perempat bagian saja. Seperempat bagian lainnya akan terisi gas yang dihasilkan dan mengalir ke plastik penampung gas. “Jika kelebihan, bahan baku akan mengalir ke pipa pembuangan yang sudah disiapkan,” kata Omon.

Pemeliharaan

Hingga saat ini, instalasi biogas bantuan pemerintah milik Omon yang sudah berumur tiga tahun masih dalam kondisi sangat baik karena ia merawatnya dengan baik. “Pemeliharaan terhadap unit biogas memegang peranan penting karena plastik-plastik tempat penampungan kotoran ternak dan penampungan gas hasil proses sangat mungkin berlubang ataupun rusak,” paparnya.

Kerusakan plastik itu pula yang menyebabkan tinggal sedikit peternak di  Kampung Cilumber mempertahankan unit biogas  bantuan  pemerintah tersebut. Umumnya mereka menyatakan plastik penampung gasnya sudah berlubang atau rusak. “Sebaiknya  pengisian bahan baku kotoran ternak dilakukan setiap hari untuk menghindarkan adanya penyumbatan akibat kekeringan terutama di bagian pembuangan.  Apabila sirkulasi masuk dan buang tidak seimbang, maka gas yang dihasilkan akan berkurang,” saran Omon.

Wissya Maryanti (Kontributor Bandung)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain