Minggu, 13 Desember 2009

Rahasia Panen 25 ton di Lahan Gersang

Banyak orang sudah mencoba menaklukkan lahan berdebu ini tapi gagal. Teknologi SMS mampu menghijaukannya dengan jagung manis yang berproduksi tinggi.

Lahan berdebu dan berwarna merah seluas 10 ha itu milik Yayasan Pensiunan Perum Peruri. Melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, Peruri menggandeng David Andi Purnama dan Paguyuban Pensiunan Peruri untuk mendayagunakan lahan di Desa Sirnabaya, Kec. Telukjambe, Karawang tersebut. Mereka bertanam jagung manis dan memelihara sapi potong secara terintegrasi dengan teknologi temuan David yang dinamakannya SMS (Simbiosis Mutualisme Sistem).

Tiga Kunci Sukses

Semula banyak pihak mencibir niatan mereka memanfaatkan lahan itu karena beberapa kali telah dicoba bertanam di sana tak berhasil. Tanah di daerah itu banyak mengandung debu, dan kalau hujan menjadi lengket. Untuk menjadikannya produktif, Bini Sumarsono, salah satu petani Jember binaan David membeberkan rahasianya. “Tiga poin penting, yaitu penempatan air yang benar, guludan tipis dan dangkal. Mula-mula lahan diolah dengan traktor. Kita cetak petakan, bikin paliran, lalu diberi kompos 5 ton per hektar,” katanya. Kompos ini campuran kotoran sapi dan kotoran ayam.

Tanah kemudian diairi lalu disemprot dengan probiotik berdosis 5 tetes per liter air. Dalam satu hektar diperlukan 20 tangki larutan semprot. Keesokan harinya, benih jagung manis varietas Bonanza ditanam dengan jarak 110 cm x 12,5 cm (populasi 72.000 batang per ha). Pertanaman dibuat menghadap ke timur. Satu baris terdiri dari dua batang.

“Hari ketiga diairi lagi di paliran. Pada hari keempat, benih mulai tumbuh sehingga air perlu dimasukkan lagi. Hari kelima benih total tumbuh,” terang Beni yang sudah melanglang memberi pelatihan hingga ke Merauke ini. Menginjak umur dua minggu, pengairan dilakukan tiap lima hari. Jumlah air yang dibutuhkan pada lahan ini lima kali lipat dibandingkan lahan normal. Sekitar 900 ton air setiap hari membasahi 4 ha lahan yang sudah ditanami jagung. Anggaran pengairan memang membengkak saat musim kemarau lalu.

Pembumbunan juga penting dilakukan sewaktu umur 20 hari. “Bumbun ini harus tipis dan dangkal sekitar 10 cm bila musim kemarau, sedangkan pas penghujan 25 cm. Kalau terlalu tebal, tanaman jadi kerdil karena tanahnya berdebu tidak mengikat air sehingga akar tidak terkena air,” cetus Beni. 

Perawatan lain

Di samping pengairan, pemupukan perlu dilakukan dengan tepat. Berdasarkan pengalaman Beni, lahan gersang ini tak dapat dipupuk dengan cara ditugal tetapi mesti dilarutkan dalam air lantas dikocorkan. Dosisnya, NPK 2 g dan urea 2 g per tanaman.

Pemupukan pertama itu dilaksanakan ketika tanaman berumur 14 hari. Pupuk kedua, hanya urea 2 g per tanaman, dimasukkan pada umur 32 hari. Untuk mencegah infeksi cendawan, diaplikasikan fungisida Amistartop sewaktu umur 30 hari.

Perawatan lainnya, aplikasi probiotik mulai umur 7 hari dengan selang 7 hari hingga panen. Aplikasi pertama dibarengi insektisida Alika 1 ml per liter air untuk mengatasi ulat. Umur 14 hari, dicek lagi apakah ulat masih banyak. Bila banyak, Alika masih diperlukan. Tujuh hari kemudian kalau ulat tidak banyak lagi, aplikasi insektisida dihentikan. Pengendalian ulat cukup dengan “cap jempol” alias secara manual.

Dengan cara seperti itu, produksi mencapai sekitar 25 ton per ha, jauh di atas klaim produsen benihnya yang 13—15 ton. Bila biaya produksi musim kemarau Rp11 juta per ha, harga jual jagung Rp1.000 per kg, tinggal hitung laba yang masuk kocek. Pendapatan bisa bertambah dari hasil penggemukan sapi yang diberi pakan batang jagung dan biogas dari kotoran sapi. 

Peni SP, Untung Jaya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain