Minggu, 13 Desember 2009

PT Santosa Agrindo Peternakan Sapi Ramah Lingkungan

PT Santosa Agrindo tercatat satu-satunya perusahaan penghasil energi terbarukan yang terdaftar dan diakui PBB untuk kategori cattle feedlot animal waste management system improvement.

Kiprah PT Santosa Agrindo (Santori) dalam industri penggemukan sapi terpadu tidak diragukan lagi. Kini, perusahaan industri penggemukan sapi potong terpadu yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara ini kembali maju selangkah dengan membangun pembangkit energi terbarukan melalui pemanfaatan kotoran sapi.

Tentunya bukan tanpa alasan perusahaan ini mengembangkan energi dari limbah kotoran sapi. Disadari, meningkatnya suhu bumi ditengarai karena semakin besarnya lepasan gas-gas rumah kaca (greenhouse gasses), seperti karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), gas-gas flour, dan metana (CH4), baik akibat proses alami maupun kegiatan manusia.

Memproses 900 Ton Gas Metana

Kondisi ini mengharuskan semua pihak, termasuk anak perusahaan JAPFA Group, untuk berusaha mengatasi masalah tersebut melalui proses pengolahan limbah organik pada lahan penampungan limbahnya. Dengan merancang dan mengoperasikan Covered In-Ground Anaerobic Reactor (CIGAR), gas metana dari limbah kotoran sapi dicegah pelepasannya ke alam dan dapat diproses menjadi sumberdaya yang lebih produktif dalam bentuk energi terbarukan.

“Setiap tahun perusahaan penggemukan sapi ini mampu menghasilkan rata-rata 900 ton gas metana dari kapasitas produksi sapi sebanyak 70.000 ekor per tahun,” jelas Presiden Direktur PT Santosa Agrindo, Samuel Wibisono. Dengan diresmikannya CIGAR  milik Santori ini, tandas Samuel,  akan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca setara dengan 200 ribu ton CO2 dalam periode satu dasawarsa. Atau pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 200 ribu ton tersebut setara nilainya dengan emisi karbon yang dikeluarkan 35.000 mobil penumpang. 

Lebih jauh, energi yang dihasilkan dapat diproses lagi agar lebih bermanfaat. Pasalnya, Santori mampu menampung dan mengolah kotoran ternak sapi menjadi 900 ton gas metana yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi terbarukan yang setara dengan satu megawatt energi listrik.

”Pemanfaatan kotoran sapi menjadi sumber energi terbarukan memang bukan hal baru,  tetapi Santori merupakan satu-satunya perusahaan penghasil energi terbarukan yang terdaftar dan diakui oleh United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk kategori cattle feedlot animal waste management system improvement,” ungkap Samuel. UNFCCC adalah badan PBB yang mengurusi tentang perubahan iklim. 

Acara peresmian Lampung Bekri Biogas Project dilakukan oleh Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar di PT Santosa Agrindo, Desa Bekri, Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, Rabu (2/12). Pembangunan proyek biogas ini merupakan kerjasama antara PT Santosa Agrindo dengan ECO Securities.

Menjadi Contoh

Mewakili manajemen JAPFA dan Santori, Syamsir Siregar dalam sambutannya mengharapkan, semua penghuni planet bumi harus bersama-sama mencegah pemanasan global agar malapetaka tidak menghampiri kehidupan manusia. Dan  JAPFA  Grup sepenuh hati berkomitmen ikut menjaga lingkungan, di samping melakukan upaya-upaya terbaik bagi segenap pemangku kepentingannya untuk terus maju dan berkembang demi kesejahteraan bersama. Namun ia juga menambahkan, dukungan pemerintah  sangat diperlukan, seperti infrastruktur jalan raya yang jika tidak diperbaiki dan diperhatikan bisa mengganggu mobilitas masyarakat maupun kelancaran usaha. 

Sementara itu Rachmat Witoelar mengingatkan, emisi rumah kaca sangat merusak alam ini. “Oleh karena itu kita dituntut keikutsertaannya dalam mengatasi persoalan ini,” ujarnya. Dari kotoran ternak sapi saja, tambah Rachmat, bahaya yang ditimbulkannya berupa gas metana dengan daya rusak 20 kali lipat gas CO2, atau lebih jahat dari gas yang dikeluarkan oleh  mobil atau pabrik. ”Pengurangan emisi ini tentunya akan memberikan manfaat yang banyak demi kelangsungan kehidupan ini,” tegasnya.

Indonesia termasuk negara terbesar dalam memproduksi emisi gas rumah kaca sehingga kita menjadi fokus perhatian dunia. Untuk itu bila gas metana yang diproduksi industri peternakan ini tidak bisa dimanfaatkan akan berbahaya bagi kehidupan manusia. “Setidaknya banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan gas metana. Di antaranya, gas ini dapat dikonversi bagi kebutuhan rumah tangga seperti untuk memasak dan energi listrik. Saya gembira karena Santori ikut menyukseskan komitmen  Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen,” tutur Rachmat.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup tersebut juga menambahkan, manfaat lain dari kegiatan menurunkan gas metana ini akan melindungi dunia dari pemanasan global akibat perubahan iklim antara lain disebabkan oleh gas ini. Ia berjanji akan mempromosikan usaha ini di forum-forum internasional seperti pertemuan di Kopenhagen yang akan dihadirinya.

Syafnijal (Kontributor Lampung)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain