Minggu, 13 Desember 2009

Impor Udang, No!

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad berjanji, selama ia menjadi menteri, tidak akan ada impor udang.

Wacana membuka impor udang memang sempat mengemuka beberapa waktu lalu dari pihak Departemen Perdagangan. Alasannya, untuk memenuhi kebutuhan industri pengolah udang yang kekurangan bahan baku. Kontan saja hal tersebut membuat para pelaku budidaya sangat berkeberatan.

Karena itu, mereka memanfaatkan kehadiran Fadel Muhammad pada acara deklarasi penggunaan benih udang produksi nasional sekaligus panen perdana udang Vanname Nusantara 1 di lokasi tambak Dodi Farm, Kampung Baru, Kec. Punduh Pidada, Kab. Pesawaran, Lampung (28/11). "Pokoknya, no impor udang!" tegasnya menjawab pertanyaan Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI) Iwan Sutanto saat dialog dengan para petambak udang.

Tiga Hambatan

Jaminan Menteri Kelautan dan Perikanan akan menghentikan kebijakan impor udang ini disambut tepuk tangan para pelaku budidaya udang di Lampung. Fadel berupaya meneruskan langkah menteri pendahulunya menyetop impor udang guna memberi jaminan kepada petambak mengembangkan usahanya. Selain itu juga untuk menghindari terjadinya reekspor udang dari negara lain yang diakui sebagai udang Indonesia.

Dalam dialog Iwan mengungkap, para anggotanya ragu-ragu mengembangkan usaha karena tidak ada kepastian hukum soal kebijakan impor udang dan kesulitan permodalan akibat tingginya bunga bank. Senada dengan Iwan, menteri juga menilai impor udang merugikan para petambak lokal sehingga perlu distop permanen.

Meskipun baru satu bulan menjadi menteri, Fadel sudah melihat banyak hambatan dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan. "Sedikitnya saya melihat tiga hambatan, yakni infrastruktur, BBM, dan perbankan. Ketiga hambatan inilah yang harus dibenahi dan kita akan memulainya," kata dia lagi.

Ia mengakui, sektor ini memang termarjinalkan, padahal potensinya luar biasa jika dikembangkan untuk memajukan perekonomian nasional. Karena itu pada tahun anggaran 2011 pihaknya akan menyisihkan dana APBN untuk jaminan kredit petambak. DKP juga akan membangun SPBU bagi nelayan dan petambak.

Tekad penting Fadel lainnya adalah berusaha menghapuskan semua retribusi di sektor perikanan dan kelautan, termasuk terhadap para pembudidaya ikan dan petambak udang, mulai 2010. Selama ini retribusi sangat memberatkan para pengusaha di bidang perikanan dan pertambakan. “Sebelum jadi menteri dan gubernur di Gorontalo, saya seorang pengusaha. Jadi, bisa merasakan bagaimana sulitnya mengembangkan usaha dengan beban retribusi ini dan itu," tuturnya. Begitu pentingnya penghapusan retribusi sampai-sampai ia memasukkan ini dalam program 100 hari.

Untuk itu Fadel akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. "Perda retribusi yang ada bisa kok dibatalkan," jelasnya. Ia mencontohkan, saat berkunjung ke Jateng, kepada gubernur ia meminta retribusi tambak dihapuskan dan mengganti kerugian dari sumber pendapatan asli daerah itu dengan dana alokasi khusus (DAK).

Mengatasi kendala permodalan, menteri yang dikenal gigih dan optimistis ini meminta alokasi kredit perbankan sebesar 20%—22% bagi bidang kelautan dan perikanan. "Saya akan memintanya kepada Presiden karena ini untuk percepatan visi 2015 menjadikan Indonesia penghasil produk laut terbesar di dunia," ujar Fadel lagi.

Kembangkan Nusantara 2

Dalam rangka mewujudkan visi itu, DKP mengembangkan benih udang Vanname Nusantara 1 yang produksinya tinggi, yakni 20 ton per ha dan tahan penyakit. Udang inilah yang dipanen Fadel di Dodi Farm. Di farm ini terdapat 10 petakan tambak yang di antaranya ditebari Nusantara 1 sejumlah 4 juta benur. Namun berapa tepatnya jumlah panen, sampai kunjungan menteri belum diketahui.

Menurut informasi di lapangan, Nusantara 1 terbukti lebih tahan terhadap penyakit bila dibandingkan benur F1 (hasil peneluran dari induk impor). Hal ini terlihat di pertambakan Kalbar dan Sumut. Pertumbuhannya pun tidak kalah dengan Vanname F-1 dari induk impor. Karena itu benur Nusantara 1 dapat menjadi pilihan bagi para petambak, baik yang menerapkan teknologi, intensif, semi intensif maupun tradisional plus. Menurut Iwan Sutanto, penggunaan benur ini dapat menekan biaya produksi hingga Rp1.500 per kg udang.

Teknologi domestikasi udang Vanname Nusantara 1 boleh dibilang masih baru sehingga masih ada kekurangan-kekurangan yang perlu penyempurnaan. "Kita sedang merintis Vanname Nusantara 2 yang usia panennya lebih cepat. Para ahli sedang menelitinya," ujar Fadel sembari menambahkan akan terus mendorong pengembangan Vanname. 

Syafnijal, Suprapto (Kontributor Lampung)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain