Rabu, 25 Nopember 2009

Tanam Bonanza Untung di Depan Mata

Tongkol besar. Produktivitas tinggi. Rasa lebih manis. Tahan penyakit. Daya simpan lebih lama.

Itulah beberapa kelebihan jagung manis hibrida Bonanza. Atas alasan itu pula sejak Juni 2009, banyak petani jagung manis di Sumut beralih ke Bonanza. “Memang, Bonanza lebih tahan penyakit, khususnya penyakit bulai,” tandas Nasrun, petani jagung manis di Desa Durian, Pantai Labu, Deli Serdang, Sumut. Penyakit bulai adalah momok menakutkan bagi para petani jagung. Sebab, bila bulai menyerang, tanaman jagung tidak bisa berproduksi.

”Sejak diperkenalkan di Sumut pada pertengahan tahun ini, kehadiran Bonanza langsung disambut antusias para petani,” ungkap Heru Cahyadi, Area Sales & Marketing Manager, wilayah Sumatera, PT East Weest Seed Indonesia (EWSI), produsen benih jagung Bonanza di Purwakarta, Jabar. Tak berlebihan, kurun Juni—Oktober 2009, EWSI Medan sudah mampu menjual 5 ton benih jagung Bonanza.

Super

Adalah Suwarno, petani sekaligus agen sayuran di Pasar VI, Kuala Namu, Beringin, Deli Serdang, Sumut, yang sudah lama menikmati manisnya bertanam Bonanza. ”Dibandingkan jagung manis lain, harga jual Bonanza lebih tinggi,” komentarnya.

Suwarno menjual Bonanza kepada bandar seharga Rp100 ribu—Rp110 ribu per karung (isi 135—140 tongkol). Sementara harga jual eceran di wilayah Medan rata-rata Rp4.000 per tongkol. ”Setelah dibakar atau direbus, harganya rata-rata Rp5.000 per tongkol,” imbuh Nasrun.

Kecuali harganya yang menggiurkan, produktivitas Bonanza juga lebih tinggi. Dari satu rante (400 m2), Suwarno bisa memanen 9—10 karung. Atau 2—3 karung lebih banyak dibandingkan jagung manis lainnya. ”Bobot per tongkolnya pun rata-rata lebih tinggi,” ucapnya. Bila 1 kg jagung manis lain berisi 7—9 tongkol, Bonanza hanya 4—5 tongkol.

Hingga Oktober lalu, Suwarno mengusahakan jagung manis Bonanza seluas 20 rante, di beberapa lokasi. Ia mengaku, per 6 rante dapat menghasilkan 53 karung. ”Setelah disortir, diperoleh jagung kualitas super sebanyak 50 karung,” terangnya.

Soal pemasaran, pria yang sudah 13 tahun menjadi agen sayuran itu mengaku tak ada masalah. Soalnya, para bandar datang sendiri ke kebun. Melalui bandar itulah jagung manis disebar ke pasar-pasar seputar Deli Serdang, Medan, hingga Batam.

Irit Pupuk

Menurut Suwarno, budidaya jagung manis Bonanza cukup mudah. Lahan bekas tanaman sayuran bisa langsung ditanami, dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm atau 30 cm x 35 cm. Dengan jarak tanam itu, populasi per rante sebanyak 1.700 tanaman.

Di luar biaya sewa lahan, Suwarno hanya mengeluarkan biaya produksi Rp300 ribu per rante. Biaya itu digunakan untuk membeli satu kantong benih (Rp40.000), membayar tenaga kerja, pupuk, dan perawatan. ”Selama budidaya, saya hanya tiga kali memupuk dengan sedikit pupuk,” urainya. Per 6 rante, ia mengaku menghabiskan 100 kg pupuk Urea dan 30 kg NPK. Urea diaplikasikan pada pemupukan pertama dan kedua. Sedangkan NPK pada pemupukan ketiga.

Setelah umur 65—70 hari, jagung sudah bisa dipanen. Per tanaman rata-rata menghasilkan satu tongkol. ”Bila dipupuk dengan benar, tiap tanaman bisa menghasilkan dua tongkol yang sama besar dengan kualitas super,” ucap Heru.

Namun, dengan cara sederhana pun, ternyata Suwarno bisa menikmati hasil besar. Dari 6 rante, hasil penjualan jagung yang supernya saja mencapai Rp5,5 juta—Rp7,5 juta. Padahal biaya produksinya hanya Rp1,8 juta. ”Sisa sortiran dan jagung muda (baby corn), tidak saya hitung,” paparnya.

Dadang WI

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain