Rabu, 25 Nopember 2009

Kanecua Inovasi Berbuah Nilai Tambah

Dengan mengolahnya menjadi telur berkalsium tinggi dan berkolesterol rendah, sang produsen dapat meraih harga hampir tiga kali lipat telur rebus biasa.

Kanecua, begitu nama yang dilabelkan pada telur matang siap konsumsi hasil inovasi Mimi Suratmi Pradja Mursal. Nama itu singkatan dari Kakek, Nenek, Cucu, dan Anda semua. Temuan Mimi ini sudah dipatenkan dan masuk dalam buku 101 Inovasi Indonesia.

Telur ini, menurut pensiunan PT Kalbe Farma tersebut, bisa dikonsumsi semua umur dan berfungsi sebagai altenatif pengganti susu tinggi kalsium. Berdasarkan uji laboratorium IPB yang dicantumkan dalam kemasan produk, kandungan kalsiumnya mencapai 2.910 mg per kg, jauh lebih tinggi ketimbang telur biasa 441 mg per kg. Sedangkan kandungan kolesterolnya 1,93 mg per gr lebih rendah daripada telur biasa yang 5,5 mg per gr. Sementara kandungan proteinnya hampir sama dengan telur biasa.

Bermula dari melihat lutut ibunya yang berderak akibat osteoporosis, Mimi mencari alternatif sumber kalsium selain susu yang diakuinya kurang terjangkau kantongnya. Ia lalu memikirkan untuk memproduksi telur tinggi kalsium. Mengingat kalsium dalam telur terbanyak ada di cangkang, ia minta bantuan anaknya yang berkuliah di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik UI, membuatkan alat. Alat berbentuk semacam microwave yang menampung dua rak ini dapat “memindahkan” kalsium dari cangkang ke putih telur. Konstruksinya terbuat dari stainless. Biaya pembuatannya kalau dihitung dengan harga bahan baku sekarang sekitar Rp20 juta.

Untuk menekan kandungan kolesterol, Mimi memanfaatkan sejumlah rempah-rempah berkhasiat yang diketahuinya dari kliping koran. Jadilah, kemudian produk telur berkalsium tinggi dan berkolesterol rendah dengan cara mengukusnya dalam alat selama dua hari.

Kini dengan alat pengukus tersebut, ibu tiga anak ini memproduksi 500 telur kanecua per dua hari. Ternyata telur yang mulai diproduksi sejak tahun 2000-an itu dipasarkan ke Jabodetabek, Padang, Medan, Bandung, Garut, dan Kalimantan. Khusus di Bogor, ia merambah rumah sakit-rumah sakit. Menyadari banyak konsumen belum tahu tentang telur ini, “Saya akan terus mempromosikan telur ini melalui pameran, internet, brosur, dan juga melalui mulut ke mulut,” ujar Mimi ketika ditemui AGRINA di bilangan Ciluar, Bogor.

 Lembut dan Tahan Lama

Bila tidak dalam kemasan, penampilan luar telur kanecua sama saja dengan telur ayam rebus biasa. “Yang membedakan kanecua dengan telur lainnya adalah rasanya gurih dan ada aroma rempah-rempahnya,” terang Mimi. Kuning telurnya,  imbuh dia, tidak seret di kerongkongan sehingga ketika menyantap telur ini tidak membutuhkan banyak air. “Jangan takut tersendak,” ucap ibu paruh baya ini. Ia juga mengaku, setelah mengonsumsi telur kanecua sebanayk dua butir per hari selama dua minggu, ibunya sembuh dari osteoporosis.

Mimi mempromosikan produknya tersebut dengan khasiatnya sebagai pencegah osteoporosis serta sangat baik untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi. Kecuali itu, “Daya tahannya cukup lama sekitar satu bulan. Telur lain paling bisa bertahan sampai dua mingguan. Proses pembuatannya tidak memakai air dan bahan-bahan pengawet, itu yang bisa membuat bertahan lama telur ini,” jelasnya.

Saat ini kanecua dijual dengan harga Rp11.000 per kotak isi empat butir atau Rp2.750 per butir. Ini hampir tiga kali lipat telur rebus biasa yang hanya Rp1.000 per butir. Produsen tentu saja akan memberi harga khusus untuk pembelian partai besar.

Pembuatan

Mimi memproduksi kanecua dari telur ayam berukuran sedang. Sebelumnya ia pilih telur yang bentuknya oval. Cangkangnya tebal karena bila tipis akan terkelupas saat dikukus. Permukaan telur juga harus halus, tidak ada yang cacat, ataupun retak.

“Setelah diseleksi, telur yang sudah dipilih lalu dicuci dengan air mengalir (air kran) satu persatu. Telur dibilas kembali, tiriskan telur hingga kering. Telur disusun dalam rak, lalu dimasukkan ke dalam alat proses yang sudah diisi dengan rempah-rempah. Setelah matang telur dikeluarkan, selanjutnya dikemas dalam kardus,” beber Mimi tentang proses produksinya.  Ia menambahkan, selama proses produksi tidak ada penambahan garam maupun bahan pengawet.

Agung Christiawan

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain