Nuklir selalu menimbulkan pro dan kontra. Awam memandang, nuklir lebih banyak mendapat konotasi yang terkait dengan senjata mematikan, pemusnah massal, atau bom atom. Bahkan banyak kalangan pun masih menyangsikan keamanan nuklir jika dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik.
Padahal sudah lebih 26 tahun, produk radiasi nuklir dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Khususnya dalam menghasilkan benih unggul baru tanaman padi. Sejauh ini sudah 15 varietas hasil teknologi nuklir dilepas. Dimulai dari varietas Atomita 1 pada 1982 sampai Mira 1 dan Bestari yang dilepas 2006 dan 2008. Sejauh mana keamanan benih tersebut dari dampak ikutan radiasi? Apa kelebihan varietas tersebut dibandingkan varietas lainnya?
Lebih Genjah
Sobrizal, Kepala Bidang Pertanian Badan Tenaga Aton Nasional (BATAN) mengungkapkan, ada 15 varietas padi sawah dan satu padi gogo yang telah dihasilkan BATAN. Masing-masing menawarkan keunggulan tersendiri. Secara umum, ia meyakini produknya berumur lebih genjah.
Sebagai contoh Mira 1 dan Bestari, keduanya berumur sama, yaitu 115 hari. Varietas lain, seperti Yuwono dan Kahayang, malah hanya berumur 110 hari.“ Ini ‘kan sesuai kebijakan pemerintah untuk memperpendek umur tanaman sehingga petani bisa menanam 3—4 kali per tahun,” papar peneliti yang telah berkiprah di BATAN sejak 1983 ini.
Dari sisi potensi hasil panen, Mira 1 dan Bestari tergolong tinggi, masing-masing 9,2 ton dan 9,4 ton per hektar (ha) gabah kering panen (GKP). Dengan rata-rata hasil di lapangan sekitar 6,9 ton dan 5,6 ton per ha. Keduanya juga mengandung protein sekitar 9% per gr. Nasinya pulen dengan kadar amilosa 20%. Tahan terhadap hama wereng cokelat biotipe 1 dan 2 serta agak tahan terhadap biotipe 3. “Yang kita dapat pastinya belum sempurna, makanya kita akan sempurnakan terus,” ungkap Doktor jebolan Universitas Qiusu, Jepang ini. Benih-benih varietas unggul keluaran BATAN tersebut dapat diperoleh di Bagian Diseminasi Iptek Nuklir.
Aman
Tahapan radiasi nuklir benih, menurut Sobrizal, berlangsung sangat singkat. Langkahnya, benih tetua diradiasi menggunakan sinar gama yang berasal dari Cobalt 60. Dosis umum yang diberikan antara 200—300 grey. “Hanya sebentar saja proses radiasinya, benih sudah mengalami mutasi gen pada DNA-nya,” jelas spesialis pemuliaan tanaman itu.
Setelah proses radiasi, benih tetua ditanam dan pada generasi kedua baru dilakukan seleksi. Pemurnian tersebut dilakukan beberapa kali sampai DNA benih seragam dan mendapatkan sifat keunggulan sesuai yang diharapkan. Sobrizal menjelaskan, proses inilah yang paling sulit dan membutuhkan waktu lama. “Untuk bisa sampai benar-benar seragam, biasanya di atas generasi ke delapan, tetapi pengujian sudah bisa lakukan sejak generasi ke lima,” imbuhnya.
Mengenai dampak radiasi, Sobrizal menjamin varietasnya aman. Pasalnya, yang mengalami proses radiasi hanya benih awal dan setelah dilakukan pemurnian berulang, tidak diradiasi lagi. “Hubungan dengan radiasi sudah tidak ada sama sekali dan aman. Sebab yang kita radiasi itu benih awal saja,” tandasnya.
Ke depan Batan akan terus melakukan penelitian dan menghasilkan varietas unggul, terutama penyempurnaan tingkatan hasil panen. Menyangkut kendala, Sobrizal menyebut, sumber daya manusia karena sedikit sekali generasi muda yang tertarik menjadi seorang peneliti, khususnya di bidang pertanian.
Selamet Riyanto