Persaingan ekspor mangga sangat ketat sehingga perlu pengetahuan dan perbaikan menyeluruh agar mampu bersaing dengan negara lain.
Mangga terbilang buah potensial untuk pasar domestik dan ekspor, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai produsen mangga dunia setelah India, Pakistan, China, dan Meksiko. Produksi mangga periode 2006—2008 menunjukkan peningkatan, yaitu 1.412.884, 1.621.997, dan 1.818.619 ton.
Dari jumlah itu, yang diekspor masih sangat sedikit. Volume ekspor berdasarkan data Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Deptan, berturut-turut: 1.266, 1.182, 1.908 ton dengan nilai US$1,259 juta, US$1,160 juta, dan US41,645 juta. Pasar ekspor utama mangga segar asal Indonesia adalah Timur Tengah, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Suryadi Abdul Munir, Direktur Pemasaran Internasional, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), Deptan, mengatakan, produksi mangga tersebut harus ditingkatkan volume ekspornya. Saat ini pasar dan perdagangan mangga sangat tergantung pada preferensi konsumen. “Pasar internasional membutuhkan mangga mutu tinggi yang dibakukan, tidak hanya untuk buah segar, tetapi juga produk olahannya. Akibatnya, kompetisi semakin ketat dalam ekspor mangga dengan negara-negara pengekspor lain,” jelasnya.
Tingkatkan Ekspor
Untuk memacu peningkatan volume ekspor, pemerintah berupaya membuka pangsa pasar baru. Misalnya, jenis mangga gedong gincu, diharapkan menembus pasar Jepang, dengan adanya perjanjian Japan-Economic Partnership Agreement yang ditandatangani Presiden SBY dan Perdana Menteri Jepang pada 20 Agustus 2009. “Kita mendapat kompensasi berupa pembangunan Vapour Heat Treatment (VHT) melalui kegiatan Standardizations Quality Control for Horticulture products of Indonesia. Peralatan VHT ini untuk memberantas lalat buah yang ada pada mangga,” papar Suryadi.
Keberhasilan menembus pasar Jepang dapat menjadi pembuka pintu pasar beberapa negara maju lainnya yang juga menerapkan persyaratan impor sangat ketat. “Untuk menembus pasar Jepang, Amerika Serikat, Eropa, Korea dan banyak negara maju lainnya, mangga dan beberapa buah tropis lainnya harus bebas hama, salah satunya lalat buah (fruit flies),”jelasnya.
Indonesia sebenarnya sudah berhasil merambah pasar Eropa dan Amerika Serikat tetapi masih dalam jumlah kecil. Seperti ekspor ke Perancis sebesar 2.324 kg, Jerman 841 kg, Belanda 494 kg, Inggris 2.275 kg, dan Amerika Serikat 3.299 kg. Menurut H. Sukarya, pemilik CV Sumber Buah, eksportir buah di Cirebon, Jabar, “Peluang ekspor mangga gedong gincu ke Singapura dan negara-negara Timur Tengah belum dimanfaatkan maksimal. Meski panen melimpah, petani sering kesulitan mendapatkan mangga kualitas ekspor untuk dikirim ke luar negeri.”
Untuk meningkatkan volume ekspor, di Kabupaten Cirebon mulai dikembangkan teknologi panen di luar musim (teknologi off season). Sebagai contoh, musim mangga biasanya berlangsung antara Oktober—Desember. Dengan teknologi ini, pekebun bisa panen pada Maret—September sehingga memungkinkan eksportir memenuhi permintaan pasar internasional saat pasokan dunia turun.
Teknologi tersebut memanfaatkan agro-chemical berupa bahan aktif zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT ini akan mengubah fisiologis tanaman dengan cara menghambat fase pertumbuhan vegetatif dengan peran hormon atau senyawa kimia tertentu agar muncul fase generatif -bunga dan buah.
Yan Suhendar