Senin, 14 September 2009

Mengendalikan Gulma pada Jagung

Agar tidak merugi, kebun jagung harus bebas dari gulma. Rerumputan ini bisa dikendalikan secara manual atau dengan herbisida.

Semua tumbuhan pada pertanaman jagung yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian disebut gulma (rerumputan). Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma yang ada dalam tanah.

Jenis-jenis gulma pengganggu pertanaman jagung perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat.

Jenis gulma tertentu merupakan pesaing tanaman jagung dalam mendapatkan air, hara, dan cahaya. Di Indonesia terdapat 140 jenis gulma berdaun lebar, 36 jenis gulma rerumputan, dan 51 jenis gulma teki. Namun menurut Kasirin, Product Manager Syngenta Indonesia, produsen herbisida di Jakarta, gulma utama yang banyak dijumpai pada pertanaman jagung ada 6, yaitu Eleusine indica (kelangan), Portulaca sp. (krokot), Borreria alata, Commelina benghalensis (gewor), Cleome rutidosperma, dan Galinsoga parviflora (loseh).

Pengelompokan gulma diperlukan untuk memudahkan pengendalian. Berdasarkan tanggapan pada herbisida, gulma dikelompokkan menjadi tiga, yaitu gulma berdaun lebar (broad leaves), gulma rumputan (grasses), dan gulma teki (sedges).

Menurunkan Hasil

Kehadiran gulma pada lahan pertanaman jagung tidak jarang menurunkan hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan, lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma. Secara keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan hasil akibat hama dan penyakit.

Meskipun demikian, kehilangan hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera diamati. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi negatif antara bobot kering gulma dan hasil jagung, dengan penurunan hasil hingga 95%.

Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat faktor, yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat cekaman air dan hara, serta spesies gulma. Jika dibiarkan, gulma berdaun lebar dan rumputan dapat secara nyata menekan pertumbuhan dan perkembangan jagung.

Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung saat daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman.

Cara Pengendalian

Keberhasilan pengendalian gulma salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina. Secara biologi dengan menggunakan organisme hidup. Secara fisik dengan membakar dan menggenangi. Melalui budidaya dengan pergiliran tanaman, peningkatan daya saing dan penggunaan mulsa. Secara mekanis dengan mencabut, membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis. Sedangkan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida.

Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Berdasarkan cara kerjanya, herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida. Sementara herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma.

Menurut jenis gulma yang dimatikan, ada herbisida selektif yang mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar. Pada 2006, Direktorat Sarana Produksi telah mendaftarkan 40 golongan, 80 bahan aktif, dan 374 formulasi herbisida.

Bahan aktif herbisida yang penting untuk pertanaman jagung adalah glifosat, paraquat, 2,4-D, ametrin, dikamba, atrazin, pendimetalin, metolaklor, dan sianazin. Bahan aktif herbisida tidak banyak mengalami peningkatan, tetapi yang bertambah adalah formulasi atau nama dagang herbisida.

Herbisida berbahan aktif glifosat, paraquat, dan 2,4-D banyak digunakan petani sehingga banyak formulasi yang menggunakan bahan aktif tersebut. Glifosat yang disemprotkan ke daun efektif mengendalikan gulma rumputan tahunan dan gulma berdaun lebar tahunan, gulma rumput setahun, dan gulma berdaun lebar. Senyawa glifosat sangat mobil, ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman ketika diaplikasi pada daun, dan cepat terurai dalam tanah. Gejala keracunan berkembang lambat dan terlihat 1—3 minggu setelah aplikasi.

Herbisida purnatumbuh yang cukup luas penggunaannya untuk mengendalikan gulma pada pertanaman jagung adalah paraquat (1,1-dimethyl-4,4 bypiridinium) yang merupakan herbisida kontak nonselektif. Setelah penetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari, molekul herbisida ini bereaksi menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak membran sel dan seluruh organ tumbuhan gulma sehingga terlihat seperti terbakar. Herbisida ini baik digunakan untuk mengendalikan gulma golongan rumputan dan berdaun lebar. Paraquat merupakan herbisida kontak dan menjadi tidak aktif bila bersentuhan dengan tanah. Paraquat tidak ditranslokasikan ke titik tumbuh. Residunya tidak tertimbun dalam tanah, dan tidak diserap oleh akar tanaman.

Herbisida 2,4-D digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar setahun dan tahunan, melalui akar dan daun. Aplikasinya mengakibatkan gulma berdaun lebar melengkung dan terpuntir. Senyawa 2,4-D terkonsentrasi dalam embrio muda atau jaringan meristem yang sedang tumbuh.

Pertimbangan utama pemilihan herbisida adalah kandungan bahan aktif untuk membunuh gulma yang tumbuh di areal pertanaman. Misalnya glifosat efektif mengendalikan gulma rumputan. Pencampuran glifosat dengan 2,4-D atau dengan dikamba diperlukan agar gulma berdaun lebar juga dapat dikendalikan.

Dadang WI, berbagai sumber

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain