Dengan melabelnya sebagai ayam sehat dan membidik konsumen kalangan menengah atas, nilai jual broiler bisa ditingkatkan hingga 30%.
Ayam probio, demikian Christopher E. Jayanata, memberi nama produknya. Menurutnya, ayam probio sebenarnya juga ayam broiler tetapi dibudidayakan tanpa menggunakan bahan-bahan kimia, sejak umur sehari hingga pascapanen. Ia meyakini, ayam yang dipelihara seperti itu akan menghasilkan daging ayam berkualitas bagus dan sehat. Alhasil, konsumen pun rela membayar lebih.
Untuk menggaet konsumen yang rela membayar lebih tersebut, Pak Emille, sapaan akrabnya, memasarkan produknya ke Ranch Market, Diamond and D’ Best, serta Kemchicks. Mula-mula digarapnya Ranch Market pada 2004 yang menyerap 170 ekor. Kini ia mampu memasarkan 10.000—15.000 ekor per bulan yang tersebar di 50 gerai dari ketiga pasar swalayan papan atas tersebut.
Pemimpin PT Pronic Indonesia ini pun mengantongi omzet lumayan besar. Hitung saja, ia menjual ayam probio seharga Rp30.000 per ekor. Bila setiap bulan ia sanggup memasok 10.000 ekor saja per bulan, sebanyak Rp300 juta ia raih. Soal harga, imbuh dia, ayam probio masih bisa bersaing dengan ayam broiler biasa. "Apalagi harga ayam biasa juga mahal mencapai Rp30.000—Rp35.000 per ekor, tidak jauh berbeda dari harga ayam probio antara Rp37.000—Rp45.000 per ekor," paparnya.
DOC, Pakan, dan Kandang
Untuk memproduksi ayam probio, Emille menggandeng sekitar 50 peternak mitra. Peternak ini menerapkan teknologi pemeliharaan ayam broiler yang menghilangkan penggunaan bahan-bahan kimia, seperti antibiotik, hormon, disinfektan, kaporit, dan formalin. “Teknologi yang digunakan ini berhasil membuat kualitas daging ayam menjadi bebas lemak, rendah kolesterol, bebas bakteri Salmonella dan E.coli, bebas residu kimia,” insinyur lansekap ini berpromosi.
Seluruh proses produksi ayam yang dipasarkannya bebas dari bahan kimia dan rekayasa genetika, sejak ayam berupa bibit, lingkungan, hingga pengemasan. "Kami lebih senang menyebutnya ayam probio, yaitu ayam broiler yang dipelihara secara sehat, bebas antibiotik dan bahan kimia berbahaya lain, serta memiliki nilai protein yang lebih tinggi " papar lulusan Universitas Parahiyangan, Bandung ini.
Selama proses pemeliharaan, lanjut dia, ayam diberi asupan probiotik atau bakteri baik dan jamu-jamuan agar sehat. “Ini berbeda dari kebanyakan peternak lain yang menyuntikkan antibiotik agar ayam bebas penyakit. Padahal, antibiotik ternyata juga membunuh mikroba baik," ujarnya.
Tak hanya pantang dengan suntikan antibiotik dan makanan berunsur kimia, Emille juga memberi ayam-ayamnya air mineral dan yoghurt, serta menjaga kandang tetap bersih. Dia juga tidak perlu menggunakan disinfektan saat membersihkan kandang ayamnya di Bogor. Pasalnya, dengan formulasi pakan yang diberikannya, kandang tidak berbau menyengat lazimnya peternakan broiler.
Perlakukan-perlakuan tersebut memang diakuinya meningkatkan ongkos produksi, sekitar 15%—20%. Namun peternak akan tetap mendapatkan margin yang optimal karena terjadi efisiensi pakan, tingkat kematian ayam hanya 1 % dari biasanya 5%—6%, serta terbebaskan dari dampak lingkungan yang disebabkan kotoran ternak. ‘Hasil itu tentunya tidak akan tercapai hanya dalam satu periode, tapi membutuhkan waktu hingga 8—12 periode pemeliharaan. Setelah itu keuntungan peternak akan optimal,” jelasnya.
Emille menekankan tiga hal dalam peternakan ayam probio ini, yaitu formulasi pakan yang diberikan, modifikasi perkandangan, dan kualitas bibit ayam. Hasilnya, ayam probio diklaim lebih berkualitas dibandingkan ayam broiler yang dibudidayakan selama ini.
Kualitas ayam probio hasil produksi peternak mitranya, berdasarkan hasil penelitian Balai Besar Industri Agro, mengandung kadar air hanya 64,9%. Ini lebih rendah dari ayam lain yang berkisar 68%—74%. Sedangkan kadar protein ayam probio mencapai 19%, lebih tinggi dari ayam lain yang 17%—18%. Sementara kadar lemak hanya 9,15%, lebih rendah ketimbang ayam hasil ternak lain yang mencapai 25%.
Yan Suhendar