Kebangkrutan petambak udang yang mengalami masa kejayaan pada 1990-an menyisakan sejumlah tambak mangkrak di berbagai daerah.
Saat bisnis udang sangat kinclong, dulu perluasan tambak berjalan sangat pesat tanpa dibarengi perencanaan yang matang, terutama dalam hal tataruang. Akibatnya, bangunan tambak menjadi tumpang tindih. Ketika tambak yang satu membuang air, tambak yang lain memasukkan air. Terjadilah saling kontaminasi terhadap air yang masuk ke tambak dari air buangan tambak yang lain.
Kejadian semacam itu berlangsung selama bertahun-tahun sehingga pada akhirnya muncul berbagai masalah mulai dari penurunan kualitas air hingga menularnya berbagai penyakit antartambak. Munculnya penyakit bintik putih, Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus (SEMBV) atau white spot yang disebabkan oleh white spot virus (WSV) membuat banyak petambak rugi sangat besar. Tidak jarang petambak memilih menutup usahanya karena sudah tidak memberikan harapan lagi. Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di satu daerah melainkan di banyak tempat.
Bangkit Kembali
Upaya untuk bangkit kembali telah diupayakan tetapi beberapa siklus dicoba akhirnya muncul lagi kasus kegagalan dengan penyebab yang sama. Frustrasilah si petambak sehingga mereka menutup usaha pertambakan untuk selamanya. Lihat saja di Sumut, Bengkulu, Lampung, Jabar, Jateng, Jateng, Sumbawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Luas pertambakan mangkrak atau terbengkalai di setiap daerah sangat bervariasi mulai dari beberapa hektar saja hingga ratusan hektar.
Melihat tambak-tambak terbengkalai tersebut, muncullah ide untuk menghidupkan kembali. Adalah Tani Mandiri, salah satu kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) yang mencoba menghidupkan lagi tambak yang pernah dioperasikan UD Budhi Jaya Group dari Surabaya dan beberapa tambak intensif di sekitarnya. Pokdakan yang berdiri sejak 18 September 1999 di Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, Tuban, Jatim, ini mula-mula beranggotakan 10 orang. Seiring berjalannya waktu, anggotapun terus bertambah menjadi 15 orang dan saat ini telah mencapai 30 orang. Mereka dipimpin Achmad Junaedi, Syaiful Bachri, dan Arif Tribina, masing-masing sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris.
Kelompok tersebut mulai membudidayakan udang Vanname dengan tingkat teknologi tradisional. Selanjutnya berkembang menjadi tradisional plus, kemudian menjadi semi intensif. Bahkan sejak beberapa waktu yang lalu beberapa di antaranya sudah menerapkan teknologi intensif. Tani Mandiri mengelola areal pertambakan kurang lebih 67 ha. Rinciannya, sekitar 50 ha tambak tradisional dikelola 50 anggota, semi intensif 5 ha sebanyak 6 anggota, dan intensif 12 ha sebanyak 15 anggota.
Kelompok ini telah mendapatkan beberapa pengukuhan dan sertifikat antara lain pada 18 April 2000 dikukuhkan Kades Socorejo sebagai kelompok tani “Kelas Pemula”. Pada 9 Agustus 2003 dikukuhkan Camat Jenu sebagai “Kelas Lanjut”. Selanjutnya 2 Maret 2003 Dinas Perikanan dan Kelautan Tuban menaikkan peringkatnya sebagai “Kelas Madya”. Peringkatnya terus naik. Pada 1 Desember 2006 dikukuhkan oleh Gubernur Jawa Timur sebagai “Kelas Utama” dan menerima predikat sebagai “Juara I” tingkat Provinsi Jatim. Dan pada 2009 ini mereka berhasil meraih Juara I Tingkat Nasional pada 2009 dalam kategori “Tambak Udang Vanname.”
Perlu Dukungan
Aktivitas pokdakan Tani Mandiri Kabupaten Tuban patut mendapatkan pujian dan acungan jempol. Mereka mampu memanfaatkan kembali tambak mangkrak untuk budidaya Vanname sehingga dapat membuka lapangan kerja dan menghasilkan keuntungan bagi para anggota khususnya dan menghasilkan devisa bagi negara.
Bila kita perhatikan kondisi pertambakan udang di Indonesia mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara hingga Sulawesi banyak dijumpai tambak-tambak yang terbengkalai. Sebagian lagi beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit, sebagaimana yang terjadi di daerah Sumut. Ada yang jadi kolam ikan, seperti di Situbondo, untuk budidaya nila, bandeng, dan kerapu. Bahkan ada yang digunakan untuk budidaya rumput laut (Gracillaria sp) sebagaimana yang terjadi di daerah Lampung.
Upaya Tani Mandiri tersebut perlu ditiru pembudidaya di daerah lain yang terdapat tambak-tambak menganggur, baik untuk budidaya ikan maupun udang Vanname. Bila semua tambak-tambak tersebut termanfaatkan, maka banyak tenaga kerja dapat diserap sehingga mengurangi pengangguran dan dapat menghasilkan devisa.
Namun, mengingat para petani tambak, khususnya yang masih pemula umumnya masih kekurangan modal, maka perlu adanya dukungan dana, baik itu pinjaman modal usaha dari bank maupun bantuan benih dari pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan). Di samping itu, untuk menunjang kesuksesan usaha, pemerintah perlu menerjunkan tenaga pendamping teknis.
Suprapto, Tim Teknis SCI