Peningkatan ekspor produk buah-buahan perlu diiringi penerapan standar nasional yang berkesesuaian dengan standar internasional.
Negara pengimpor asal Eropa dan Asia mulai memasukkan tersedianya standar nasional dan internasional sebagai syarat bagi buah asal Indonesia. Oleh sebab itu, khusus untuk salak, pemerintah sudah merevisi SNI-nya.
Demikian diungkapkan Winny B. Wibawan, Direktur Tanaman Buah-buahan Ditjen Hortikultura. Ia mencontohkan, untuk salak asal Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang diminta perusahaan calon pengimpor dari China. “Di draft protokol ekspor, pemerintah China mensyaratkan buah salak yang diekspor berasal dari kebun yang telah diregistrasi. Juga menerapkan good agricultural practices (GAP) dan pengendalian hama terpadu,” ucap Winny ketika ditemui di kantornya. Ia menambahkan, sesungguhnya tak hanya tujuan China, ekspor buah Indonesia dan produk olahan lainnya yang akan masuk ke pasar negara-negara Eropa juga harus memenuhi standar mutu sesuai Europ-GAP.
Delapan SNI
Bambang Setiadi, Kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN), mengatakan, BSN telah merevisi delapan SNI yang sebelumnya sudah ditetapkan. Salah satunya SNI untuk salak, yang sebelumnya SNI 01-3167-1992 telah berubah menjadi SNI 3167:2009.
Revisi ini, untuk mengikuti persyaratan-persyaratan baru yang diminta negara importir. Eksportir salak juga disyaratkan menyediakan pest list dan packing house yang telah diregistrasi. “Persyaratan tersebut nantinya akan diverifikasi kebenarannya oleh delegasi negera importir,” jelas Bambang via telepon.
Sementara itu, Budi Waluyo, General Manager PT Agung Mustika Selaras (AMS), eksportir buah-buahan di Jakarta, menyambut baik adanya revisi SNI salak tersebut. Sebab, upaya itu akan mendorong produksi salak yang memenuhi standar internasional sehingga akan semakin membuka peluang peningkatan ekspornya.
Budi menambahkan, tidak seperti buah-buahan lainnya, salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecokelat-cokelatan. Setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna, pernapasan, proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad renik). “Buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan penanganan pascapanen yang sesuai dengan SNI,” jelasnya.
Selain itu, dalam proses pengumpulan, diperlukan gudang pengumpulan yang berfungsi sebagai tempat penerima buah salak yang berasal dari petani atau kebun. Dalam gudang pengumpulan ini akan dilakukan proses sortasi, grading, dan pengemasan.
Sortasi atau pemilihan buah bertujuan untuk memilih buah yang baik, tidak cacat, dan layak ekspor. Juga bertujuan membersihkan buah-buah dari berbagai bahan yang tidak berguna, seperti tangkai, ranting, dan kotoran. “Bahan-bahan tersebut dipotong dengan pisau, sabit, gunting pangkas tajam tidak berkarat sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada buah,” jelas Budi.
Lebih jauh Budi berujar, grading atau pengelompokan bertujuan untuk mendapat hasil buah yang seragam ukuran dan kualitas. Juga mempermudah penyusunan dalam kemasan, mendapatkan harga yang lebih tinggi, dan merangsang minat untuk membeli. Di samping itu, grading dapat bermanfaat agar perhitungannya lebih mudah, untuk menaksir pendapatan sementara.
Yan Suhendar