Bawal-bawal setelapak tangan itu terlihat asyik berebut melahap cuilan remah roti kadaluarsa yang dilemparkan Cahyanta Susila.
Sudah sejak 2004 pembudidaya bawal air tawar itu menggunakan campuran roti bekas dan lorotan untuk menghilangkan kebergantungan pakan pellet bagi ikan-ikannya. Kiat itu terbukti mendatangkan untung berlipat.
Di sebagian wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta, seperti Kecamatan Godean dan Cangkringan yang banyak terdapat kolam air mengalir, pemberian pakan berupa lorotan dan roti kadaluarsa untuk ikan semacam bawal dan nila mulai marak pada beberapa tahun terakhir. Lorotan adalah sisa makanan restoran atau warung makan. Harga nasi lorotan saat ini Rp500 per kg. Para pembudidaya tersebut memperoleh lorotan sekaligus roti bekas dari pengepul. Campuran lorotan dan roti kadaluarsa dijual Rp50.000 per karung isi 50 kg.
Sangat Menguntungkan
Pemanfaatan limbah tersebut sangat menguntungkan bagi pembudidaya. Sekarung sisa makanan cukup untuk memberi makan satu kolam berisi lima kuintal bibit bawal ukuran 10 ekor per kg dan nila ukuran 40 ekor per kg selama dua tiga hari, tergantung kondisi fisik pakan. Memang, Cahyanta memang selalu menerapkan teknik polikultur, menebar bawal dengan nila sebagai sampingan.
Cahyanta membandingkannya dengan pellet yang harganya mencapai Rp7.000 per kg. Dengan jumlah uang yang sama, uang sebesar Rp50.000 hanya bisa untuk mendapatkan pakan sebanyak 7 kg. “Padahal bibit sebanyak itu 15 kg pellet sehari saja habis. Sehingga kalau menggunakan pellet, maka butuh Rp200 ribu untuk dua hari,” tandas alumnus Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta ini.
Fase pembesaran bawal dan nila membutuhkan waktu 2,5—3 bulan. Jika pembesaran sampai tiga bulan, hitung punya hitung, biaya pakan dengan lorotan hanya Rp2,25 juta, sedangkan yang menggunakan pellet mencapai Rp9 juta. Apalagi Cahyanta memiliki warung nasi sendiri yang bisa menyediakan sebagian dari kebutuhan lorotan tersebut.
Itulah yang membuat harga bawal dan nila di wilayah Godean lebih rendah dari daerah lain. Di tingkat pengepul, bawal hanya laku Rp11.000 per kg dan di tingkat pembudidaya hanya Rp9.500 per kg. Sedangkan harga bawal asal daerah lain tak kurang dari Rp13.000 per kg. Demikian juga nila. “Jika di daerah lain sampai Rp17.000 per kg, kita bisa jual Rp14.000 per kg,” hitung pembudidaya yang juga pengepul ikan ini. Warga Sembuh Lor, Sidomulyo, Godean tersebut saban hari membutuhkan 2—3 kuintal bawal untuk disetorkan ke berbagai restoran dan tempat pemancingan di Yogyakarta.
Harus Air Mengalir
Hanya saja syarat mutlak penggunaan campuran lorotan ini adalah kolam dengan air mengalir. “Kalau tidak, jangan. Nanti bisa mati semua,” Cahyanta mewanti-wanti. Ini disebabkan karena adanya lapisan minyak yang timbul dari lorotan. Bila air kolam mengalir, lapisan minyak ini akan hilang dari permukaan air. Apabila air menggenang, minyak bisa saja menyangkut di insang sehingga ikan mati.
Bawal air tawar yang diberi pakan ini pun sebaiknya yang sudah memasuki fase pembesaran atau berumur dua bulan. Dikhawatirkan jika terlalu muda, ikan belum siap menerima perlakuan ini dari sisi kualitas air yang sedikit banyak akan terganggu. “Umur 1—1,5 bulan tetap masih diberi pellet,” ungkap Ketua Kelompok Tani “Tani Makmur” tersebut.
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, pukul 09.00—10.00 dan 14.00—15.00. Pemberian pakan saat cuaca relatif panas ini bertujuan agar si ikan aktif bergerak karena suhu airnya telah hangat. Keaktifan gerak ini menyebabkan nafsu makan akan meningkat. Karena itu kolam sebaiknya tidak terhalang dari sinar matahari.
Di samping mengirit biaya pembelian pellet, pemberian campuran pakan lorotan ini menurut pengalaman Cahyanta, dapat mempercepat pertumbuhan bawal ketimbang pellet. Dalam tiga bulan pembesaran, bawal yang diberi pakan lorotan dapat mencapai ukuran 2—3 ekor per kg, sedangkan yang pellet hanya sekitar 4 ekor per kg.
Ayah dua anak ini menduga percepatan pertumbuhan itu lantaran pakan lorotan mengandung gizi tinggi sebab ada campuran telur, daging, mentega dan sebagainya. Konsumen pun tidak perlu khawatir akan terjadi susut masak akibat cepatnya pertumbuhan ini. “Kalau cuma dikasih roti atau usus ayam saja memang terjadi susut, tetapi kalau ditambah nasi, tidak terjadi susut,” ujarnya.
Cahyanto memberikan pakan lorotan ini apa adanya tanpa ada perlakuan terlebih dahulu, semisal dengan direbus. Menurut pengalamannya selama ini, “Kematian ikan di bawah satu persen,” akunya bangga.
Faiz Faza (Yogyakarta)