Keturunan banteng ini menawarkan sejumlah keunggulan bagi pelaku bisnis.
Provinsi Bali sudah lama kondang dengan sapi balinya. Sumber genetik unggul ini pernah dijuluki seorang guru besar dari Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bali, sebagai “Mutiara dari Pulau Dewata”. Tentu sang profesor punya alasan kuat untuk pendapatnya ini, dan pastilah bukan isapan jempol.
Sapi bali punya ciri-ciri yang khas. Ada garis hitam yang membujur di sepanjang punggung hingga pangkal ekor. Pantatnya berwarna putih bagaikan sebentuk cermin. Kaki di bawah lutut berwarna putih, sepintas tampak seperti mengenakan kaus kaki putih. Ketika lahir, baik yang jantan maupun betina, bulunya yang halus dan pendek itu berwarna kuning kemerahan seperti warna batubata. Sapi bali betina membawa warna khas itu hingga menjadi tua. Sebaliknya yang jantan, ketika menginjak dewasa kelamin, warna bata berangsur menjadi hitam, lalu kembali merah bata lagi setelah dikebiri.
Sapi bali memang menyimpan sejumlah keunggulan, antara lain daya tahan hidup tinggi dengan toleransi terhadap udara panas (heat tolerance) yang juga tinggi. Kemampuan reproduksi tinggi dengan angka kelahiran (calving rate) 83% dan jarak kelahiran (calving interval) 379 hari. Persentase karkasnya cukup tinggi mencapai 56%. Dagingnya berkadar lemak relatif rendah.
Sangat Unggul
Selain itu, sapi bali mempunyai kompensasi pertumbuhan yang sangat tinggi dengan kemampuan memanfaatkan sumber pakan yang berkualitas rendah secara efisien. Apabila mendapat perawatan dan pakan yang baik dengan sistem kereman atau feedlot, sapi bali dapat mencapai bobot badan hingga 400 kg (jantan).
Hasil penelitian di Bali menunjukkan, sapi bali yang diberi pakan berbentuk wafer berbasis limbah agroindustri dan pertanian menghasilkan pertambahan bobot badan harian (average daily gain-ADG) 0,7 kg. ADG ini masih bisa ditingkatkan menjadi 0,9 kg per ekor per hari bila pakannya ditambahkan amonium sulfat.
Sapi bali bukan hanya soal daging. Ia juga “pekerja” di sawah yang baik. Sepasang sapi ini dapat mengolah lahan sawah seluas satu hektar dalam 4 hari. Bila lahannya kering, waktu olahnya 6 hari.
Sapi bali pun mempunyai daya cerna nitrogen lebih tinggi dibandingkan sapi lainnya pada pakan berkualitas rendah. Ini tercirikan dari kadar urea darahnya yang lebih tinggi. Ini artinya sapi bali lebih efisien dalam memanfaatkan pakan, bahkan dari pakan yang berkualitas rendah sekalipun.
Kemampuan reproduksinya tinggi dengan kesuburan 90% dan angka kebuntingan 80%—90%. Persentase karkasnya cukup tinggi antara 51%—59% (rata-rata 56%) dengan tulang 19%. Hebatnya lagi, sapi ini tahan terhadap caplak, parasit yang sangat mengganggu pada peternakan sapi.
Dengan segala kelebihannya itu, sapi bali sangat potensial dibisniskan. Berdasarkan penelitian pula, dengan pemeliharaan sistem kereman (feedlot), seekor sapi bali jantan dalam 6 bulan menghasilkan laba bersih Rp952 ribu.
Sapi bali memang menjadi salah satu ikon Pulau Dewata sehingga pelestarian dan pemurnian genetikanya sangat perlu dijaga. Untuk keperluan itu, sudah sejak lama tidak dibolehkan memasukkan sapi luar ke Pulau Bali. Sayang memang, kalau sapi Bali sampai hilang dan hanya menjadi masa lalu.
Ir. I Dewa Gede Alit Udayana, MS, akademisi, tinggal di Bali