Penggunaan mesin tetas sederhana dari kardus dapat menghasilkan tingkat penetasan 70%.
Ayam arab terbilang jenis ayam bukan ras (buras) yang produktivitas telurnya cukup tinggi, 225 butir per tahun. Tampilan telurnya mirip ayam kampung, hanya saja warna kerabangnya putih. Sifatnya juga tidak mengeram, jadi mirip ayam ras. Tak heran bila banyak yang berminat membudidayakannya.
Tingginya minat masyarakat membuat permintaan terhadap bibit ayam arab pun tinggi. Untuk itu perlu penetasan yang dilakukan peternak lokal. Peternak biasanya dalam bentuk telur tetas kemudian ditetaskan dengan menitipkan pada ayam-ayam kampung yang sedang mengeram. Akibatnya jumlah bibit yang dihasilkan tidak banyak. Alhasil, kalau ayam yang dipelihara dalam jumlah besar, umurnya tidak merata.
Untuk menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dengan umur yang sama, sangat perlu dilakukan penetasan dengan mesin tetas. Namun, peternak pemula dan peternak kecil umumnya belum punya keahlian yang memadai dalam menetaskan telur dengan mesin tetas. Karena itu perlu inovasi penetasan telur dengan mesin tetas melalui metode yang sederhana, mudah, dan murah.
Dua Model
Ada dua model mesin tetas sederhana yang diteliti efektivitasnya, yaitu Mesin Tetas Kardus (MTK) isolator ganda dan Mesin Tetas Kayu dan Tripleks (MTT). MTK Isolator ganda berukuran panjang 35 cm, lebar 25 cm, tinggi 35 cm (ukuran kotak air minum kemasan). Daya tampung 50 butir telur. Sementara yang MTT berukuran panjang 60 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 50 cm. Daya tampungnya 100 butir telur. Karena beda ukuran, maka dalam penelitian digunakan tiga unit MTK dan satu unit MTT sehingga jumlah telur yang ditetaskan sama. Penelitian dilakukan di kelompok ternak ayam arab Karya Mandiri di Desa Penedagandor, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, selama lima bulan.
Jumlah periode penetasan 10 kali sebagai ulangan. Indikator yang diukur adalah persentase daya tetas dari telur-telur fertil yang ditetaskan dari masing-masing mesin tetas. Daya tetas telur adalah banyak anak ayam yang menetas dari jumlah telur fertil (bertunas). Daya tetas ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam suatu usaha penetasan.
Hasil penetasan yang diperoleh dari MTK minimal 40,13% dan maksimal 95%. Rata-ratanya 70,05%. Sedangkan hasil penetasan dari MTT, minimal 18,67% dan maksimal 81,58%. Rata-ratanya 60,61%. Jadi, MTK mencapai tingkat keberhasilan penetasan yang lebih tinggi dan tingkat kegagalan yang lebih rendah bila dibandingkan MTT. Alasannya, daya penyimpanan panas MTK lebih baik ketimbang MTT. Hal ini bisa dilihat dari lebih tahan dan stabilnya suhu di dalam MTK yang ditandai dengan lebih kecilnya daya lampu yang digunakan sebagai sumber panas sehingga suhu dalam mesin tetas kardus tidak fluktuasi.
MTK yang terbuat dari kotak kemasan air minum dengan kapasitas telur 40—60 butir cukup menggunakan satu buah lampu pijar dengan daya listrik 5 watt. Sedangkan MTT membutuhkan 4 buah lampu pijar dengan besar daya listrik 20 watt.
MTK Lebih Menguntungkan
Tabel Analisis Analisis Usaha Penetasan menunjukkan perbandingan komponen biaya-biaya dan hasil yang diperoleh dari penggunaan kedua mesin untuk menetaskan telur masing-masing 150 butir. Pada penetasan dengan MTK biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp76.125, sedangkan MTT biaya tetapnya Rp97.639. Besarnya biaya tetap yang bisa dihemat untuk menetaskan telur 150 butir dengan MTK isolator ganda sebesar Rp21.514 per periode.
Bila dilihat dari tingkat keberhasilannya, MTK isolator ganda mencapai daya tetas telur lebih tinggi, 70% (89 ekor DOC), sedangkan MTT sebesar 61% (78 ekor DOC). Perbedaan terhadap hasil penetasan ini sangat berpengaruh terhadap tingkat keuntungan karena hasil penjualan diperoleh dari nilai perkalian total hasil yang diperoleh dengan harga jual produk tersebut.
Hasil analisis titik impas (BEP) pada MTK dicapai pada 30 butir, sedangkan dengan MTT tercapai pada 39 butir. Jadi dengan MTK untuk mencapai titik impas peternak cukup menetaskan telur 30 butir sehingga lebih menguntungkan bagi peternak. Aplikasi mesin tetas kardus ini disarankan bagi peternak di pedesaan yang melayani tingkat permintaan bibit berkisar 50—100 ekor. Mereka harus mengupayakan volume produksinya meningkat agar labanya juga bertambah.
Tapaul Rozi, L. Takdir Jumaidi, Peneliti dari Fakultas Peternakan dan Fakultas Ekonomi Universitas Mataram
Tabel Analisis Usaha Penetasan Kapasitas 150 Butir per Periode |
Komponen Biaya MTK Isolator Ganda MTT Jumlah Harga Total Jumlah Harga Total A. Biaya Tetap Biaya Penyusutan 3 1.075 3.225 1 5.639 5.639 Lampu 3 2.000 6.000 4 2.000 8.000 Biaya Listrik 3 3.000 9.000 4 3.000 12.000 Kardus 6 500 3.000 Telur infertil 20 1.000 20.000 20 1.000 20.000 Jumlah 41.225 45.639 Telur tetas 130 1.000 130.000 130 1.000 130.000 Total biaya 171.226 175.639 C. Pendapatan Fertilitas telur 130 butir 130 butir 130 Daya tetas 70 % 91 61 % 79 Harga jual DOC 91 3.500 318.500 79 3.500 276.500 Keuntungan = Pendapatan – Total Biaya 147.275 100.861 B/C Ratio 1,8601 1,57425 Sumber: Data primer diolah (2007) |
Keterangan:
As Asumsi kapasitas penuh dari 150 butir yang fertilitasnya 130 butir
MTK = Mesin Tetas Kardus
- Biaya akibat kerusakan alamiah rata-rata (150 – 130) = 20
- Kegagalan produksi rata-rata (karena keterbatasan daya tetas )= (30% x 130)= 39
- Jumlah kegagalan telur tetas = 59 (39,3%)
- Biaya tetap akibat gagal tetas: 39,3% x 150 = Rp60.000
MTK = Mesin Tetas Tripleks
- Biaya akibat kerusakan alamiah rata-rata (150 – 128) = 22
- Kegagalan produksi rata-rata (karena keterbatasan daya tetas) = (39% x 130) = 50
- Jumlah kegagalan telur tetas = 72 (48%)
- Biaya tetap akibat gagal tetas: 48% x 150 = Rp72.000