Rabu, 22 Juli 2009

Modal Rp3 Juta Fulus Bertambah Rp7 juta

Budidaya mudah, cepat menghasilkan uang dan pasarnya butuh pasokan melimpah

Bisnis ini tak butuh lahan luas, tak perlu banyak tenaga kerja, dan yang pasti, tak perlu modal besar. Bahkan Anda hanya butuh satu kali membeli bibit untuk selamanya. Pasarnya begitu menganga, baik lokal lebih-lebih ekspor. Cukup 4 bulan budidaya, fulus Rp7 juta masuk kocek Anda. “Permintaan ekspor ke negara-negara Asia tahun ini, setiap harinya diperkirakan mencapai 60 ton. Sampai kini baru bisa dipenuhi 5 ton saja,” ungkap Syaiful Hanif. Ya, itulah prospek bisnis budidaya Monopterus albus alias belut sawah.

Selama ini, menurut Ketua Paguyuban Patra Gesit, Indramayu itu, pasokan belut masih mengandalkan penangkapan dari alam. Padahal Jepang, Hongkong, Taiwan, dan China adalah pasar potensial belut dan merupakan pengonsumsi belut terbesar sejagad. “Belum lagi Italia, Perancis, Spanyol, dan Belanda yang sudah menjadikan belut sebagai menu tambahan dalam setiap hidangan mereka,” sambungnya.

Mudah

Lebih jauh Syaiful menjabarkan, produk belut terbagi empat jenis, yaitu belut olahan, belut segar, beku, dan asap. Bentuk segar dan beku menjadi favorit pasar Asia. Sedangkan produk belut asap menjadi incaran masyarakat benua Biru. “Permintaan belut beku saja sekitar 3 ton per hari. Untuk belut asap mereka minta dipasok 4 ton per minggu. Belum lagi permintaan belut bagi pasar lokal,” ungkap jebolan Politeknik Bandung tersebut.  

Harga belut segar saat ini menurut warga Desa Tegal Girang, Kecamatan Bangodua, Indramayu ini cukup bagus, berada pada kisaran Rp30.000 per kg. Yang menarik,  harga panenan belut tidak berdasarkan ukuran (grade). Asalkan penampilan fisiknya mulus dan sehat, ukuran besar dan kecil tetap dibandrol sama.

Mengusahakan belut sejatinya bisa dilakukan di berbagai tempat. Syaiful dan kelompoknya memilih kolam (jaring bermata halus) dengan ukuran 5 m x 5 m dan kedalaman satu meter sebagai tempat budidaya.

Dasar jaring tersusun dari beberapa bahan media. Lapisan pertama diisi jerami setebal 10 cm. Lalu di atasnya ditaburi tanah setinggi 10 cm. Tak lupa ditambahkan probiotik EM4 sebanyak satu botol. Lapisan berikutnya ditempati kembali jerami dan tanah. Begitu seterusnya sampai tingginya mencapai 60 cm. Di atas lapisan tersebut, Ketua dari 40 orang petani ini sengaja menanaminya dengan padi. Hal tersebut menurutnya agar sesuai dengan ekosistem belut di alam yang biasa hidup di sawah.

Poin penting yang perlu perhatian ekstra dalam budidaya belut adalah pemilihan benih. Selain tidak mudah didapat, kualitas benih juga menentukan kualitas panen. Berdasar pengalamannya, ciri benih baik, yaitu tubuh tampak mulus dan tidak ada bekas gigitan apalagi berjamur. Benih harus sehat, terciri dari tubuhnya yang keras ketika dipegang. Tubuh berwarna kuning kecokelatan. Umur ideal benih adalah 2—4 bulan. Gerakannya pun harus lincah.

Harga benih belut di daerah Indramayu saat ini Rp21.000 per kg. Setiap kilo berisi 100 ekor. Per satu jaring bisa ditebar 30 kg benih. Dalam waktu 4 bulan, hasil panen diperkirakan mencapai 250 kg per jaring. “Di luar biaya sewa lahan, modal awal usaha pembesaran belut total hanya Rp3 juta. Itu pun sudah termasuk biaya budidaya cacing sebagai pakan dari belut,” papar Syaiful yang lahir pada 1977 ini.

Bila harga jual Rp30.000 per kg, maka paling sedikit petani akan mengantongi Rp7 juta per siklus per jaring. Jadi, laba kotor Rp4 juta per jaring. Padahal dia punya 20 jaring sehingga total laba kotor sebanyak Rp80 juta. Namun Syaiful mengatur siklus budidaya tidak serentak supaya pasokan ke pasar bisa kontinu.

Dari hasil panenan tersebut tak seluruhnya dijual. Sebagian kecil digunakan kembali sebagai bibit untuk siklus berikutnya. Jadi, pembelian bibit hanya satu kali. Alasannya, selain bibit sulit didapat, hal ini akan makin menghemat biaya produksi.

Cacing

Belut merupakan hewan pemakan daging (karnivora). Karena itu pakan utamanya adalah cacing, anak ikan, lintah, kecebong, dan serangga. Kebutuhan pakan per hari belut mencapai 5 % dari bobot badan. Untuk mempermudah dan memastikan jumlah pakan, lanjut Syaiful, sebaiknya menggunakan cacing. Pasokannya paling mudah didapat dengan jalan membudidayakannya. Waktu budidayanya dilakukan sebelum atau bersamaan dengan usaha pembesaran belut. Jenis cacing yang biasa dipakai adalah Lumbricus rubellus (cacing tanah) dan Eisenia foetida (cacing tiger/belang).

Media hidup cacing terdiri dari kotoran sapi dan serbuk gergaji kayu dengan komposisi 4 : 1. Tempat budidaya dapat dipilih terpal atau tembok plester. Makanan utama cacing hanyalah ampas tahu, sayuran atau ampas tepung tapioka. Cacing cukup diberi makan sekali sehari. “Di Indramayu harga ampas tahu cuma Rp10.000 per karung. Budidaya cacing waktunya hanya 3 minggu, kalau kita tebar 20 kg, maka hasilnya bisa 40 kg,” papar putra asli Indramayu ini.

Selamet Riyanto

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain