Senin, 6 Juli 2009

Mengubah Limbah Jagung Jadi Dollar

Tongkol jagung yang biasanya dibuang, kini menjadi komoditas harapan baru karena laku diekspor.

Bermula dari Siswoyo Syaifi Majid, 59 tahun, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Kecamatan Kejobong, Kab. Purbalingga, Jateng, yang melihat dampak krisis global. “Bangsa kita masih terancam oleh naiknya angka pengangguran dan angka kemiskinan, bangsa kita harus bangkit,” ujarnya saat ditemui AGRINA. Karena itu ia ingin membantu pemerintah membuka lapangan pekerjaan.

Olah Limbah

Suatu hari Siswoyo bertemu teman lamanya, Yusuf Warsono, teknisi mesin pabrik di Purbalingga. Dari pertemuan itu, ia memperoleh informasi mengenai pembuatan bahan campuran pakan ternak dari tongkol jagung (concobu) yang dibutuhkan Jepang. Sang teman sendiri memperoleh informasi ini langsung dari Sugimoto, warga Jepang, pemilik PT NYP Purbalingga, perusahaan pembuat alat makan jepang berbahan kayu.

Melalui Koperasi Serba Usaha (KSU) Garuda, Siswoyo mengupayakan pemanfaatan limbah jagung untuk diproses menjadi concobu. Ia terjun langsung sebagai Ketua Tim Pelaksana Industri Limbah Tongkol Jagung. “Usaha ini disambut baik oleh Bupati H. Triyono Budi Sasongko, M.Si. Bupati berjanji akan mensosialisasikan ke tiap kecamatan di Purbalingga,” jelasnya.

Setelah itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat juga memberikan dukungan. “Kami meminjamkan alat pencacah plastik untuk dimodifikasi menjadi pencacah tongkol jagung,” tutur Agus Purhadi Setya, Kepala Bidang Industri, Dinas Perindag Purbalingga.

Kegiatan pengolahan tongkol jagung lalu mengambil tempat di PT NYP Purbalingga. Sejak 1 Desember 2008 produksi concobu dimulai. Bahan baku dikirim pemasok dan petani dari kecamatan-kecamatan di seantero Purbalingga juga Kabupaten Banyumas dan Pemalang. Di tingkat petani harga tongkol dibanderol Rp250 per kg. Tongkol ini disortir lalu dikeringkan dengan oven selama 24 jam. Kemudian menggunakan mesin sederhana yang digerakkan dengan dinamo listrik, tongkol jagung ini dicacah lalu diayak sampai dihasilkan concobu berukuran 3 mm, 4, mm, 6mm, dan 8 mm sesuai permintaan Jepang. Per kilogram tongkol jagung diperoleh 66% corn cob, 33% produksi halus, dan 1% debu terbang. Jadi, dari satu ton tongkol jagung diperoleh 660 kg corn cob.

Standar Bahan Baku

Standar kualitas tongkol jagung untuk memproduksi concobu adalah berwarna putih, tidak terlihat kehitam-hitaman atau kecokelat-cokelatan, tidak berjamur, bebas dari semua jenis racun dan minyak, bebas dari sampah (plastik, kertas dan logam). Kadar airnya 11%.

Namun pembuatan concobu ini masih menghadapi kendala dalam memperoleh bahan baku kering dan bersih.  Selain itu, kemampuan kerja mesin masih kurang optimal. Produksi per hari rata-rata 300 kg concobu sehingga untuk memperoleh satu kontainer  berisi 18 ton diperlukan waktu 60 hari.

Kendati demikian, pada 12 Februari 2009 PT Java Trading dan PT NYP Purbalingga berhasil mengekspor satu kontainer concobu. Dua bulan kemudian menyusul satu kontainer. “Kebutuhan Jepang sebanyak 15 kontainer per minggu atau 3.600 ton per tahun. Harganya US$155 per ton,” jelas Siswoyo mengutip Susumu Tanaka dari Pooki Trading saat berkunjung ke Purbalingga. Sayang, upaya peningkatan kesejahteraan petani ini belum dapat dihitung analisis usahanya karena pengovenan masih dilakukan di PT NYP Purbalingga. “Biaya operasionalnya kurang lebih Rp20 juta. Prinsipnya petani menikmati dan pengelola tidak defisit,” tegasnya.

Ahmad Nurkhayadin (Kontributor Purbalingga)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain