Senin, 6 Juli 2009

Undang-undang PKH dan Swasembada Daging

Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan akan membantu akselarasi pencapaian swasembada daging sapi pada 2014.

Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH) No. 18/2009 adalah first order condition (syarat keharusan) pencapaian swasembada daging sapi. Pasalnya, undang-undang ini “memaksa” semua entitas pemerintahan, swasta, dan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam peternakan Indonesia mempunyai gelombang frekuensi yang sama tentang urgensi swasembada. UU ini mengikat semua pihak terkait, termasuk masyarakat, untuk terlibat di dalam pencapaian itu.

Ada beberapa hal penting yang diamanahkan konstitusi tersebut. Pertama, memberikan political will yang sama pada semua pihak (entitas pemerintahan, antardepartemen terkait pada pemerintah pusat) dan pemerintah daerah, swasta serta masayarakat), bahwa penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia salah satu tujuan pentingnya adalah: “Mencukupi kebutuhan pangan, barang, jasa asal hewan secara mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan nasional” (Pasal 3 huruf b UU PKH).

Kedua, memerintahkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyiapkan resource yang memadai untuk tercapainya tujuan penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia.

Resource dan input yang harus disediakan pemerintah adalah:

1.        Lahan yang memenuhi persyaratan teknis peternakan dan kesehatan hewan (Pasal 4) dan lahan pengganti terhadap perubahan peruntukan lahan peternakan dan kesehatan hewan karena perubahan tataruang yang sesuai dengan persyaratan peternakan dan kesehatan hewan dan ekosistemnya (Pasal 5 ayat 2). Di samping itu pemda kabupaten/kota yang daerahnya mempunyai persediaan lahan yang memungkinkan dan memprioritaskan budidaya ternak skala kecil diwajibkan menetapkan lahan untuk kawasan penggembalaan umum melalui Perda (Pasal 6 ayat 3 dan 5).

2.        Air dengan kualitas (baku mutu) yang sesuai untuk kepentingan peternakan.  Dan skala prioritas peruntukan air ini ketika terjadi keterbatasan ketersediaan air adalah untuk hewan setelah kebutuhan masyarakat terpenuhi (Pasal 7 ayat 1 dan 2).

3.        Penyediaan dan pengembangan benih, bibit, dan bakalan ini dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan ekonomi kerakyatan (Pasal 13 ayat 1). Ketika usaha pembenihan/pembibitan oleh masyarakat belum berkembang, pemerintah membentuk unit pembenihan/pembibitan (Pasal 13 ayat 2). Dan pemerintah pusat membuat peraturan pemerintah tentang kebijakan perbibitan nasional  (Pasal 14 ayat 4).

4.        Pakan yang tersedia di pasar harus memenuhi standar atau persyaratan teknis minimal dan keamanan pakan serta memenuhi cara pembuatan pakan yang baik yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Amanah lain dari UU PKH ini yaitu regulasi pasar yang meliputi:

1.      Kualitas input (benih, bibit, dan bakalan). Pemasukan benih atau bibit harus memenuhi persyaratan mutu dan kesehatan hewan yang diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 15 ayat 2 dan 4).

2.      Ekspor dan impor benih, bibit, atau bakalan dapat dilakukan jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan kelestarian ternak lokal terjamin (Pasal 16 ayat 1).

3.      Suplai input meliput: (a) penyeleksian untuk pemuliaan ternak ruminansia produktif dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit (Pasal 18 ayat 1) yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 18 ayat 4). (b) Larangan penyembelihan ternak ruminansia betina produktif, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan (Pasal 18 ayat 2). (c) Pemerintah dan pemda menyediakan dana untuk menjaring ternak ruminansi betina produktif yang dikeluarkan masyarakat dan menampung ternak tersebut pada unit pelaksana teknis di daerah untuk keperluan penangkaran dan penyediaan bibit ternak ruminansia di daerah tersebut (Pasal 18 ayat 3) yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 18 ayat 4).

4.      Kewajiban pemerintah menciptakan iklim usaha yang sehat bagi hewan atau ternak dan produk hewan (Pasal 36 ayat 5).

5.      Mengamanahkan kehadiran regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden berkenaan dengan budidaya peternakan Indonesia (Pasal 33).

Amanah berikutnya adalah proteksi pemerintah terhadap pasar domestik yang meliputi:

1.      Kewajiban pemerintah melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat (Pasal 29 ayat 5).

2.      Kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan pemasaran hewan atau ternak dan produk hewan di dalam negeri maupun keluar negeri  (Pasal 36 ayat 1).

3.      Impor hewan atau ternak dan produk hewan dilakukan apabila produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat (Pasal 36 ayat 3).

4.      Kehadiran Peraturan Menteri untuk melindungi industri ternak domestik dari kemungkinan masuknya risiko penyebaran penyakit yang mengancam kesehatan hewan yang berasal dari produk hewan segar atau produk hewan olahan impor (Pasal 59).

5.      Amanah Pasal 76 khususnya  ayat 1, 2 dan 5 adalah kehadiran Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemberian kemudahan dan peningkatan daya saing dalam pemberdayaan peternak dan usaha di bidang peternakan, dengan cakupan kemudahan: (a) Pengaksesan sumber pembiayaan, permodalan, iptek, teknologi dan informasi; (b) Pelayanan peternakan, kesehatan hewan dan bantuan teknik; (c) Penghindaran pengenaan biaya yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi; (d) Pembinaan kemitraan; (e) Penciptaan iklim usaha yang kondusif; (f) Pengutamaan pemanfaatan sumberdaya peternakan dalam negeri; (g) Pemfasilitasan terbentuknya kawasan pengembangan usaha peternakan; (h) Pemfasilitasan pelaksanaan promosi dan pemasaran; (i) Perlindungan harga dari produk hewan luar negeri.

Ke depan langkah segera yang harus dilakukan pemerintah (pusat dan daerah) adalah segera meratifikasi aturan hukum yang dituntut UU PKH. Baik berupa Peraturan Pemerintah, Perpres pada 2011 (paling lama dua tahun setelah UU ini disahkan), Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri dan Perda pada 2010  (paling lama satu tahun setelah UU ini disahkan).

Ir.  Suswono, MMA, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

 

Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 5 Edisi No. 107 yang terbit pada Rabu, 8 Juli 2009

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain