Selasa, 23 Juni 2009

Sumber Baru Pedet Rakyat

Pembibitan sapi potong oleh peternak rakyat dengan pola integrasi kebun–sapi dapat berkembang dengan baik asalkan dikelola dengan baik dan terus mendapat pengawalan serta evaluasi teknis. 

Dalam upaya meningkatkan populasi sapi potong melalui peternak rakyat, Dirjen Peternakan, Deptan, menargetkan satu juta betina produktif ke 18 provinsi potensial pada 2010, antara lain NAD, Sumbar, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTT, NTB, dan Gorontalo. Selain itu, penyediaan dua juta dosis semen untuk keperluan IB, plus 1.700 inseminator.

Hingga 2008, realisasi program ini baru menyentuh angka 4.000 ekor dan tingkat keberhasilan kebuntingan IB-nya 50%, dari 70% yang hendak dicapai. Agar program perbibitan rakyat berjalan baik, perlu adanya pengawalan yang intens dari instasi terkait, juga evaluasi rutindari komisi  serta pola perbibitan yang sesuai dengan karakteristik peternak kecil dan sumberdaya yang tersedia.

Perlu Pakan Cukup

Menurut anggota komisi bibit nasional, R. Kurnia Achjadi, program perbibitan sapi potong rakyat (backyard farming) melalui pendekatan integrasi kebun-sapi atau inti-plasma sebaiknya dilakukan secara berkelompok. Dengan pola tersebut, peternak mendapatkan memanfaat dari anak-anak yang dilahirkan, juga tenaga dalam mengelola kebun.

Namun, menurut Kurnia, sapi memerlukan pakan dalam jumlah dan kualitas yang cukup agar dapat bereproduksi. Sehingga, program integrasi kebun-sapi, bukanlah  sekedar memberi pakan sapi dengan rumput yang ada di kebun atau limbah sawit. “Itu tidak akan berhasil,” jelasnya. Peternak harus menyisihkan sebagian penghasilan dari hasil kebunnya untuk memberi pakan sapinya.

Pemberian pakan tambahan berupa garam mineral, konsentrat, dan limbah pertanian, mutlak diperlukan, terutama dalam pemeliharaan sapi jenis Brahman Cross (BC). Pemberian pakan tambahan untuk sapi induk dan dara BC diperlukan untuk memperbaiki metabolisme tubuh dan kinerja reproduksi. Juga untuk mencegah estrus pasca melahirkan. 

Program pembesaran anak sapi (pedet) setelah masa sapih (5 – 6 bulan) untuk mempersiapkan bibit atau dara sapi BC (replecement stock), sebaiknya dilakukan oleh anggota kelompok atau unit tersendiri. Tujuannya, agar lebih fokus dalam pemberian pakan dan kesehatannya. Biasanya, yang diberi mandat untuk mengurus pedet adalah anggota kelompok yang belum mendapat giliran mendapat bantuan sapi dari pemerintah.

Peternak tersebut yang akan mengurus semua pedet milik anggota kelompok. “Dengan adanya anggota yang mengurus pedet dan dibiayai oleh anggota, pemeliharaannya  aman,” ujar Kurnia yang mengawal pola perbibitan sapi rakyat tersebut di Kab. Rejanglebong (Bengkulu), Kab. Pasuruan (Jatim), Tanggamus (Lampung), dan Kab. Tanah Datar (Sumbar).

Sapi Lokal

Menurut Kurnia, selain BC, banyak sapi lokal yang bisa dikembangkan setelah ditingkatkan potensi genetiknya, antara lain PO dan sapi Bali. Ia mengakui, populasi sapi lokal tidak sebanyak BC, namun menurut pendapatnya, sapi-sapi lokal sudah terbukti mampu beradaptasi selama bertahun-tahun. Dan yang tak kalah pentingnya, “Sapi lokal lah yang menyangga (buffer) kebutuhan masyarakat di wilayahnya,” ujar Kurnia.

Ia bahkan mengharapkan peemrintah bisa membuat zonasi di daerah sesuai dengan potensinya. “Pemerintah harus memfasilitasi karena daerah tidak bisa berjalan sendiri,” ujar dosen FKH IPB ini. Sedangkan untuk sapi-sapi eksotis, semisal Simental atau Black Angus, ia menyarankan pemberiannnya lebih selektif, yakni bagi peternak-peternak yang mampu saja karena berkaitan dengan tingginya biaya pemeliharaan.

Enny Purbani T.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain