Kalau di Brebes ada telur asin, di Bali ada lablabnyah. Dua-duanya produk olahan yang bernilai tambah.
Kecuali lablabnyah, di Bali juga ada produk olahan tradisional lainnya bernama bekasem, yakni telur awetan berbahan dasar telur itik yang dibuat melalui proses fermentasi (pembekaseman). Telur yang satu ini di Bali dihargai jauh lebih mahal, setidaknya dibandingkan telur itik segar. Karena, selain dimanfaatkan sebagai telur konsumsi, bekasem kerap digunakan sebagai sarana upacara adat dan keagamaan.
Taluh lablabnyah (taluh artinya telur dalam bahasa Bali) juga berbahan dasar telur itik. Lablabnyah dihasilkan dari proses perebusan telur itik segar dalam limbah arak atau tuak, selama 2—6 jam. Telur selanjutnya dibalut garam dengan cara menggulingkan dalam adonan garam.
Awet Hingga 25 Hari
Tidak diperoleh keterangan kapan orang mulai membuat telur untuk pertama kalinya. Namun soal mengapa dibuat, hampir dipastikan untuk penganekaragaman olahan telur agar masyarakat Bali tidak bosan dengan produk yang itu-itu saja. Lagipula, produk olahan ini dapat memperpanjang masa simpan telur hingga 25 hari. Selain itu, limbah arak yang digunakan untuk merebus adalah bahan yang terbuang sehingga proses ini meningkatkan nilai jual limbah.
Arak perbus merupakan sisa dari penyulingan tuak dalam menghasilkan arak atau tuak. Tuak yang satu ini adalah hasil fermentasi nira kelapa (bukan nira enau), yang ditampung dari tandan bunga kelapa yang disayat. Di dalam wadah penampungnya (disebut kelukuh) diisi sabut kelapa bekas fermentasi tuak sebelumnya (sebagai starter) juga sabut baru yang memberi warna pada tuak. Selama penampungan itulah terjadi proses fermentasi.
Menurut hasil penelitian, lamanya fermentasi tuak, yang kelak disuling dan menghasilkan limbah yang digunakan merebus telur itu, akan berpengaruh terhadap kualitas telur lablabnyah. Konon hasil terbaik yang paling diterima panelis adalah lablabnyah yang direbus dengan limbah arak dari tuak yang difermentasi selama dua hari. Soal tuak itu, di kalangan penikmat tuak, ada yang disebut tuak wayah, yang lainnya adalah tuak manis.
Tuak wayah adalah sebutan bagi tuak yang ke dalam wadah penampungnya diisikan sabut kelapa sehingga rasanya sedikit sepat karena sabut kelapa mengandung tanin yang larut di dalam tuak. Sedangkan tuak manis adalah air nira kelapa yang belum diapa-apakan dan diminum apa adanya secara langsung. Rasanya manis, memang. Tuak, pada kesempatan-kesempatan pesta daging (paebatan) yang diminum sekadarnya sebagai teman makan lawar, masakan khas Bali yang cukup tersohor.
Setelah perebusan selama 2—6 jam itu, lablabnyah sudah matang dengan wama kulit telur cokelat keabu-abuan. Bila dibelah, kuning telurnya lebih pekat (kuning) dibandingkan kuning telur dari telur rebus biasa. Sementara putih telurnya berwarna abu-abu kecokelatan. Teksturnya jauh lebih kenyal karena banyaknya uap air dan gas yang keluar dari telur "ditarik" oleh asam yang terkandung dalam limbah arak perebus.
Mengandung 18 Senyawa
Dibandingkan telur rebus biasa, lablabnyah mempunyai citarasa yang khas. Ini terjadi karena terdifusinya zat-zat yang ada dalam limbah arak ke dalam telur. Semakin lama direbus, semakin banyak zat yang terdifusi ke dalam telur. Hasil uji kromatografi gas yang dilakukan oleh Ketut Sulandra, staf Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, memperlihatkan lablabnyah mengandung lebih dari 18 senyawa.
Limbah arak perebus mengandung zat penyamak, yaitu tanin dengan konsentrasi 0,07% dan 0,66% asam asetat. Saat perebusan, tanin akan menyamak kulit telur (terjadi fiksasi tanin oleh protein kulit telur) sehingga pori-pori kulit telur tertutup. Sedangkan asam yang terdifusi ke dalam telur bersifat antimikroba. Dengan proses seperti itu, lablabnyah mempunyai rasa bernuansa cairan perebusnya dan sekaligus awet. Apalagi, setelah direbus lablabnyah masih dibungkus dengan garam, yang juga mempunyai sifat pengawet.
Mengikuti cara membuatnya secara kasat terlihat tidak sulit, bahkan terkesan cukup sederhana. Pertama, telur itik dipilih, jangan sampai ada yang pecah atau retak. Selanjutnya, telur dicuci dan dikeringkan dengan lap. Panci yang diisi limbah arak, diisi telur, lalu dijerang dan didihkan di atas api selama 2---6 jam. Cairan perebusnya bisa ditambahkan setiap saat bila telur-telur yang direbus sudah tidak terendam.
Setelah itu, telur diangkat dan digulingkan di atas adonan garam dengan komposisi 10 bagian garam dan tiga bagian air. Telur bersalut garam (coated eggs) ini kemudian disimpan dalam wadah telur (egg tray). Lablabnyah biasanya diproduksi oleh perajin di bagian selatan Denpasar. Telur unik ini tersedia di kios-kios pasar Badung dan Denpasar.
Ir. Dewa Gede Alit Udayana, MS., akademisi, tinggal di Bali