Terketuk melihat banyaknya petani jamur yang jatuh akibat kualitas tak karuan, Cahyoko Bahar Sarjito memproduksi bibit jamur berkualitas tinggi.
Dokter hewan yang sebelumnya eksportir lantai mozaik ini memproduksi bibit jamur di Ngaglik, Kabupaten Sleman,
Kontrol Kualitas Tinggi
Saat ini 80% produksi bibit Lohjinawi berupa jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan sisanya jamur kuping (Auricularia polytricha). Yoko sangat hati-hati dalam mengontrol kualitas produknya. Bibit F3 (generasi ke-3) yang digunakannya berasal dari Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Hortikultura Dinas Pertanian DIY. “Inokulasi harus memakai bibit jamur F3 atau lembaga resmi yang teruji dan bersertifikat,” tegas Yoko yang baru mampu memproduksi 30.000 baglog bibit per bulan.
Komposisi media tanamnya ada tiga macam: B1, B2, dan B3. Komposisi B1 terdiri dari 53 sak serbuk gergaji, 195 kg bekatul, 90 kg kapur dolomit, dan 14 kg menir. Komposisi B2 terdiri dari 53 sak serbuk gergaji, 195 kg bekatul, 90 kg kapur, 7 kg menir, dan 10 kg tepung tapioka. Komposisi B3 tersusun dari 53 sak serbuk gergaji, 225 kg bekatul, dan 90 kg kapur. Masing-masing komposisi tersebut untuk membuat 1.500 baglog.
Namun demikian, Lohjinawi menyesuaikan diri dengan kenaikan atau penurunan harga bahan media tanam. Saat harga bekatul murah, jumlahnya dalam komposisi media ditambah sampai 275 kg untuk mempanjang masa panen. “Jadi, saat harga bahan mahal kita tidak menurunkan komposisi, tetapi kalau bahan murah kita tambah,” terang ayah dua anak ini.
Dengan komposisi tersebut, petani dapat memanen 12—14 kali jamur tiram sebanyak 70—90 gram per baglog per panen. Total produksi jamur tiram dari satu baglog berbobot 1,2 kg mencapai 960 gram karena massa jamur yang terbentuk sekitar 70%— 80% bobot baglog.
Bergaransi
Yoko juga menggunakan mesin pres untuk pengisian media pada baglog agar massa media tetap bobot dan kerapatannya, yaitu 1,2 kg per baglog. Menurutnya, pengisian ribuan baglog dengan tangan menyebabkan akurasi kepadatan dan ketinggian media berkurang yang berdampak berkurangnya nutrisi. Dengan kepadatan standar, penyebaran miselium tidak mengalami gangguan. Sedangkan ketinggian media yang sama memudahkan dan memperkokoh penumpukan baglog di rak.
Plastik media dari bahan polipropilen berketebalan 0,5 mm supaya tidak mudah sobek atau bocor yang mengakibatkan kontaminasi mikroorganisme. Setelah sterilisasi, kualitas juga dijaga saat inkubasi di kumbung petani. Setiap baglog ini diberi label komposisi dan tanggal pembuatan agar segera dapat dirunut penyebabnya bila terjadi masalah.
Lohjinawi berani memberikan garansi berupa penggantian baglog bermasalah. Sistem pembayaran petani kepada Lohjinawi adalah 50% pembayaran di muka, 25% setelah pengiriman barang, dan sisanya setelah semua miselium tumbuh sempurna. Sistem pembayaran dan ganti rugi ini membuat petani merasa aman dan nyaman.
Basyorudin, petani di Dusun Joho Lanang, Sindumartani, Ngemplak, Sleman menyatakan, hanya dalam waktu 40 hari dirinya telah balik modal. Dari 1.500 baglog yang dipelihara dalam 21 hari menghasilkan 160 kg. “Setidaknya produksinya 20% lebih tinggi,” ungkap Basyorudin. Dengan rata-rata bobot jamur 65—75 gram per panen, dalam satu periode tanam ia memperoleh 840—960 gram per baglog. Dengan harga standar terendah di Yogyakarta Rp5.500—Rp6.000 per kg, petani memperoleh Rp4.620—Rp5.280 per baglog. Sedangkan harga baglog hanya Rp1.500 per buah.
Faiz Faza (