Negeri-negeri Asia Selatan dan Tenggara punya tradisi irigasi cukup panjang. Salah satu penguasa
Dalam perjalanannya kemudian, nasib
Negeri itu, yang merdeka 1947, masih beberapa kali diserang kelaparan sampai 1970. Tapi sekarang berkat investasi besar-besaran di bidang pengairan dan penerapan teknologi modern,
Di Jakarta, di depan seminar “Swasembada Beras Berkelanjutan” digelar AGRINA 29 April lalu, Dr. Bayu Krisnamurthi, menekankan pentingnya air. “Pupuk bisa dibeli, kredit bisa dicari, tapi tanpa air, petani berhenti bekerja”. Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan itu mengingatkan, ketahanan perberasan berkelanjutan tidak bisa terpenuhi tanpa adanya peningkatan pendapatan petani, stabilitas pasokan dan harga dalam negeri, serta pengelolaan pasar internasional.
Bayu menyebut
Pendapatan petani itu harus ditopang infrastruktur air, listrik, transportasi, riset, kelembagaan, dan insentif (subsidi dan pajak). Namun dari semua instrumen pendukung itu, Bayu Krisnamurthi menempatkan air yang paling utama. Pasalnya, air merupakan kendala terbesar, apalagi di tengah perubahan iklim. Pemerintah, kata dia, menganggarkan sampai Rp100 triliun untuk infrastruktur irigasi pertanian. Tapi itu baru meliputi Jawa dan Sulsel. Yang menjadi keprihatinannya, produktivitas air untuk pertanian pangan kita masih sangat boros, 1.000 liter untuk 1 kg beras.
Kita, bangsa yang menyia-nyiakan anugerah alam. Negeri dengan curah hujan sepanjang tujuh bulan dalam setahun membiarkan air mengalir percuma ke laut. Air di musim yang berkelimpahan itu menjadi bencana banjir dan longsor, karena penggundulan hutan, dan karena tidak ditampung di embung atau situ.
Pesan dari editorial ini adalah produktivitas dan efisiensi. Tidak cuma berlaku pada air, tapi juga pada subsidi pertanian yang tahun ini melebihi Rp50 trilun.Tidak bisa dinyatakan ketahanan perberasan berkelanjutan, manakala air tidak merata tersedia sepanjang waktu dan tempat, manakala pendapatan petani tidak terangkat, manakala rawan pangan lokal masih mengintai, manakala mata anggaran berkelimpahan tapi pemanfaatannya tidak efisien.
Karena itu kami pun meneruskan pertanyaan pragmatis dari Bayu Krisnamurthi pada seminar tersebut: Apakah kebijakan subsidi pertanian kita sudah efektif? Yang pada 2009 ini Rp12 triliun hanya untuk urea, Rp28 triliun didedikasikan untuk beras; Rp16 triliun untuk pupuk non-organik. Bagaimana membiayai pembangunan infrastruktur?
Daud Sinjal